Share

Bab 2 Jadi dia merebut kekasih kakaknya

“Kamu cantik sekali, putriku,” puji Bu Amber sembari membetulkan sanggul Sabrina.

“Aku memang cantik sejak lahir, Bu,” balas Sabrina sambil tertawa.

Soraya memperhatikan ibu dan anak itu dengan hati yang sesak. Tatapannya sedih. 

Bukan hanya Cakra–pria yang pernah diimpikannya menjadi suami yang diambil Sabrina. Tetapi, segala hal yang berkaitan dengan impiannya, mendadak berbelok kepada wanita itu.

Contohnya, gaun pernikahan yang dikenakan Sabrina. Gaun putih dengan hiasan bunga di sudut pinggang, juga sanggul modern dipadu mahkota permata itu adalah gaun pernikahan impiannya.

“Aku baru tahu kalau kita benar-benar memiliki selera yang sama, Sabrina.”

Meski hatinya kesal bukan main, Soraya berusaha menjaga intonasi suaranya tetap rendah. Lagi, sebagai kakak yang baik, meski hatinya sedang terluka, dia ingin ada untuk hari bahagia adiknya. 

“Untuk apa kamu berada di sini? Cepat kamu ke dapur dan bantu-bantu di sana!” perintah Bu Amber, ibu angkat Soraya.

Wanita itu terlihat tidak senang kegiatannya bersama Sabrina terganggu dengan kehadiran sang anak adopsi.

“Bukankah semua pekerjaan sudah ada yang handle, Bu?”

Mendengar pertanyaan itu, Sabrina mendekat ke arah kakak angkatnya itu. Dia tersenyum meledek ke arah Soraya. “Memang sudah ada pelayan, tapi kamu sendiri ‘kan juga termasuk pelayan.”

Bu Amber pun tersenyum. “Sabrina benar. Lebih baik kamu jangan menunjukkan diri di depan para tamu kalau tidak ingin menanggung malu.” Mata wanita itu kemudian menilik penampilan Soraya dengan pandangan jengah. “Lagipula, dengan kamu memang lebih pantas berada di belakang, bantu bersih-bersih atau membawa makanan ke meja prasmanan.”

Ibu dan anak itu menertawakan Soraya. 

Walau geram, Soraya harus menahan amarahnya. Kendati demikian, Soraya berpikir ucapan ibu dan adiknya ada benarnya juga. 

Bagaimanapun, seharusnya, hari ini dia yang menikahi Cakra. Berada di keramaian akan membuatnya canggung. Apalagi kalau bertemu dengan orang yang dia kenal … pasti mereka akan banyak bertanya mengenai pernikahan ini.

“Baiklah, aku akan segera ke dapur.” Soraya tersenyum anggun. Wajah cantiknya yang teduh menatap Sabrina dengan tulus. “Sebelum itu, kuucapkan selama tatas pernikahanmu, adikku. Sayang, aku tidak membawa  hadiahku ke sini.”

Di ujung kalimatnya, Soraya tersenyum manis. Sedangkan di hadapannya, sang adik justru memicing menatapnya.

“Terima kasih atas ucapanmu, Kak.” Gadis itu kemudian tersenyum sembari memainkan bagian gaunnya. “Tapi, tidak perlu repot-repot. Hadiah terbaik untukku adalah melihatmu menemukan pengganti calon suamiku, Kak. Supaya Kakak tidak lagi berharap padanya.”

Pandangan Soraya menunduk serta menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Saat itulah dia tersenyum dengan suatu rencana sudah tersusun di benaknya.

“Tenanglah, Sab. Merebut sesuatu bukanlah gayaku.” Soraya menatap sang adik dengan tenang. ‘Apalagi merebut sampah sepertinya!’ sambungnya dalam hati sebelum akhirnya undur diri dari ruangan itu.

Melihat Soraya yang sudah keluar dari ruangan pengantin, Sabrina merapat pada sang ibu. 

Sabrina sedikit cemas sebenarnya melihat Soraya. Dandanan sang kakak sangat sempurna. Apalagi sosok Soraya memang mempesona. Terlebih, ketenangannya tadi … benar-benar membuatnya terintimidasi.

Kakaknya yang tidak biasa memoles diri, hari ini tiba-tiba berdandan cantik. Rambut yang sudah dicurly, memakai make up natural, dan gaun pesta yang indah.

“Bu, apa kakak sengaja berpenampilan menarik hari ini?” gerutu Sabrina. “Apa dia masih berusaha menggoda Cakra untuk kembali padanya?”

Bu Amber menyentuh lengan sang putri dengan lembut. “Tenanglah, Sayang. Walau dia berdandan seperti itu, memangnya siapa yang akan melihatnya? Kamu tetaplah bintang hari ini.”

**

Soraya yang berdandan cantik nyatanya memang tidak keberatan ketika diminta bergabung dengan barisan para pelayan.

Gadis cantik itu mengededarkan pandangan, berusaha mencari sebuah spot tepat untuk dia hampiri demi rencananya.

Maka, ketika melihat seorang pelayan pria yang tengah bersiap membawa troli menuju tempat pesta, dia pun segera menghampiri.

“Boleh aku saja yang membawa troli berisi makanan itu?” tanya Soraya.

“Kamu lebih terlihat seperti tamu dari pada pelayan.” tanya pria itu dengan kerutan di kening. “Seorang tamu seharusnya menikmati pesta, bukan sibuk membantu pekerjaan kami.” 

Soraya tersenyum lembut. Dia mengembuskan napas sebelum menjawab, “Ayolah, ini hari pernikahan adikku. Aku hanya ingin ikut andil di hari bahagianya.”

Beberapa detik, pria itu terus menatap Soraya dengan ragu. “Maaf, meski kamu kakaknya mempelai, aku tidak bisa memberikan troli makanan ini begitu saja kepadamu.”

Pria itu kemudian bergegas ingin mendorong troli guna melanjutkan tugasnya. Sebelum pria itu sempat melangkah, Soraya kembali menahannya dengan menyentuh lengan pria itu.

“Ah, baiklah—"

Langkah pria itu berhenti. Tatapannya mengarah pada tangan Soraya yang kini menggelantung di lengannya.

“Ups, maaf!” Soraya lantas melepaskan tangannya. Dia berdiri kikuk, tetapi tetap berusaha membujuk pelayan tersebut. “Minimal, izinkan aku menemanimu membawa troli itu. Percayalah, aku hanya ingin membuat pernikahan adikku berkesan.”

Pelayan tersebut kemudian mengangguk. Soraya diam-diam berjengit kegirangan, sebab rencananya selangkah lebih dekat.

Dia terus mengekor pelayan itu yang bergegas masuk ke aula pesta. Ekspresinya langsung terkejut ketika mendapati dekorasi pesta.

"Mereka benar-benar hanya mengganti mempelainya.” Soraya mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan sedikit tidak percaya. 

Dekorasi yang didominasi mawar putih dengan pelaminan minimalis, tata letak meja, baju pengiring pengantin, hingga souvenir pernikahan yang dibawa oleh para tamu … semua persis dengan apa yang dia pinta pada Cakra sebelumnya.

Melihat bagaimana semua orang berbondong-bondong menyakitinya seperti ini, rasa kasihan yang semula dia rasakan seketika hilang berganti semangat. Dia telah kehilangan kekasih, orang tua, bahkan mungkin nama baiknya—mengingat orang-orang mungkin sudah tahu perihal dia yang gagal dinikahi Cakra.

Dia ingin semua orang tahu seperti apa sebenarnya mereka—Cakra, Sabrina dan keluarga angkatnya.

“Tunggulah. Hadiah untuk kalian akan aku berikan sekarang juga!” tegasnya dengan berapi-api. 

Kemudian, Soraya mulai bersiap dengan hati-hati. Dia menukar file soundtrack pernikahan dengan hadiah yang telah dia persiapkan. 

Tepat saat pengantin masuk, dan iringan lagu diputar … suasana pernikahan berubah jadi gaduh. Tamu yang sebelumnya terpukau pada pernikahan dan kedua mempelai, mendadak berisik saat lagu yang seharusnya romantis itu berubah jadi sebuah rekaman bukti perselingkuhan.

Rekaman itu dia ambil ketika memergoki Cakra dan Sabrina di ruang kerjanya. Spontan, suasana romantis berubah jadi gaduh.

“Jadi dia merebut kekasih kakaknya?” 

“Mempelai ternyata juga seorang sampah. Kok bisa memacari kakak adik sekaligus?!”

Bisik-bisik dan penilaian buruk para tamu untuk Sabrina dan Cakra terus terdengar. Semakin lama, semakin gaduh hingga membuat Bu Amber yang semula tersenyum bangga … kini menggeram menahan marah dan malu.

“Kurang ajar! Cepat hentikan rekaman suara ini!” 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Kapok deh ..kacau pernikahannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status