Maria menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada dikamar mandinya, ... perempuan itu melangkahkan kakinya ke arah counter dapur seraya mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaus putih kebesaran, wanita yang memiliki darah belanda itu menyiapkan makan siangnya dengan gerakkan santai. Hari ini perempuan tersebut sengaja mengosongkan waktunya karena terlalu bosan dengan semua yang dia lakukan, Maria menoleh ke arah jam dinding yang terpanjang tepat di atas lukisan akrilik mahal miliknya. Ponselnya bergetar membuat gadis itu melengos dengan cepat, Maria berbinar saat nama siapa yang tertera. Wanita tersebut meraih ponselnya cepat dan langsung bertutur manis, “halo, ... mas Jaeran? Kenapa? Kangen ya?” Manisnya namun itu sirnah saat mendengar suara lembut perempuan yang ia bisa yakini itu adalah Rosa.
Buku jarinya yang lentik mengepal kuat seraya mengatur deru nafas semakin memburu, ... perempuan itu mengulas senyum terbaiknya lalu berusaha unt
Malam itu dihabiskan oleh kedua pasangan ini dengan bercudle ria, lebih tepatnya hanya Jaeran ajh yang melakukannya. Rosa sedang membaca buku dengan menjadikan paha sang suami sebagai bantalnya, sedangkan Jaeran lagi memainkan surai halus perempuan sembari menonton teman tapi menikah season dua. Perempuan itu memandang sang suami dengan maksud yang tersembunyi, wanita tersebut memindah chanel yang ada tayangan masakannya seusai membaca buku. “Aku liat tayangan kaya gini ajh udah ngiler, kayanya enak, ya kan, Na?” Pemuda itu mengerutkan dahi bingung lalu mengangguk seraya kembali menatap layar televisi.Jaeran merapatkan bibirnya lalu menundukkan kepalanya memandang wajah cantik isterinya. “Kamu mau?” Rosa mengangguk antusias, lelaki membuka google dan mencari lokasi tempat pembelian terdekat. Dengan cepat tangan berpindah ke navigasi lokasi dan mencari jalurnya. “Tunggu ya, kesayangan aku, bentar lagi aku beliin, ... pengin banget kayanya,” jempol Rosa langsun
Jerome sebenarnya tak pernah meminta untuk ke mana hatinya akan berlabuh pada siapa dan di mana? Lagipula kenapa Hilda selalu mempermasalahkan hal kecil seperti ini, ... pemuda itu mendengus kesal karena selalu membahas hal yang sudah lalu. Bukan apa-apa perkara tentang hati biar dia dan tuhan saja yang tau, orang lain jangan. Ditengah pertengkarannya itu Jerome sempat memandang muak kelakuan Jebi yang terus mengikuti tunangannya, lelaki itu mengatupkan bibirnya marah lalu melengos pergi dari arah parkiran kampus, walau sudah menjelang skripsi dan sebentar lagi sidang lelaki itu tetap harus mengerjakan mata kuliahnya.Hilda menghampirinya dengan wajah ceria seraya lengan kecilnya merangkul bahu besar itu, namun dengan secepat kilat pemuda itu menurunkannya dan meluruskan penglihatannya kejalanan. “Kamu kenapa badmood gitu? Marah?” Tanya Hilda yang merasa diacuhkan oleh sang kekasih. Bukan menjawab pria itu malah bertanya balik pada
Jaeran berpamitan pada semua keluarga setelah beberapa hari menginap tentu saja dengan keadaan Rosa yang berada dipunggungnya membuat sang ibu mertua khawatir akan kondisi putri keduanya, namun lelaki itu sangat menyakinkan bahwa semua baik-baik saja. Dengan senyumnya yang membuat orang lain lebih tenang, saat ada di dalam mobil lelaki itu mengusap pelan garis wajah isterinya, rasanya baru kemarin ia mengunjungi rumah sakit dan mendapat kabar bahwa isterinya mulai sehat namun seakan tak percaya dengan fakta bahwa Rosa menyembunyikan hal lain darinya. Helaan panjang terdengar, pria itu mengusak surainya kasar kemudian melajukan mobilnya cepat.Maria bersiap akan menemui pujaan hatinya, siapa yang tau kalau tambatan hatinya memiliki seorang isteri, ... ketika ponselnya berdering perempuan itu mendengus kesal karena Hilda tiba-tiba saja menghubunginya dengan nada yang agak terisak kecil. Maria segera meluncur ke tempat teman baiknya tersebut, perempuan itu bernia
Bukan tanpa alasan Rosa cemburu pada perempuan yang lagi bergelayut manja dilengan suaminya itu, walaupun Jaeran tak menanggapi hal itu. Namun itu cukup mengganggu isi kepala perempuan yang sudah menikahi lelaki itu selama ini, hey! Bukan sekali saja ada yang mencoba merusak hubungan mereka. Bahkan suaminya bertahan pada sikap posesifnya itu dan merenggut kesal pada adiknya sendiri, bukankah itu sangat kekanakkan sekali. Jerome menepuk pundak perempuan yang lagi memandang ke arah depan dengan geramnya itu, ... lelaki itu menuntut Rosa agar beristirahat dikamar saja, “aku gak apa, kalo aku kalah sama trauma sialan itu, ... aku bakal kehilangan suami sendiri.” Paksa Rosa dengan senyum yang terpatri, namun sang adik ipar tak mau terjadi sesuatu yang tak diinginkan.“Kakak juga harus mikirin bayi kakak,” pelan pria tersebut, akan tetapi Rosa tak menghiraukan hal itu dan tetap pada pendiriannya.“Kamu dengar aku kan?!” Jerome
Sudah setengah jam mereka tak menegur satu sama lain, Rosa sibuk dengan aktivitasnya dan sedangkan sang suami hanya memerhatikan perempuan itu yang terus saja mengerjakan naskahnya tanpa berniat untuk mengambil makan. Jaeran berdiri lalu melangkah ke dapur, ... membuka kulkas dan melihat ke dalamnya, lidahnya sangat kelu saat hendak bertanya mengenai persediaan bahan pangan. Cengkeram tangannya menguat pada bagian sisi pintu lemari beku itu, lelaki tersebut menghela panjang dan berjalan ke depan sang isteri seraya memeluknya erat. Rosa tak bergeming dan masih berdiam diri seakan hantaman keras menimpanya, ucapan Maria terus berputar di dalam otaknya, rasa ragu itu kian menguat saat sang suami mendadak membela perempuan yang baru mereka temui itu. “Kamu sebenarnya, ...” lelaki itu melonggarkan rengkuhannya dan menatap manik sang isteri, “kasiankan sama aku?” Cicit perempuan itu yang menundukkan kepalanya ke bawah.Disaat serius seperti in
Jena menatap putra sulungnya dengan senyum yang sulit diartikan, ... perempuan paruh baya itu melangkah ke arah sang anak dan duduk disampingnya. Wanita beranak dua itu memandang wajah muram anak lelaki kesayangannya itu, ah, bukan anak lelaki yang mengecewakannya. Jena mengusap surai putranya pelan lalu menghela panjang, perempuan tua itu memandang ke arah lain dari sisi putra pertamanya, ... ada Jerome yang tengah terburu-buru menemui isteri kakaknya. Perempuan empat puluh delapan tahun tersebut hanya bisa menatap kedua anaknya kasian, ya, setidaknya mereka tak perang saudar. “Kamu masih ingat rumah ini rupanya,” sindir sang mama yang tak ditanggapin oleh putra pertamanya itu.“Mama apaan si,” luruhnya yang beranjak setelah beberapa menit. “Jerome, ... mana dia?” Tanya Jaeran pada sang mama namun perempuan tua hanya tersenyum penuh makna.“Kenapa kamu Na, ... ada masalah sama isteri kamu? Harusnya kamu dulu ikhlasin ajh dia buat adikmu,” Jae
Jaeran memainkan ponselnya dan jangan lupa posisi mereka yang seperti orang pacaran, Maria menidurkan kepalanya di atas lengan pemuda itu seraya memerhatikan wajah tampan itu dengan asiknya. Maria memandang lekat rupa lelaki itu tangannya yang lembut mulai membayangi sudut bibir pria tersebut, ... Jaeran meliriknya sekilas ditampiknya tangan itu kemudian pemuda itu beranjak dari duduknya dan langsung melengang ke dalam kamar mandi. Maria menghela pelan saat mendapat penolakan lagi, lelaki yang mengambil air itu agak terkejut saat sebuah tangan melingkar dipinggangnya. Jelas saja itu ia lepas secara spontan karena tak ingin menimbulkan masalah yang lebih rumit, perempuan itu tak ada habisnya menggoda Jaeran yang terlihat lelah akan banyak hal.Pemuda itu mendengkus kasar lalu meraih ponsel serta jam tangannya, "mau ke mana?" Tanya Maria yang berada jauh dibelakangnya. Jaeran memakai jam arlojinya lalu melirik wanita itu tak minat, lelaki tersebut berjalan begitu saja
Tidak bisakah sehari saja perempuan itu tak menghubungi nomornya, Jaeran sungguh lelah menghadapi situasi yang tidak pernah bisa ia tebak seperti kala itu. Maria selalu mengganggunya dengan baragam alasan yang tentunya tak masuk akal, bagaimana caranya pria itu meninggalkan perempuan yang kini sedang tertidur pulas di lengannya. Pemuda itu mendengus dingin lalu menggerakkan tangannya seraya berjalan begitu cepat, ... Namun lagi dan lagi Maria terus saja menahan lengannya. Jaeran sangat tidak nyaman terlebih posisinya yang strategis untuk dijadikan bahan ghibah orang lain, Maria membuka kelopak matanya kemudian menatap wajah sang prianya itu. “Bagaimana cara aku bisa mendapatkan kamu?” Celetukan itu tak membuat pemuda yang ada dihadapannya bergeming sedikitpun.“Gak perlu melakukan apapun, ... Gue bukan jodoh loe,” jelas namun menyakitkan itu faktanya, Maria tersenyum geli dengan kata-kata itu. Hey! Dia rela, sungguh! Jika diperlukan untuk merebut hak perempuan