Share

bab 2

-

bab 2

-

Pena menatap bingung sebelah sepatu fantovel di tangannya, kemudian ia beralih menatap Albi yang berdiri di ambang pintu kelas 11 IPS 5 berhadapan dengannya. "Kok sebelah doang?" tanyanya heran.

"Sebelahnya lagi dibuang Minerva di tong sampah. Lo mau make sepatu bekas buangan?" balas Albi santai dengan jujur. Karena sejatinya pemuda jenius itu tidak suka berbohong.

Mata Pena melebar, kemudian geraman samar keluar dari mulut mungilnya. "Gak tau aja tuh anak lagi berurusan sama siapa," gumamnya marah sambil membuang sebelah sepatu fantovelnya ke sembarang arah. Yang nahasnya malah mendarat tepat di wajah teman satu kelasnya, Jeno.

"EH ANJENG GUE KETIBAN DOSA!" Jeno berseru nyaring sambil mengusap wajahnya yang terasa perih luar biasa.

Pena tak memedulikan seruan Jeno, ia mulai melangkah hendak memberi Minerva pelajaran. Namun langkahnya terhalang oleh badan kekar Albi. "Minggir, anjeng. Badan lo ngalangin dunia," katanya sewot menyuruh Albi bergeser memberi jalan untuknya.

"Badan gue lebarnya kurang lebih cuma sekitar 39,6 senti sedangkan dunia ini luasnya 510,1 juta kilometer persegi. Jadi perhitungan lo itu salah bangetー"

"Gue gak pake perhitungan, gue pake majas!" Pena memotong langsung sambil mendelik. "Jadi, Kanjeng Romo Albino, bisa minggir sekarang?"

"Nggak."

Rasanya emosi Pena sudah memuncak di dalam kepala. "Mau lo apa sih?!" sentaknya kesal.

"Gue mau lo." Pena membeku. "Di sini." Alisnya bertaut, sok bingung, aslinya memang bingung. "Jangan kemana-mana." Kedengarannya sangat ambigu. Dan Pena benci perasaan kupu-kupu terbang ini. "Biar gue yang ngasih pelajaran ke Minerva." Lagi-lagi Pena dibuat tertegun.

"Lo gak perlu buang tenaga ngadepin cewek gak waras itu. Cukup fokus sama perjuangan lo buat geser peringkat gue."

Sial. Lagi-lagi harus dihantam kenyataan.

"IYA IYA!" balas Pena sewot sambil mendelik tersinggung.

"Gapapa, Na, besok dibeliin satu tokonya sama Albi!" Cela menyerobot nimbrung sambil terkikik pelan ala kuntilanak.

"Sekalian, Na, kalo bosnya ganteng pepet!" Firman ikut-ikutan mengompori.

"Gak usah jauh-jauh. Tuh bos besar udah ada di depan mata," celetuk Hozil tenang sambil makan kuaci bersama Oji dengan sebelah kakinya yang terangkat diletakkan di atas mejanya- tidak sopan.

Seketika teman-teman Pena kompak berseru menggoda sambil mengeluarkan suara-suara aneh yang agak membuat frustasi. Pena ikut-ikutan berseru nyaring sok menenangkan. Padahal aslinya gadis itu juga menirukan suara macan atau malah serigala ーsemakin membuat frustasi.

Reaksi Albi masih tenang, tampak tak terganggu sama sekali. Bahkan ia memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana panjangnya. "Lo kan yang nganggep gue antagonis?" tanyanya tiba-tiba berbelok.

Bukannya merasa bersalah atau kaget, Pena malah mendongak dan membalas dengan santai. "Lo emang antagonis."

Jujur, hati Albi rasanya panas mendengar pengakuan itu. "Loー"

"Semua orang di sini juga pasti berpendapat sama. Lo antagonisnya, Albi." Pena seolah-olah mengatakannya dengan penuh penekanan. "Tapi lagi-lagi ini cuma soal perspektif dan pendapat orang lain. Gak tentu kenyataannya lo emang pantes disebut antagonis. Kalo menurut lo sendiri lo bukan antagonis, yaudah gausah diambil pusing."

Kalimat ambigu.

"Jadi menurut lo gue bukan antagonis?" tanya Albi lagiー jujur, sedikit berharap.

Pena mendongak, menatap mata Albi lekat.

"Pada dasarnya setiap manusia yang dilahirkan itu beda-beda. Tapi gak mungkin juga kan Tuhan ngasih peran bawaan lahir sebagai antagonis ke makhluk ciptaan-Nya? Begitu juga elo." Penjelasan Pena membuat Albi terhenyak. "Dengan kata lain, lo mungkin dianggap antagonis karena keadaan yang lo jalani sekarang lebih dominan ke sikap dan perbuatan yang antagonis. Artinya, secara gak langsung, lingkungan yang memaksa lo buat jadi antagonis. Right or right?"

Untuk pertama kalinya, Albi benar-benar terpesona dengan senyum seringai milik salah satu musuh bebuyutannya, Pevita Natalia. Untuk pertama kalinya juga, reaksi ilmiah ala orang kasmaran yang sering tertulis di blog dokter itu Albi rasakan sekarang. Untuk pertama kalinya juga, kupu-kupu dan kembang api meledak di dalam hatinya.

Sial. Perasaan ini muncul lagi setelah sekian lama? Dan parahnya lagi, kepada gadis cuek bin galak seperti Pevita Natalia?

Albi benar-benar hampir tersenyum sebelum suara asli Pena yang sebenarnya kembali terdengar.

"Jangan bilang lo naksir abis gue belain gini?"

Just Pena being Pena. Bisa-bisanya gue ngaku kalo jatoh sama dia. Gak masuk akal banget. ーbatin Albi mencoba membuyarkan pikiran anehnya yang sempat terlintas tadi.

"Najis. Kenapa gue bisa naksir sama lo?" Albi segera menguasai diri sembari mengelak.

"Kenapa juga lo gak bisa naksir sama gue????" balas Pena sewot.

"HEH HEH DEBAT TEROSSS AWAS BESOK KAWIN!!!!" Ragil berseru nyaring menginterupsi.

Pena menoleh ke belakang, lalu mengumpati Ragil dengan nyaring. Untuk pertama kalinya lagi, Albi bukannya merasa kesal tapi malah merasa gemas saat melihat dan mendengar umpatan yang keluar dari mulut mungil Pena.

-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status