Yoona yang sudah tidak tahan dengan rasa mual yang dialaminya, ia mengabaikan ucap Dante dengan tatapan yang seolah membakarnya. Yoona menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Tanpa menunggu lama ia langsung mengeluarkan apapun yang ada di perutnya.
Dante yang mendengar dari luar merasa sedikit khawatir keadaan Yoona. Dante menggedur pintu sedikit kasar ketika ia sudah tidak mendengar suara apapun sedikit lama setelah bunyi suara kloset yang siram.
"Yoona...! Apa kau baik-baik saja didalam?" tanya Dante di sela hantaman tangannya di daun pintu. "Yoona...! Katakan sesuatu!" Dante mulai merasa panik karena tidak juga mendapat jawaban dari dalam.
Ainun dan yang lain mendengar teriakkan Dante meninggalkan meja makan dan menghampiri putranya yang sudah terlihat cemas. Melihat itu Ainun dan Dorian saling pandang beberapa saat sebelum bertanya kepada putranya. "Ada apa Dante? Kenapa Kamu berteriak seperti itu heh?" tanya Ainun yang sudah berdiri di belakang tubuh
Melihat wajah putranya yang sudah memasang perisai agar pikirannya tidak mudah terbaca, Ainun mengalihkan pandangannya ke arah Yoona yang terlihat sangat pucat dan ketakutan. "Apa yang kamu rasakan, Sayang? Apa pria menyebalkan itu begitu menguras emosi dan tenagamu sehingga kau melupakan asupan makanan?" tanya Ainun yang kini mulai menggenggam tangan menantunya. Yoona yang sama sekali tidak paham betul dengan perkataan Ainun, ia pun mengutarakan isi pikirannya, "Iya, Mom. Dia sangat mengerikan dan sangat buas. Bahkan Dia tidak membiarkan aku tidur tenang semenjak ia tinggal di samping rumahku," adu Yoona dengan dagu yang terkadang terangkat ke arah dimana Dante duduk. "Kamu benar-benar keterlaluan Dante! Bukan seperti itu cara mencintai wanita. Kasiankan memantu cantik Mommy ini!" Ainun mengambil teh dan memberikannya kepada Yoona. "Minumlah, Mommy sudah membuatkan bubur untuk Kamu dan dokter akan datang beberapa saat lagi." "Tapi Mom, aku hanya masu
Persetan dengan Dante yang begitu dekat dengan dirinya. Dengan cepat Yoona membuka telapak tangannya dengan mata yang membulat sempurna karena Dante benar-benar sangat dekat dengan wajahnya. Iris Yoona beradu pandang dengan netra Dante yang berwarna hazel, sangat indah. Hampir saja Yoona tenggelam di sana saat Dante semakin mendekatkan wajahnya. Dengan cepat Yoona mengalihkan pandangannya ke arah lain, tapi sialnya iris Yoona jatuh pada bibir Dante yang berwarna pink alami. Yoona terus memandangi bibir itu, sementar otaknya berusaha keras agar tidak menyesapan bibir indah yang terus saja menggodanya hingga ke titik paling rapuh. Yoona berusaha mengendalikan dirinya, tapi tubuhnya berkata lain, dadanya sedikit terangkat seolah menyambut Dante. Dengan kuat Yoona melawan pikiran sendiri yang sudah mulai gila dan hilang fokus. Yoona menahan tangannya yang ia sendiri tidak tahu entah sejak kapan sudah berada tepat di dada bidang Dante yang keras. Yoona mendorong tubuh Dan
Sementara di kediaman Malik Sidiki suasana sangat mencekam karena beberapa saat yang lalu Hasan mendapat kabar dari Barack Merchant bahwa Yoona tidak masuk kerja karena kelelahan setelah menyelenggarakan pesta pernikahan. Hasan berkali-kali menghubungi ponsel Yona, tetapi ponsel milik Putri bungsunya itu tidak aktif. Sulis sendiri semakin cemas dan ada sedikit rasa bersalah karena kemarin telah memaksa Yoona untuk segera menikah sehingga ia melewati prosesi pernikahan putri yang ia sendiri tidak tahu seperti apa pilihan putrinya itu. "Ini semua gara-gara bunda, Yah. Bunda yang selalu mendesak Yoona untuk segera menikah sehingga dia senekat ini!" ujar Sulis menutup wajahnya dengan telapak tangan yang ia sandarkan di atas meja makan. "Ini semua juga salah Ayah, Bun. Bunda tentang saja kita akan ke rumahnya setelah tahu Yoona ada di mana." Hasan mendekati Sulis dan mengelus punggung istrinya yang kini malah menangis sesenggukan. Kabar yang mereka
Yoona mengambil tasnya tanpa mengganti pakaian. Setelah barangnya sudah ia bawa semua, Yoona bergegas turun ke bawah takut kalau di tinggal oleh Dante. Saat dibawah ia melihat Ainun dengan tangan penuh paper bag dan mereka pun bertemu pandang. "Yoona, Kamu mau kemana dengan tas itu? Sini ikut Mommy. Mom punya sesuatu untuk kamu." ucap Ainun yang melihat Yoona sudah mengenakan tasnya. Yoona menghampiri Ainun dimana wanita itu sudah mulai membongkar semua belanjanya yang sangat banyak. "Lihatlah, ini semua sangat cocok untuk Kamu." Ainun meletakkan beberapa potong pakaian di pangkuan Yoona saat Yoona sudah duduk di sampingnya. "Mom, ini semua untukku? tapi ini terlalu banyak dan pakaiannya sangat minim bahan." Yoona melihat satu persatu pakaian yang dibelikan oleh ibu mertuanya. "Itu bukan gayanya Mom, Yoona lebih suka memakai pakaian kasual dibandingkan feminim." timpal Dante yang baru saja memasuki ruang keluarga dengan Dorian. "Lagi pula Kami
"Sejak kapan Ayah dan Bunda datang?" tanya Yoona bersikap seolah tidak tahu apapun. Tapi Sulis dan Hasan tahu putrinya sedang memainkan peran menjadi anak lugu. Sulis dan Hasan memalingkan wajah ke arah dimana Yoona datang. "Mana yang kamu bilang Suamimu itu, Yoona?" tanya Sulis tanpa basa-basi lagi. 'Bunda memang paling sulit untuk dihindari, bagaimana ini. Bunda lebih pintar dari pada detektif handal soal apapun,' pikir yoona di dalam benaknya yang penuh dengan ide gila. "Apa maksud Bunda? Yoona gak ngerti apa yang bunda bicarakan ...," ucap Yoona tanpa berani menatap keduanya. "Apa Kamu sedang membuat ulah, Yoona? Kenapa mereka bilang bahwa Kamu sudah menikah. Dan siapa pria itu, Yoona?!" Sulis bangun dari duduknya dan berjalan ke arah dimana Yoona berdiri yang tak jauh dari pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah di mana kini mereka berada. Hasan menahan pergelangan tangan isterinya yang hendak menghampiri Yoona berdiri, "Bun ... kita
Siang itu Yoona dan Sarah bergegas menuju lift karena Alendra sudah menunggu mereka di resepsionis. "Kapan, Yoona?" tanya Sarah saat menunggu lift dari arah atas. "Apanya?" tanya balik Yoona masih terlihat sama seperti tadi pagi. "Pernikahannya? Apa di Bandung saat weekend kemarin?" tanyanya lagi memastikan benar tidaknya info yang dia dengar. "Tidak ... bukan—" Pintu lift terbuka. Di dalam sana ada Mr Merchant dan asistennya Pak Rangga pria tampan tapi garang. Beberapa karyawan yang lain sudah mulai masuk ke dalam lift menyisakan Yoona dan Sarah yang sepertinya enggan untuk masuk. "Apa kalian hanya akan diam saja?" tanya Rangga dengan nada yang tidak bersahabat. "Tidak, Pak. Silahkan lebih dulu. Kami lewati tangga saja, sepertinya dompet saya tertinggal." jawab Yoona yang sudah menggenggam tangan Sarah hendak masuk lagi ke dalam ruangannya. "Apa kamu menghindari saya, Yoona?" tanya Mr Merchant membuat semua yang ada di
Dante tiba di rumahnya dengan tampang sedikit kusut. Kasus yang dialami oleh sahabatnya tidak semudah yang mereka pikirkan. Banyak oknum-oknum yang memanfaatkan kasus sahabatnya sebagai ladang mencari simpati publik. Sepanjang hari ini ia begitu sibuk sehingga melupakan pekerjaannya yang juga membutuhkan perhatiannya. Dante memarkir mobilnya di jalanan, ia sengaja tidak menaruhnya di garasi agar ketika esok pagi ia bisa langsung pergi tanpa harus di buat susah untuk mengeluarkan mobilnya lagi. Saat ia hendak melangkahkan kakinya ke arah rumahnya, Dante melihat kilatan cahaya dari sebuah gantungan kunci yang masih bergelayut menancap pada lubangnya dengan pintu yang sedikit terbuka. Dante memutuskan untuk masuk tanpa mengetuk lagi. Ia bisa melihat rumah masih dalam keadaan gelap. Hanya pantulan lampu dari arah dapur saja yang sepertinya selalu diberikan menyala oleh Yoona. Masih dengan tanpa suara Dante masuk dalam rumah. Ia melihat Yoona hanya berdiam
Dante sendiri sempat merasa geram hingga akhirnya ia lupa. Benar-benar lupa akan isi daftar larangan yang diminta oleh Yoona soal pernikahan mereka yang harus dirahasiakan bahkan dari RT setempat. Dante memasuki rumahnya dari arah dapur dan memutuskan untuk mandi sebelum Yoona datang yang menurut prediksinya akan membutuhkan waktu lama. Sementara di rumah Yoona suasana sangat heboh setelah kepergian Dante dari pintu dapur. "Oh my God, oh my God ... kenpa si Yoona begitu bodoh dengan perjanjian itu!" pekik Elsa memutar-mutar tubuh Alandra. "Yah, gue liat. Tapi apa Yoona kita itu gadis yang normal! Terakhir kali Yoona memutuskan untuk memberikan hatinya pada pria tampan, yang ada hatinya di buang di tengah jalan tepat sebelum acara siraman." ujar Alandra mengangkat dan mengambil potongan roti yang sudah keluar dari toaster dan mulai memberi Butter. "Kamu benar. Tapi sepertinya kali ini Yoona akan menyesali keputusannya untuk tidak tidur dengan pria itu,