Bab 2 Status Vulgar Adik Iparku
Menjijikkan
"Maksudnya, aku sama Abangku ini memang ada hubungan dan kami memang sudah ehm ehm sih, makanya aku bisa bilang kalau dia perkasa," ujar Widya yang membuat darahku semakin naik.
Mataku membulat mendengar pengakuan Widya, benarkah Mas Raka yang aku kenal baik dan selalu bersikap lembut padaku itu memiliki sifat yang menjijikkan seperti itu?
"Apa benar itu Mas?" tanyaku pada Mas Raka yang dari tadi hanya diam mematung.
"Mm anu," jawab Mas Raka sambil mengusap tengkuk. Tampaknya dia gugup dengan pertanyaanku.
Rasanya aku ingin meremas -remas wajahnya dan memukul dadanya. "Jawab Mas! Jangan anu- anu saja, apa benar kamu ada hubungan dengan Widya." Suaraku melengking ke seluruh ruangan, bahkan pundak Mas Raka sampai berjengkit mendengarnya.
Sekilas dia menatapku dengan mulut yang sedikit terbuka, sepertinya terkejut dengan ledakan amarahku. Baru kali ini aku melengkingkan suara keras dihadapannya.
"Ck, jadi orang kok bego banget sih kamu, sudah jelas aku bilang aku memang ada hubungan sama Abangku, bahkan hubungan kami juga sudah ke tahap ranjang, kok masih nanya," kata Widya datar. Tak ada rasa bersalah sama sekali dari ucapanya itu.
Sungguh aku jijik melihat wajahnya, cantik tapi tak punya moral.
"Dimana otak kamu Mas, dia itu adik kamu. Apa tak ada wanita lain di luaran sana hingga adik sendiripun kamu embat, hah!? " ujarku masih dengan nada tinggi. Dadaku bergelombang, napasku sesak, ingin menangis tapi entah kenapa air mata ini sepertinya tak mau keluar.
"Memang kenapa, kami bukan saudara kandung kok, jadi ya gak papalah kami pacaran, wong kita saling cinta kok. Ya kan Mas?" ujar Widya sambil membelai dada Mas Raka dan mengerling manja.
Cih, wanita murahan!
Napasku turun naik tak beraturan melihat itu, emosiku kian meledak," menjijikkan! Kalian ada otak tapi kelakuan seperti bina*ang, tak tahu malu dan tak ada aklak !" ujarku penuh emosi sambil menatap tajam ke arah mereka.
"Ck, siapa juga yang betah punya istri seperti kamu, tua, kusam, lemah lagi!"
Plak
Aku yang emosi dengan kata- kata Widya segera melayangkan tamparan keras ke pipi mulus iparku yang tak ada aklak itu.
"Hani!"
Mas Raka berteriak lantang saat aku menampar Widya, matanya tajam menatapku, napasnya kembang kempis.
"Kamu jangan pernah sekalipun menyentuh adikku, kamu boleh marah sama aku tapi jangan pernah menyakiti Widya. Harusnya kamu ngaca kenapa aku selingkuh dengan dia, ini karena aku tak pernah puas dengan kamu. Kamu tu kusam, gak bisa nyenengin hati suami, itu kenapa aku pilih kembali pada Widya."
Apa katanya kembali, apa ini artinya mamang dari awal mereka sudah ada hubungan?
"Kembali pada Widya, maksud kamu apa Mas?"
"Begini ya kakak iparku, sebenarnya memang dari awal kami itu sudah punya hubungan bahkan jauh sebelum Abangku kenal sama kamu, kami sudah pacaran," jawab Widya. Entah wanita jenis apa dia ini, padahal tamparanku tadi cukup keras tapi sepertinya tak berarti baginya. Bahkan dengan gamblangnya dia mengakui hubungan menjijikannya dengan Abangnya sendiri.
"Apa betul itu Mas?" tanyaku sambil menatap tajam pada Mas Raka.
"Iya, aku memang dari awal sudah berhubungan sama Widya, kita saling mencintai bahkan hubungan kami juga sudah terlanjur jauh dari awal."
Ya Tuhan, tiba- tiba otot- otot tubuhku melemas mendengar pengakuan suamiku. Sungguh dari tadi aku berharap ini hanya halusinasiku atau mereka sedang melakukan prank padaku.
"Lalu kenapa kamu menikahiku Mas, kalau memang dari awal kamu sudah menjalin hubungan sama Widya. Kenapa kamu melamarku?" ujarku. Rasa sakit dan perih di hati akibat pengakuan suamiku membuat suaraku tak selantang sebelumnya.
"Itu semua gara- gara tua bangka sialan itu, dia melarang hubungan kami dan mengancam akan mencoret nama kami dari daftar warisan jika Abang tetap menikahiku. Baguslah sekarang dia sudah bersatu dengan tanah, jadi tak ada lagi yang akan menghalangi kami untuk berhubungan," ujar Widya.
Astahfirullahaladzim, Ya Allah tega dia bicara begitu pada ayahnya sendiri.
"Astafirullahaldzim, Widya tega kamu bicara begitu pada Ayah kamu?" ujarku. Tak terbayang sakitnya hati Ayah mertuaku jika dia mendengar ocehan putri semata wayangnya ini.
"Sekarang semua sudah jelaskan! Aku sama adikku ini memang ada hubugan dan pernikahan kita hanya kedok saja untuk menutupi hubungan kami," ujar Mas Raka.
"Baiklah Mas, kalau gitu sekarang juga ceraikan aku, aku gak sudi jadi kedok hubungan menjijikan kalian ini!" kataku dengan suara kembali meledak- ledak penuh emosi.
"Baiklah, sekarang juga pergi dari rumah ini dan ingat jangan membawa barang apapun dari rumah ini. Kamu hanya berhak membawa baju kamu saja tak lebih." ujar Mas Raka tanpa merasa bersalah sedikit.
"Baik, aku pergi Mas. Semoga kalian bahagia dengan hubungan tak waras kalian ini!"
"Halah, mau pergi ya pergi aja gak usah bac*t."
Sungguh rasanya aku ingin merobek- robek mulut Widya yang tak ada aklak itu.
Aku segera melangkah cepat kedalam kamar, sungguh aku sudah muak dan tak ingin berlama- lama melihat wajah- wajah menjijikan itu.
____
Beberapa saat kemudian semua baju sudah terkumpul ke dalam tas jinjing milikku.
"Aku pamit Mas," ujarku sambil melangkah melewati Mas Raka yang berdiri mematung dan melangkah menuju pintu keluar.
Tunggu!
Suara Mas Raka melengking tinggi menghentikan langkahku membuat aku berhenti melangkah dan . ke arahnya.
Entah mau apa lagi dia?
Bab 2 Status Vulgar Adik Iparku
Menjijikkan
"Maksudnya, aku sama Abangku ini memang ada hubungan dan kami memang sudah ehm ehm sih, makanya aku bisa bilang kalau dia perkasa," ujar Widya yang membuat darahku semakin naik.
Mataku membulat mendengar pengakuan Widya, benarkah Mas Raka yang aku kenal baik dan selalu bersikap lembut padaku itu memiliki sifat yang menjijikkan seperti itu?"Apa benar itu Mas?" tanyaku pada Mas Raka yang dari tadi hanya diam mematung.
"Mm anu," jawab Mas Raka sambil mengusap tengkuk. Tampaknya dia gugup dengan pertanyaanku.
Rasanya aku ingin meremas -remas wajahnya dan memukul dadanya. "Jawab Mas! Jangan anu- anu saja, apa benar kamu ada hubungan dengan Widya." Suaraku melengking ke seluruh ruangan, bahkan pundak Mas Raka sampai berjengkit mendengarnya.Sekilas dia menatapku dengan mulut yang sedikit terbuka, sepertinya terkejut dengan ledakan amarahku. Baru kali ini aku melengkingkan suara keras dihadapannya.
"Ck, jadi orang kok bego banget sih kamu, sudah jelas aku bilang aku memang ada hubungan sama Abangku, bahkan hubungan kami juga sudah ke tahap ranjang, kok masih nanya," kata Widya datar. Tak ada rasa bersalah sama sekali dari ucapanya itu.
Sungguh aku jijik melihat wajahnya, cantik tapi tak punya moral.
"Dimana otak kamu Mas, dia itu adik kamu. Apa tak ada wanita lain di luaran sana hingga adik sendiripun kamu embat, hah!? " ujarku masih dengan nada tinggi. Dadaku bergelombang, napasku sesak, ingin menangis tapi entah kenapa air mata ini sepertinya tak mau keluar.
"Memang kenapa, kami bukan saudara kandung kok, jadi ya gak papalah kami pacaran, wong kita saling cinta kok. Ya kan Mas?" ujar Widya sambil membelai dada Mas Raka dan mengerling manja.
Cih, wanita murahan!
Napasku turun naik tak beraturan melihat itu, emosiku kian meledak," menjijikkan! Kalian ada otak tapi kelakuan seperti bina*ang, tak tahu malu dan tak ada aklak !" ujarku penuh emosi sambil menatap tajam ke arah mereka.
"Ck, siapa juga yang betah punya istri seperti kamu, tua, kusam, lemah lagi!"
Plak
Aku yang emosi dengan kata- kata Widya segera melayangkan tamparan keras ke pipi mulus iparku yang tak ada aklak itu.
"Hani!"
Mas Raka berteriak lantang saat aku menampar Widya, matanya tajam menatapku, napasnya kembang kempis.
"Kamu jangan pernah sekalipun menyentuh adikku, kamu boleh marah sama aku tapi jangan pernah menyakiti Widya. Harusnya kamu ngaca kenapa aku selingkuh dengan dia, ini karena aku tak pernah puas dengan kamu. Kamu tu kusam, gak bisa nyenengin hati suami, itu kenapa aku pilih kembali pada Widya."
Apa katanya kembali, apa ini artinya mamang dari awal mereka sudah ada hubungan?
"Kembali pada Widya, maksud kamu apa Mas?"
"Begini ya kakak iparku, sebenarnya memang dari awal kami itu sudah punya hubungan bahkan jauh sebelum Abangku kenal sama kamu, kami sudah pacaran," jawab Widya. Entah wanita jenis apa dia ini, padahal tamparanku tadi cukup keras tapi sepertinya tak berarti baginya. Bahkan dengan gamblangnya dia mengakui hubungan menjijikannya dengan Abangnya sendiri.
"Apa betul itu Mas?" tanyaku sambil menatap tajam pada Mas Raka."Iya, aku memang dari awal sudah berhubungan sama Widya, kita saling mencintai bahkan hubungan kami juga sudah terlanjur jauh dari awal."
Ya Tuhan, tiba- tiba otot- otot tubuhku melemas mendengar pengakuan suamiku. Sungguh dari tadi aku berharap ini hanya halusinasiku atau mereka sedang melakukan prank padaku.
"Lalu kenapa kamu menikahiku Mas, kalau memang dari awal kamu sudah menjalin hubungan sama Widya. Kenapa kamu melamarku?" ujarku. Rasa sakit dan perih di hati akibat pengakuan suamiku membuat suaraku tak selantang sebelumnya.
"Itu semua gara- gara tua bangka sialan itu, dia melarang hubungan kami dan mengancam akan mencoret nama kami dari daftar warisan jika Abang tetap menikahiku. Baguslah sekarang dia sudah bersatu dengan tanah, jadi tak ada lagi yang akan menghalangi kami untuk berhubungan," ujar Widya.
Astahfirullahaladzim, Ya Allah tega dia bicara begitu pada ayahnya sendiri."Astafirullahaldzim, Widya tega kamu bicara begitu pada Ayah kamu?" ujarku. Tak terbayang sakitnya hati Ayah mertuaku jika dia mendengar ocehan putri semata wayangnya ini.
"Sekarang semua sudah jelaskan! Aku sama adikku ini memang ada hubugan dan pernikahan kita hanya kedok saja untuk menutupi hubungan kami," ujar Mas Raka.
"Baiklah Mas, kalau gitu sekarang juga ceraikan aku, aku gak sudi jadi kedok hubungan menjijikan kalian ini!" kataku dengan suara kembali meledak- ledak penuh emosi.
"Baiklah, sekarang juga pergi dari rumah ini dan ingat jangan membawa barang apapun dari rumah ini. Kamu hanya berhak membawa baju kamu saja tak lebih." ujar Mas Raka tanpa merasa bersalah sedikit.
"Baik, aku pergi Mas. Semoga kalian bahagia dengan hubungan tak waras kalian ini!"
"Halah, mau pergi ya pergi aja gak usah bac*t."
Sungguh rasanya aku ingin merobek- robek mulut Widya yang tak ada aklak itu.
Aku segera melangkah cepat kedalam kamar, sungguh aku sudah muak dan tak ingin berlama- lama melihat wajah- wajah menjijikan itu.
____
Beberapa saat kemudian semua baju sudah terkumpul ke dalam tas jinjing milikku."Aku pamit Mas," ujarku sambil melangkah melewati Mas Raka yang berdiri mematung dan melangkah menuju pintu keluar.
Tunggu!
Suara Mas Raka melengking tinggi menghentikan langkahku membuat aku berhenti melangkah dan . ke arahnya.
Entah mau apa lagi dia?
Bab 3 panik gak?"Aku pamit Mas," ujarku sambil melangkah melewati Mas Raka yang berdiri mematung dan melangkah menuju pintu keluar.Tunggu!Suara Mas Raka melengking tinggi menghentikan langkahku membuat aku berhenti melangkah dan menoleh ke arahnya."Ada apa lagi Mas, urusan kita sudah selesai tak ingin melihat wajah kalian lagi, aku jijik!" ketusku."Sombong amat. Heh! Abangku menyuruh kamu berhenti itu untuk melihat isi tas kamu. Mau lihat jangan- jangan benda berharga kami kamu ambil." "Aku bukan maling," ketusku. "Ck, gak yakin Gue," ujar Widya. Tingkah anak ini semakin lama kian menyebalkan, entah bagaimana dulu orang tuanya mendidiknya."Hai! Aku memang miskin tapi aku gak punya jiwa maling seperti kamu!" "Gak ush bac*t, sini tas kamu!" Tanpa ada sopan santun sama sekali, Widya mendekat dan merebut tasku."Maling mana mau ngaku," ujar Widya sambil mengeluarkan semua barang- barangku.Sungguh ingin rasanya aku cakar- cakar wajah bocah tak ada aklak ini.Beberapa saat kemudi
Bab 4 Bodo Jangan Kebangetan"Sayang, aku gak pengecut, aku cuma cari waktu yang tepat, makanya tadi aku bilang kalau yang terjadi antara kita hanya prang." Mataku membulat mendengar penuturan Mas Raka barusan. "Apa Mas! Jadi prang itu betulan, kalian betul- betul ada hubungan hah!" ujarku dengan emosi meledak- ledak, membuat dua orang kakak beradik pendusta itu menoleh ke arahku."Han- Hani, sejak kapan kamu di situ?" tanya Mas Raka. Dari suaranya terdengar gugup."Kamu tak perlu tahu sejak kapan aku di situ Mas, yang jelas aku sudah tahu semua tentang kalian. Pendusta, pembohong, penzina, menjijkkan kalian!" ujarku penuh emosi. Napasku memburu, dadaku bergelombang, ada yang panas di dalam sini."Dasar kamu saja yang bod*h, mau saja di kebuli, makanya punya otak di pakai, jangan buat pajangan," ujar Widya ketus.Bocah songong ini sepertinya mulutnya perlu di cabein biar kapok.Ku remas tanganku lalu ku kepal erat melihatnya," dasar bocah songong, apa tanparanku tadi kurang keras h
Bab5 Mulai Curiga"Maksud Lo apa?" tanyaku tak mengerti karena jujur selama ini aku kalau tidur ngebo, mulai tidur jam 8 atau 9 malam dan tak kan bangun sebelum adzan subuh, kecuali malam itu."Makanya bego jangan kebangetan, maksud Gue gini, Gue curiga Raka naruh apa- apa di susu Lo sebelum tidur, makanya Lo kalau tidur pules banget kek orang koit," ujar Tary. Aku memang punya kebiasaan minum susu sebelum tidur dan Mas Raka selalu membuatkanku susu sebelum tidur."Maksudnya obat tidur?" "Tumben pinter," kata Tary tapi aku tak akan terlena dengan pujiannya, aku tahu habis ini mulutnya yang asal nyap- nyap itu pasti bilang bego lagi."Terus tujuannya apa?" "Tujuanya kalau Raka mau pindah ke kamar Widya terus ehm- ehm Lo gak tahu," sinis Tary."Masa sih Mas Raka begitu, gak ah," ujarku."Makanya Lo kalau bucin jangan kebangetan. Heran Gue sama Lo, diapain sih sama Raka sampai lola gini? Di kasih duit kagak, kenal juga baru beberapa bulan terus nikah, kok Lo bisa bertekuk lutut gini, s
Bab 6 Status Vulgar Adik IparMantra Penunduk IstriAku tidur dengan gelisah, berulang kali mata kupejamkan tapi tak dapat terlelap. Hingga aku merasakan gerakan halus Mas Raka, dia berhenti sejenak sebelum melangkah.Sempat ku intip dia mengendap- ngendap membuka pintu, mau kemana dia?Apa benar dia akan menuju kamar Widya?"Kamu mau kemana Mas?" tanyaku yang membuat Mas Raka sukses terkejut, pundaknya berjengkit, mulutnya melongo sesaat aat menatapku. Sesaat kemudian dia mengusap tengkuk dan menggaruk kepalanya.Entahlah mungkin kepalanya ada ketombenya."Eh, mm, kamu belum tidur Sayang?" tanya Mas Raka. Dari gelagatnya tampak salah tingkah."Belum Mas, kamu mau kemana kok keluar, mau ke kamar Widya ya?" Mas Raka tampak kaget dengan pertanyaanku."Eh, ya, ya enggak dong Sayang. Mau ngapain juga malam- malam ini ke kamar Widya, mm aku mau, mau ke toilet Sayang," ujar Mas Raka."Mas," ujarku yang membuat Mas Raka berhenti melangkah dan berbalik menatapku kembali."Ya Sayang." "Toile
Bab7 Status Vulgar Adik IparkuAku Tak Bodoh "Iya, jangan sampai. Mungkin kita cari saja dukun yang lebih sakti, yang memiliki mantra penunduk lebih ampuh dari Ki Joko." Apa ini, dukun, mantra penunduk, rencana?'huh, dasar kampungan! Main dukun ternyata, pantas aku jadi Oon se oonnya.' batinku.Emosiku mendadak naik ke ubun- ubun, kurang ajar sekali mereka. Apa mereka gak tahu kalau dukun itu jatuhnya ke sirik, seperti orang tak beriman.Aku melangkah cepat dengan emosi yang menggebu- gebu, napasku tersengal, tanganku mengepal erat. Namun, aku gak dapat apa- apa kalau hanya sekedar memaki saja.Ok, aku ikuti permainan kalian saja."Mas, Wid, kalian sudah pulang?" tanyaku. Sebisa mungkin menyembunyikan hati yang meluap-luap karena emosi, aku harus tenang."Eh, Sayang. Iya sudah, baru saja sampai," jawab Mas Raka yang kelihatan gugup melihatku.Sepertinya dia takut aku mendengar apa yang dia ucapkan tadi."Kalian sudah makan, aku masak enak lo," ujarku seperti biasa, seolah tak terja
Bab8 Kita Balas Mereka"Maksud kamu?" tanya Mas Raka. Wajahnya tampak tegang dan matanya menatap tajam padaku."Masih kurang jelas, kok mendadak jadi telmi ya, anda," ujarku sambil tersenyum sinis."Halah Bang, palingan dia menggeretak, wanita sebodoh istrimu itu, otaknya mana sampai mau buat hal kek gitu," ujar Widya."Wow, Nona Widya yang terhormat namun sayang otaknya dangkal. Coba anda cek, sertifikat anda ada di rumah atau di tangan notaris, hah?" Sebenarnya di antara sadar atau gak, mungkin akibat pengaruh mantra penunduk yang katanya selalu di rapal Mas Raka atau memang otakku agak geser sejak jadi istri Mas Raka, aku diam- diam mengambil surat-surat penting milik Mas Raka dan aku alihkan atas namaku, aku juga meminta notaris untuk menyimpan benda berharga itu.Enak saja, dia minta haknya tiap hari sementara hakku dia kasihkan pada wanita lain.Tanganku sudahpun bersiap untuk membuka daun pintu. Namun, tidak, aku akan main cantik untuk memberi pelajaan pada mereka, sekalipun s
Bab 9 Pusaka ( Twiter) Menghilang Pov Raka"Wajahmu kenapa Bang?" tanya Widya saat kami berpapasan di dapur. Gadis kesayanganku itu membelai pipiku yang mungkin sudah lebam dan membiru akibat dipukuli secara brutal oleh Hani tadi malam, bahkan twiterkupun masih terasa sakit akibat kena tendangan si Hani, untung aku gak pingsan. "Shsh, haduh sakit," ujarku agak berteriak menahan nyeri."Eh maaf, sakit ya Bang?" ujar Widya. "memang itu kenapa sih Bang, kok wajahmu jadi hancur gitu.""Itu istri Abang yang gak cantik itu pakai ngelindur segala, Abang di sangka maling terus di gebukin, mana twiter Abang juga di tendangnya," ujar sedikit memelas."Aduh, sakit dong," ujar Widya sambil meringis. "Terus si twiter apa kabar Bang, masih sehat kan?" "Hiis, dasar mentel, bukannya Abang yang di tanyain kabar malah twiter," sewotku."Kan twiter juga penting sih Bang," jawab Widya. Aku sama Adik Tiriku ini sebenarnya sudah lama berhubungan, bahkan sejak pertama kali Widya di bawa Papa ke rumah
"Ceraikan saja istrimu Bang!" ujar Widya. Namun, selalu aku tolak karena aku merasa Hani menyembunyikan sesuatu dariku, dia sepertinya anak orang kaya, hanya saja tak mau ngaku. "Kita masih perlu dia untuk masak dan mengurus rumah ini," jawabku beralasan."Tapi gimana kalau dia tahu kita ada hubungan dan menyebar aib kita Bang, malu kan aku. Apalagi folower IG sekarang ini makin banyak." "Kamu tenang saja, Abang sudah dapat mantra penunduk istri biar si Hani itu nurut sama kita," ujarku.Widya tersenyum mendengar ucapanku."Loh, kalian di sini?" Aku hampir lompat saat tiba- tiba terdengar suara Hani, entah dari mana datangnya."Is, bisa gak sih jangan bikin jantungan orang, nylonong saja tanpa permisi," ketus Widya."Loh ini kan dapur, tempat umum, masa iya harus permisi dulu. Lagian aku mau masak kok," ujar Hani sambil meletakkan kresek besar di atas meja, mungkin berisi belanjaan."Mau masak apa Sayang?" tanyaku kemudian mendekat ke Hani."Mas mau aku masakin apa?" tanya Hani lemb