Lagi-lagi Bella harus dipusingkan dengan ulah ajaib Jona. Makanya menjadi pucat karena bingung harus menjawab apa. Kemudian ia mendekat ke arah Jona. Sambil menunjukkan bahwa dirinya sedang terhubung dengan sambungan video call dengan Laura.“Ada apa sayang? Bu Laura sampai kaget lho denger kamu teriak panggil aku,” tanya Bella dengan ekspresi wajah yang dibuat sabar dan senyuman yang manis.Mendengar nama Laura disebut matanya langsung mendelik. Kemudian ia berpura-pura bersikap manis kepada Bella, setelah Bella menunjukkan layar ponselnya kepada Jona. “Itu, Bu Laura. Saya tadi mencari obat demam. Karena saya sedang tidak enak badan. Dan karena tidak ketemu saya sedikit emosi,” jelas Jona panjang lebar. Dan berbohong tentunya. Karena bukan itu alasan utama Jona berteriak seperti itu tadi kepada Bella.Selain berupaya menjelaskan. Jona juga meminta maaf kepada Laura. “Maafkan saya ya, Bu. Kalau suara saya tadi sampai mengagetkan Ibu.”“Nggak kaget gimana. Kamu panggil istri kayak pang
Bella tak menyerah. Mengulurkan segelas teh yang dibawanya lebih dekat dengan wajah Jona. Namun Jona masih enggan.“Anggap saja ini ucapan terima kasih karena sudah boleh menumpang di rumahmu,” bujuk Bella.Jona akhirnya luluh. Meski dengan tatapan yang dingin ia meraih secangkir teh chamomile yang diulurkan Bella. Aroma harum menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Jona. Kemudian Jona menyeruputnya selagi hangat.Setelah menghabiskan setengah dari cangkirnya, Jona menjadi lebih tenang. Kemudian ia meletakkannya di atas lantai dengan perlahan. Bella masih ada di sana.“Kalau kamu mau, kamu bisa cerita ke aku tentang masalahmu. Aku nggak bisa jamin bisa bantu kamu. Cuma mungkin itu bisa sedikit mengurangi bebanmu,” ucap Bella. Berharap Jona mau berbagi cerita. Karena Bella merasa kasihan.“Kamu nggak perlu tau,” tolak Jona masih dengan nadanya yang dingin.Jona sudah berkata seperti itu. Bella merasa tak punya hak untuk memaksa. Ia kemudian mengangguk pelan. “Okey. Kalau gitu aku ngg
“Iya, Bu Laura. Saya ke sini untuk mengambil minum,” jawab Bella.“Kenapa nggak nyuruh pembantu?” tanya Laura.“Tadinya waktu Si Mbak menawarkan saya minum, saya belum haus, Bu,” jawab Bella.“Mungkin dia kelamaan nunggu kamu bersiap-siap, Sayang,” sambar Ronald.Laura manggut-manggut mengerti. Benar apa yang dikatakan oleh suaminya. Laura menyesalinya. Kemudian meminta maaf kepada Bella.“Iya juga ya. Kalau gitu maafin, aku ya, Bel,” ucap Laura dengan tulus.“Iya, Bu. Tidak apa-apa kok,” sahut Bella.“Kamu lagi mau buat apa, Yah?” tanya Laura. Sambil melihat cangkir kosong di tangan Ronald.“Aku ke sini untuk membuat kopi,” jawab Ronald.Laura hanya ber'oh’. Dan tak curiga kepada suaminya. Padahal awalnya dia ke sana niatnya hanya untuk mengejek wajah Bella yang terlihat mengenaskan. Hanya untuk meluapkan rasa sakit hatinya kemarin. Karena Bella telah bersikap tidak baik kepadanya. Namun karena takut kepada Laura. Ronald mengurungkan niatnya lalu membuat kopi sesuai alibinya tadi.K
Hasil dari tawar menawar yang berjalan alot tersebut menghasilkan keputusan Bella yang menang. Laura mengalah karena itu merupakan hak Bella menentukan keputusan untuk hidupnya.“Baiklah kalau itu keputusanmu. Aku nggak mungkin maksa-maksa kamu. Tapi kalau kamu butuh bantuan apapun jangan segan untuk hubungi aku, ya,” ucap Laura.Bella tersenyum. Dia lega karena akhirnya Laura tak marah atas keputusannya. Ia kemudian mengangguk. “Pasti, Bu Laura,” sahutnya. “Terima kasih, Bu Laura,” ucap Bella dengan tulus.Laura memundurkan kepalanya. “Terima kasih untuk apa?” tanyanya pura-pura tak mengerti.“Karena Bu Laura sudah baik kepada saya. Banyak membantu saya. Dan satu lagi. Terima kasih juga atas perhatian Bu Laura,” jawab Bella panjang lebar.Laura tertawa. “Kita kayak baru kenal aja sih, Bel. Aku kayak gitu karena kamu juga banyak bantu aku. Aku nggak akan jadi sebesar sekarang tanpa kamu.”“Pasti, Bu Laura,” sahut Bella.“Udah jam 9 lebih. Kita sarapan, yuk,” ajak Laura. Setelah meliha
“Mulai sekarang aku akan kasih kamu uang buat kamu belanja bahan makanan. Tapi patungan. Jadi bisa dimakan berdua masakannya,” jawab Jona.“Bukannya kamu bilang masakanku nggak enak. Dan lagi hubungan kita kan bukan kayak suami istri pada mestinya. Ngapain kamu tiba-tiba nyuruh aku masak buat kamu?” Bella memberondong Jona dengan banyak pertanyaan. Membuat lelaki itu bingung bagaimana harus menjawabnya.“Apa salahnya sih masak buat aku. Kenapa harus banyak pertanyaan kayak wartawan gitu?” hardik Jona dengan wajah kesal. “Setidaknya kamu balas budi karena udah numpang di sini,” lanjutnya.Bella melenguh. Tak ada gunanya berdebat dengan orang seperti Jona. Hanya akan membuang energi percuma saja. Biarkan saja, yang penting tak menganggu urusan pribadinya. Dan selama itu tak menyakiti dirinya dan bayinya. “Baik, Tuan. Saya akan lakukan,” ledek Bella dengan ekspresi mengejek.Akan tetapi Jona tak menghiraukannya. Dia berlalu meninggalkan Bella. Baginya saat ini yang penting keinginannya t
Bella memutuskan untuk tidak mengangkat telepon di ponsel Jona. Karena ini privasi. Ia melanjutkan kegiatannya lagi. Namun ponselnya tak henti berdering. Akan tetapi Bella akhirnya mengangkatnya karena sudah 5 kali berdering. Bella khawatir ada sesuatu yang sangat darurat.“Jona, jangan salahin aku ya. Aku nggak akan mencampuri urusan kamu, kok,” gumam Bella sebelum menggeser tombol hijau pada layar.“Halo Jojo. Kamu di mana sekarang?” tanya seorang wanita berusia lanjut.“Jo–Jojo? Jojo siapa?” Bella berbalik tanya. Karena tak mengerti nama yang dimaksud. Padahal Jojo adalah panggilan Jona juga.“Iya Jojo. Kamu siapa? Kenapa menjawab telepon dari ponsel Jojo?” tanya wanita di ujung telepon tersebut.Sebelumnya tak ada yang memanggil nama Jona dengan panggilan Jojo. Namun akhirnya Bella paham. Mau tak mau dia harus menjelaskan jika dirinya adalah istri Jona.“Saya adalah istri Jona. Maksud saya istrinya Jojo,” jawab Bella. “Bilang ke Jojo. Suruh pulang!” suruh wanita di ujung telepon
“Kami saling berbagi tugas sebenarnya, Bu Laura. Hanya saja saya kemarin terlampau rajin saja. Karena Jona sedang sibuk,” jawab Bella berbohong.“Kamu kayaknya harus punya asisten rumah tangga deh biar nggak terlalu capek kalau Jona lagi sibuk gini,” ucap Laura yang percaya dengan penjelasan Bella.Bella merasa asisten rumah tangga hanya akan memberatkan dirinya saja. Sementara Bella ingin berhemat. Karena sebentar lagi kebutuhannya akan semakin banyak dengan kelahiran anaknya. Bella harus menabung lebih banyak.“Saya rasa belum waktunya memiliki asisten rumah tangga, Bu. Saya dan Jona masih bisa mengurus semuanya sendiri,” sahut Bella.Laura mengangguk. Dia tak mungkin memaksakan kehendaknya pada Bella. Karena itu adalah urusan rumah tangga Bella dan Jona. “Ya sudah kalau begitu.”Tak lama mobil mereka berdua sampai di rumah klien. Kemudian Bella dan Laura turun dari mobil, dan masuk ke dalam rumahnya. Lalu memulai meeting.**Pukul tujuh malam meeting selesai. Laura mengajak Bella u
Apa yang dilakukan oleh Bella berhasil. Perlahan Jona tak lagi memeluk Bella dengan erat. Kemudian perlahan Bella mulai mengurai pelukan Jona. Namun gagal karena saat Jona menyadari gerakannya dia kembali mengeratkan pelukannya. Bibir lelaki itu juga menciumnya dengan lembut dan penuh kasih sayang, entah disengaja atau tidak. “Aku sudah bilang jangan pergi dariku. Aku membutuhkanmu malam ini,” pinta Jona.Kalimat itu membuat jantung Bella seketika berdesir. Wajahnya juga memerah karena malu. Suatu hal yang tak pernah Bella rasakan sebelumnya. Seharusnya Bella melakukan perlawanan. Atau paling tidak protes bukan terhadap perlakuan Jona. Namun anehnya Bella malah menikmatinya. Dia merasa nyaman dalam dekapan Jona. Sebagai wanita biasa ia terenyuh dengan sikap Jona. Wanita yang biasanya bersikap keras kepala lelaki dalam pelukannya tersebut langsung melunak dalam sekejap.“Kenapa aku nggak bisa menolak dia.Kenapa aku harus ngerasa nyaman?” tanya Bella pada dirinya sendiri.Sementara itu