Ting nong!Drrrrt! Drrrrt! Drrrrt!“Siapa, Mas?” tanya Kaira saat pintu hotelnya dipencet belnya tak sabaran, Dipta hanya mengendikkan bahu tidak tahu. Parahnya ponsel milik Dipta pun bergetar tak sabaran di atas meja nakas.Meski sejujurnya kegiatan mereka sudah sama-sama panas dan hampir saja Dipta memasukkan senjata miliknya ke dalam inti tubuh milik Kaira, namun suara bel pintu sangat mengganggu kegiatannya. Alhasil Dipta menunda terlebih dahulu untuk menyemprot siapa orang yang sudah mengganggunya malam-malam seperti ini.“Aku ke depan dulu,” kata Dipta sambil mencari celana dalam miliknya dan celana panjang yang sudah berserakan di atas lantai. Tak lupa, Dipta menutupi tubuh polos milik Kaira dengan selimut agar tidak kedinginan. “Kamu jangan ikut keluar,” lanjutnya setelah menutupi tubuh milik Kaira hingga batas dada.“Itu hape kamu getar terus,” unjuk Kaira dengan dagunya ke arah meja nakas. &
“Apa!? Meeting mendadak di Archery pagi ini, Pak!?” Kaira terkejut saat mendapati telepon dari Bagas yang menyuruhnya untuk meeting mendadak dengan Wisnu pagi-pagi seperti ini.“Ya, Kaira, ingat jangan sampai telat!” Bagas mengingatkan Kaira agar tak telat menemui orang nomor satu di Archery Grup.“Baik, Pak, tapi ngomong-ngomong ini membahas soal apa? Setahu saya meeting proyek kita dengan Archery sudah selesai. Apa pengerjaan file dari saya ada yang kurang atau salah, Pak?”Jujur saja Kaira merasa takut ketika diminta meeting mendadak seperti ini. Ini seperti akan bertempur tanpa senjata. Tidak tahu apa yang akan dibahas juga.“Kamu datang saja. Mungkin masih ada yang mau dibicarakan sama Pak Wisnu soal proyek kita.”Tak ada pilihan selain menurut, Kaira pun pasrah menerima titah ini dari Bagas, bosnya, yang menelepon di jam enam pagi seperti ini.Kini Kair
“Seriusan kerja di sana?” tanya Wisnu memastikan ucapan Kaira tidak salah. Entah putranya yang terlalu obsesi dengan Kaira, atau memang betul mereka sudah menikah dan suami istri? Perlu dibuktikan lebih akurat lagi. Jangan sampai putranya menjadi pebinor!“Iya, Pak.”“Bagian apa? Kantor mana? Siapa tahu ternyata saya mengenalnya,” balas Wisnu santai, namun tetap terus menatap Kaira dengan penuh selidik.“Bagian … Emmm! Anu—“Tok! Tok! Tok!Kaira menghela napas lega saat mendengar ketukan pintu dari luar sana. Kenapa ia sangat gugup ketika ditanya soal urusan pribadi seperti ini. Padahal saat menceritakan soal Ibu Widya, ia sangat santai tanpa beban sedikit pun.Ketika orang itu masuk, Wisnu tersenyum lebar. “Eh, Dipta! Sini masuk, saya sarapan dulu sama klien,” ujar Wisnu mengajak Dipta untuk sarapan bersama. Berbeda dengan Kaira yang sudah sangat pucat pasi melihat suaminya datang ke ruangan ini. “Bu Kaira, ini Dipta sopir saya,” lanjut Wisnu, pura-pura bodoh saja, lebih tepatnya men
“Syaratnya kalian berdua harus menemani saya makan siang selama satu bulan penuh! Lagipula jarang-jarang saya makan siang dengan sopir,” ucap Wisnu santai tanpa beban, namun membuat Kaira mengerutkan kening bingung. “Makan siang?” tanya Kaira memastikan pendengarannya. Apa tidak salah dengar syarat yang diminta segampang itu. “Ya! Terserah mau di dekat kantormu atau kantor saya. Kalau saya ada Dipta yang akan selalu siap 24 jam menyetir,” ledek Wisnu melirik ke arah Dipta, sesekali mengerjai putranya sendiri. Meski selama ini juga Wisnu punya sopir lain dan itu bukan Dipta. “Bo-boleh, Pak,” jawab Kaira ragu. Tak tahan melihat istrinya diintimidasi oleh Papanya sendiri membuat Dipta langsung menolong Kaira untuk berdiri. Kaira yang masih merasakan panas dingin hanya bisa menatap Dipta pasrah. Dipta yang paham perasaan istrinya hanya tersenyum saja. “Kalau nggak mau gapapa, jangan dipaksa,” kata Dipta lembut. Kaira menggeleng cepat. “Aku mau kok, Mas. Lagian cuma makan aja. Tapi n
“Aku takut, Mas,” bisik Kaira saat sudah duduk di kursi pesawat. Raut wajah tegangnya tak bisa disembunyikan hingga membuat Dipta mengulum senyumnya. “Ini pertama kali aku naik pesawat first class, takut norak nantinya,” akui Kaira dengan jujur.Dipta tersenyum lebar karena tak bisa menahan kelucuan dari Kaira yang dari tadi terus saja mengoceh soal ketakutannya menaiki pesawat first class.Namun, di sini Dipta tidak ingin menggurui Kaira dan ketara jika ia sering menaiki first class, ngeri Kaira curiga.“Aku juga takut sebetulnya, tapi pura-pura biasa aja,” balas Dipta berbisik untuk menenangkan Kaira jika wanita itu tidak sendirian noraknya.Kini Kaira merasa lega, setidaknya ada Dipta yang sama-sama tidak pernah naik pesawat first class. Padahal kelas bisnis saja ia belum pernah, tapi malah dikasih hadiahnya nggak kaleng-kaleng sama Pak Wisnu. Benar-benar bos idaman. Dan, kalaupun nanti akan bersikap norak, setidaknya Kaira memiliki teman, Dipta, suaminya.Perjalanan Jakarta menuju
“Apa maksudnya Mas Dipta berkata seperti itu? Artinya, ‘kamu cinta terakhirku’?” Masih penasaran membuat Kaira terus mencari arti kalimat kedua dan ketiganya. “Ini dia artinya lagi, ‘satu-satunya orang yang aku cinta adalah kamu’, dan ‘tetaplah bersamaku selamanya’?”Mendadak Kaira terbengong sendiri saat mengetahui arti dari ucapan Dipta itu. Semuanya merujuk soal perasaan cinta yang tulus. Apa Mas Dipta sudah jatuh cinta kepada dirinya?Memikirkan hal itu membuat kepala Kaira pusing. Pasalnya ia sudah berjanjian dengan Dipta malam ini untuk dinner di suatu tempat, dan akan menghabiskan malam di sekitaran Menara Eiffel.Sebelum pergi ke restoran, Kaira menyempatkan diri untuk pergi ke salon terlebih dahulu. Itupun atas usul dari Dipta. Sedangkan untuk Dipta sendiri memilih menunggu di restoran sambil menyiapkan kejutan untuk Kaira.Selesai dari salon, Kaira keluar dengan perasaan gugup juga takut. Ini pertama kalinya ia sendirian pergi seperti ini. Kaira tersenyum saat sopir yang dip
“Mungkin aku akan memaafkan, tapi rasa kecewa itu pasti ada, Mas. Apalagi aku tidak suka dibohongi. Rasanya tuh sakit kalau kita enggak dipercaya gitu,” jawab Kaira dengan nada lirih penuh hati-hati.Suasana ruangan yang dingin akibat AC, kini terasa sangat panas akibat pertanyaan yang dilontarkan oleh Dipta. Entah mengapa Kaira merasakan jika pertanyaan itu seperti nyata.“Apa kamu masih tetap bertahan?” lanjut Dipta menanyakan lagi kepada Kaira karena belum dijawab tuntas oleh wanita itu.Kaira menarik napas dalam sebelum mengembuskan perlahan-lahan. Wajahnya tampak berpikir keras yang membuat Dipta tak sabar menunggu jawaban istrinya.Kaira menggelengkan kepalanya pelan, napas Dipta mendadak tercekat. Dasi yang menempel terasa mencekik lehernya.“Kenapa?” tanya Dipta dengan suara parau nyaris tak terdengar. Sebelah tangannya sibuk melonggarkan dasi yang terpasang rapi di lehernya.“Mas Dipta pasti udah lihat sendiri kenapa aku enggak mau berhubungan dengan keluarga kaya raya. Aku p
“Tadi kamu bilang apa, Kai? Cemburu? Sama siapa, hm?” tanya Dipta penuh kelembutan saat melihat wajah muram dan cemberut istrinya.Tak suka jika melihat Kaira sedih, Dipta mendongakkan dagu milik Kaira dengan lembut. Melihat manik cokelat yang sudah penuh dengan genangan air mata. Sadar jika mengedip sekali saja itu akan jatuh, Dipta langsung menarik tubuh Kaira ke dalam pelukannya.“Maaf kalau aku bikin kamu cemburu,” ujar Dipta sambil terus mengusapi rambut panjang milik Kaira naik turun dengan lembut. “Kamu cemburu sama Salsa?” tebak Dipta tepat sasaran.Kaira memilih diam saja karena ia juga tak tahu soal perasaan hatinya yang sekarang. Intinya merasa nyeri ketika ada wanita lain yang mendekati Dipta. Apa ini yang dinamakan cinta? Apakah ia sudah jatuh cinta sedalam ini sama Mas Dipta hingga bisa cemburu seperti ini? Entahlah, Kaira pun tak tahu.Merasa sudah lebih baik, Kaira melepaskan diri dari pelukan Dipta. Ia tersenyum tipis yang dipaksakan karena tak mau membuat Dipta kepik