Sebelum makan malam romantis, Edward mengajak Inez ke Museum Leonardo da Vinci di pusat kota Milan, Italia. Dia sebenarnya pernah ke sana sebelumnya, tetapi Inez belum pernah. Wanita itu tampak tertarik dengan isi museum sains dan iptek itu, Leonardo selain melukis juga seorang ilmuwan yang cerdas dan berbakat di zaman Renaisans.
Karya lukisannya yang terkenal antara lain Monalisa, The Last Supper, Vitruvian Man, dan yang termahal lukisannya yang terjual US$ 450,3 juta di pelelangan Christie's di New York yang berjudul Salvator Mundi. Museum itu hanya memajang replikanya saja yang tentunya amat sangat mirip dengan lukisan aslinya.
Inez sangat menikmati kunjungannya ke Museum Leonardo da Vinci, dia berterima kasih atas kebaikan Edward. Pria itu mengatakan bahwa dia ingin hadiah yang lebih indah daripada sekedar kata terima kasih dari Inez. Dan Inez hanya mengangguk patuh tanda setuju dengan permintaan pria tampan itu.
Mereka berdua meninggalkan museum itu m
Dini hari waktu Italia, Inez terbangun dalam dekapan Edward. Dengan hati-hati, Inez menyingkirkan lengan kekar Edward dari pinggangnya. Kemudian dia berjalan dengan hati-hati ke kopernya untuk memeriksa ponsel barunya apakah dia mendapat pesan balasan dari Mario dan Clara.Ternyata mereka membalas pesan dm I G itu, Inez merasa sangat gembira bercampur haru membacanya. Diapun segera mengetikkan pesan balasan ke Mario terlebih dahulu."Inez, senang Mas baik-baik saja. Sebenarnya Inez ingin pulang ke Jakarta, Mas. Tetapi, Mas Edward ingin menetap di Eropa. Sekarang Inez berada di Milan, besok kami akan ke Berlin beberapa hari untuk menonton konser musik boyband favorit Mas Edward. Mas Mario, jaga kondisi ya dengan kesibukan Mas yang tinggi saat ini, jangan sampai jatuh sakit."Kemudian Inez mengetik pesan balasan juga untuk Clara, "Hai, Clara Sayang. Jangan kuatir, Mamamu ini baik-baik saja. Mas Edward selalu menjaga Mama dengan baik sekalipun dia sangat posesif. S
Berada di tengah megakonser musik sekalipun menyenangkan, tetapi rasa haus dan ingin kencing menjadi hal yang tidak dapat dielakkan. Itu pula yang dialami oleh Inez. Dia ingin buang air kecil."Mas Edward, Inez mau pipis, Inez cari toilet dulu ya sebelum ngompol di celana," teriak Inez karena suara hiruk pikuk di sekitarnya begitu berisik."Aku antar, Nez. Kalau sendirian nanti kamu bisa hilang di tengah lautan manusia seperti ini," balas Edward.Mereka berdua pun berjalan bergandengan tangan menuju ke sisi timur lapangan yang menyediakan bilik toilet portabel. Tempat itu memang agak jauh dan penuh perjuangan untuk bisa sampai ke sana. Penonton konser yang berdesak-desakan membuat Inez dan Edward terlepas gandengannya.Edward segera mencari Inez dengan bantuan ikatan dasi di pergelangan tangan mereka."Nez, naik ke punggungku, aku akan menggendongmu daripada kau terpisah denganku karena berdesakan dengan orang-orang ini. Ayo!" ujar Edwa
Seusai mandi, Edward keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggulnya. Dia mendekati Inez sembari tersenyum mesum. Inez terkikik karena tahu pria itu begitu menginginkannya, tetapi dia belum mandi."Mas, Inez mandi dulu ya," ucap Inez seraya berlari menjauh dari Edward menuju ke kamar mandi.Tangan Edward menangkap pergelangan tangan Inez lalu menghentakkan tubuh Inez ke dalam dekapannya. Dia menyusuri rahang Inez dengan bibirnya. "Aku tidak takut kotor, Sayang," ucapnya."Mas, Inez nggak mau ... rasanya gerah!" tolak Inez dengan nada jutek.Edward pun terkekeh lalu melepaskan Inez dari dekapannya, wanita itu langsung lari terbirit-birit ke kamar mandi.Di dalam kamar mandi Inez merasa galau, dia tahu bahwa seusai mandi dia harus melayani napsu Edward lagi. Status Mario sebagai Mister International akan ternoda bila terjadi skandal berebut istri dengan Edward. Inez paham betul posisinya yang serba tidak enak saat ini.
Setelah 3 hari menghabiskan waktu di Berlin, akhirnya Edward membawa Inez melanjutkan perjalanan mereka ke Wina atau Vienna, Austria. Mereka berdua akan naik kereta Inter City Express (ICE) direct selama hampir 8 jam perjalanan.Inez merasa senang karena akhirnya dia akan diperbolehkan menelepon Clara sesampainya mereka di Wina nanti. Berbicara langsung tentunya berbeda dengan chat pesan dm."Kuharap kamu belum bosan menemaniku berkeliling Eropa, Sayang," ujar Edward ketika mereka menemukan kursi sesuai tiket di kereta ICE.Kursi di kereta ICE sepertinya tidak terlalu nyaman, Edward pun sedikit kecewa. Namun, dia tidak komplain atau menggerutu pada Inez."Kurasa aku lebih suka kursi Eurostar, Mas. Semoga perjalanannya nyaman dengan kereta ICE," komentar Inez yang lebih blak-blakan."Iya, Nez. Maaf ya, seharusnya aku mengajakmu naik pesawat saja yang lebih cepat perjalanannya," sahut Edward merasa bersalah."Ehh nggak papa k
Kota Wina, Austria memang bukan kota sibuk yang menjadi sebuah pusat perekonomian. Kota itu lebih seperti tempat yang cocok untuk retreat menenangkan pikiran dengan suasana yang damai dan tenang. Edward dan Inez menghabiskan 3 hari di Wina dengan berkunjung ke taman-taman, museum, istana Schönbrunn, dan istana Hofburg serta menonton opera.Edward mengajak Inez menemaninya menghabiskan waktu sore itu berbaring di atas rerumputan di bawah pepohonan rindang di Taman Volksgarten di antara rumpun bunga mawar yang indah yang mengelilingi air mancur dengan patung Dewa Triton dan Nymphs."Inez Sayang, besok pagi kita terbang ke Paris ya?" kata Edward yang lebih hanya ingin memberitahu rencananya dibanding bertanya pada Inez.Inez berbaring di samping Edward yang berbaring miring menopang kepalanya dengan telapak tangan kirinya. "Oke, Mas. Sepertinya Inez perlu menghubungi Pak Baruna Pratama, Head General Manager Jansen Pharma, Mas. Inez takut perusahaan kacau kalau
Selama berbulan-bulan Inez menghubungi Mario dan Clara setiap hari melalui aplikasi Hangouts untuk melepas rindu dan untuk Clara, dia memintanya membantu mengurus Jansen Pharma.William Jansen masih mendekam di penjara selama beberapa tahun ke depan karena kasus rencana pembunuhan berencana terhadap Mario. Jadi satu-satunya yang bisa membantu Inez memimpin perusahaan hanya Clara. Jadi sekarang selain kuliah kedokteran, Clara juga bekerja di kantor perusahaan keluarganya sebagai CEO sementara.Jansen Pharma sudah berdiri sejak 30 tahun lalu, perusahaan itu memiliki brand yang kuat di kalangan konsumen produk herbal dan kosmetika. Pekerjaan Clara hanya mengawasi jalannya perusahaan dan mengikuti meeting pengembangan produk serta laporan performa bulanan perusahaan menggantikan mamanya. Inez pun masih mengikuti meeting perusahaan secara daring dari Paris.Clara sudah memberitahukan kondisi mamanya pada orang-orang yang penting dan dapat dipercaya seperti Pak
Sepulang makan malam bersama Jonas dan Mister Miguel, Mario pulang ke apartmentnya di New York.Apartment itu bertipe studio dengan satu kamar tidur saja dilengkapi dengan pantry dan ruang santai yang sederhana di bagian tengah ruangan. Mario melengkapi unit apartmentnya dengan sebuah TV berukuran 32 inchi di dinding ruang tengah.Tepat ketika dia selesai mandi ponselnya berbunyi, ada panggilan masuk. Ternyata Max yang meneleponnya. Jakarta dan New York berbeda 12 jam. Jadi ketika dia sudah akan pergi tidur, Max baru mulai bekerja.Mario menerima panggilan telepon itu lalu mengaktifkan mode loud speaker sembari memakai celana boxernya lalu mengeringkan rambut hitam tebal berombaknya yang mulai panjang sebahu dengan handuk."Halo, Max," sapanya."Halo, Rio. Sorry ganggu ya ... ada yang mau kuomongin sebentar. Ini penting," jawab Max.Mario berjalan keluar kamar tidurnya menuju ruang santai di depan kamar tidurnya."Oke, san
Pagi ini, Inez memiliki jadwal meeting dengan jajaran managemen Jansen Pharma pukul 09.00 waktu Jakarta yang sama dengan pukul 03.00 AM waktu Paris.Semalam sebelum tidur, Inez sudah memberitahukannya pada Edward mengenai jadwalnya di dini hari itu. Pria itu paling tidak suka bila ditinggalkan sendirian oleh Inez di ranjang saat tidur. Edward terlalu manja kepadanya seperti bayi besar.Inez sudah berpakaian rapi untuk meeting daring dengan pihak perusahaannya di Jakarta. Clara yang akan memimpin dari Jakarta, dia bertugas menyimak dan memberikan tanggapan mengenai agenda rapat itu. Inez duduk menghadap layar laptop di meja kerja di ruang kerja rumah yang berbeda ruangan dengan kamar tidurnya dengan Edward.Pria itu masih tertidur lelap ketika Inez tadi bersiap-siap bekerja. Inez memang tidak ingin membangunkannya. Dia lebih tenang melakukan pekerjaannya sendirian di ruang kerja rumah itu.Meeting pun dimulai tepat waktu. Di layar laptopnya tam