Gea sudah terbangun dari tidurnya bahkan sebelum sinar mentari menyapa bumi. Sejak semalam dia meniatkan dalam hati ingin memperbaiki hubungannya dengan Nata yang sempat keruh karena kolak singkong.
Tolong ingatkan Gea untuk segera membuang makanan lucknut itu.Sebelum turun ke dapur, Gea menyempatkan diri memandangi wajah sang suami yang terlihat lelap. Sejenak dia termenung, memikirkan kapan terakhir kalinya dia melakukan kegiatan favoritnya tersebut ketika bangun tidur.Tak ingin terlalu berlama-lama Gea segera bergegas menuju dapur, tempat dia akan mengeksekusi bahan-bahan menjadi makanan lezat. Berharap dengan begitu bisa mencairkan ketegangan diantara mereka.Butuh waktu sekitar satu jam sampai akhirnya makanan siap. Senyum puas terukir indah dikedua sudut bibir milik Gea. Dia sudah tidak sabar untuk segera membangunkan sang suami dan mengajaknya sarapan bersama.Namun begitu dia membalikan badan, Nata tiba-tiba sudah berdiri tak jauh dibelakangnya, lengkap dengan pakaian kantor. Pemandangan itu berhasil menimbulkan kerutan nyata dikening Gea."Mas pagi-pagi udah rapih banget?" tanya Gea seraya berjalan mendekat.Nata hanya meliriknya sekilas, karena dia sedang sibuk membuka beberapa berkas yang berada ditangannya. "Berangkat,"Kening Gea semakin mengkerut, sambil matanya menatap jam dinding yang terletak diruang makan. "Tapi ini kan baru jam 6? Gak kepagian?""Mas hari ini mau ke Bandung, ada masalah di perusahaan cabang."Sontak mata Gea membola, "Astagfirullah... Yaudah Mas, aku siap-siap dulu kalo gitu," ucapnya berniat kembali ke kamar. Namun baru sekali melangkah, Nata sudah mencekal tangannya hingga membuat pergerakannya seketika terhenti."Kamu gak perlu ikut. Masalah ini tidak membutuhkan bantuan sekretaris," ujar Nata.JlebbGea termangu. Mendadak jantungnya berdenyut sakit seperti ada yang sedang meremasnya dengan kuat. Kata-kata 'tidak membutuhkan' yang keluar dari mulut sang suami seakan mempertegas bahwa jabatan dia sebagai sekretaris sama sekali tidak berguna.Tanpa disadari hal tersebut rupanya sedikit menyentil egonya. Hingga menimbulkan perasaan asing pada hati Gea."Lebih baik kamu siap-siap ke kantor, Mas berangkat dulu. Assalamu'alaikum." ucap Nata sambil lalu.Mata Gea mengerjap seraya menunjuk-nunjuk meja makan, "Loh Mas, tapi itu sarapan--nya."Namun terlambat, Nata sudah melangkah jauh keluar rumah. Sampai suara derungan mobil menjauh samar-samar kemudian menghilang, Gea masih terpaku ditempatnya berdiri tak bergerak sama sekali."W*'alaikum salam..." jawabnya bernada lirih.Sambil termenung, Gea berjalan pelan menuju meja makan yang sudah tersedia macam-macam makanan favorit sang suami.Dipandanginya semua itu dengan perasaan hampa. Usaha kerasnya untuk memperbaiki hubungan mereka, rupanya tak membuahkan hasil. Padahal dia sudah matian-matian menahan kantuk dipagi buta, bahkan mengorbankan jari telunjuknya terluka demi bisa meluluhkan kemarahan Nata. Tapi semuanya sia-sia.Gea menelungkupkan kepalanya ke atas meja makan dengan menjadikan kedua lengannya sebagai bantalan. Cukup lama dia berada diposisi itu, sampai akhirnya sayup-sayup terdengar suara isakan kecil yang perlahan berubah menjadi sebuah tangisan.Secengeng itu memang Gea jika sudah dihadapkan pada kemarahan Nata. Apalagi jika sampai pria itu mengabaikannya seperti pagi ini, maka pertahanan egonya seketika akan hancur. Dia yang terkenal judes dikantor akan bertransformasi menjadi wanita yang takut pada suami.***Nyatanya Gea tidak mengikuti perkataan Nata untuk pergi ke kantor dan memilih bolos ke rumah sang mertua.Kenapa mertua? Karena Gea tidak mungkin mendatangi rumah orang tuanya yang berada dikampung seorang diri tanpa didampingi sang suami, apalagi jika mengingat jaraknya yang sangat jauh. Bisa didamprat sama baginda raja.Tepat ketika taksi yang ditumpanginya berhenti, tampak Lita-Bunda mertua sedang melakukan rutinitas paginya menyiram taman menggunakan senjata pamungkasnya, selang air.Setelah membuka pintu taksi, Gea berjalan perlahan menghampiri Lita yang belum menyadari kedatangannya.Masa bodolah jika nanti Nata kembali murka, akibat ketidak profesionalnya untuk tidak mencampur adukan masalah pekerjaan dan pribadi. Yang terpenting sekarang adalah dia harus menenangkan pikirannya dulu yang sedang kalut.Lagipula tidak baik kan jika memaksakan diri tetap bekerja sedangkan fisik dan hati dalam keadaan tidak sinkron. Yang ada nanti malah pekerjaannya jadi berantakan."Assalamu'alaikum...Bunda," panggil Gea teramat pelan.Untunglah pendengaran Lita masih berfungsi dengan sangat baik, meski sudah memasuki usia senja. Sehingga Gea tidak perlu mengulang kembali ucapannya."W*'alaikum salam... Eh, Gea? Kapan datang, sayang?" Lita segera mematikan kran air lalu menaruh selangnya dibawah. Matanya memandang sang menantu dengan hati bertanya-tanya.Pasalnya, baik Gea maupun Nata, jika hendak mengunjungi mereka pasti menyempatkan waktu untuk memberi kabar terlebih dahulu, tidak pernah dadakan seperti ini."Kamu engga ke kantor?" tanya Lita memastikan, karena melihat pakaian Gea yang rapi khas orang kantoran.Namun Gea tidak mengeluarkan suara, hanya menggeleng sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan dari sang Bunda mertua.Lita hanya tersenyum. Sebagai sesama wanita dan orang yang sudah berpengalaman. Tentu dia tahu apa yang menyebabkan menantunya datang ke rumahnya pagi-pagi sendirian.Tak ingin bertanya lebih jauh, Lita memutuskan segera mengajak Gea masuk ke dalam rumah. "Yuk, masuk. Kita sarapan dulu. Pasti kamu belum sarapan, kan?" kembali Gea menggelengkan kepalanya, membuat Lita tersenyum maklum.Dirangkulnya sang menantu kemudian menuntunnya ke dalam rumah.Dalam hati Gea selalu mengucap syukur karena memiliki mertua yang seperti orang tua sendiri. Inilah alasan yang membuat Gea tidak sungkan mendatangi kediaman mertuanya ketika sedang dihadapkan masalah. Mereka selalu menyambutnya dengan tangan terbuka dan tidak pernah menyinggung statusnya yang hanya sebagai menantu.Bahkan Gea merasa bahwa dirinya kini dianggap seperti anak perempuan dibandingkan istri dari putra mereka, karena keluarga itu yang benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik.Setelah selesai sarapan dan menceritakan permasalahannya kepada Lita, wanita itu dengan senyum keibuannya menyuruh Gea untuk beristirahat dikamar. Dan memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.Bersambung"Assalamu'alaikum..." Nata mengucap salam setelah membuka pintu rumah kediaman orang tuanya. Dari arah dapur tampak Lita muncul sambil membawa nampan berisi jus lalu berjalan menghampiri putranya. Seakan dia memang sudah menantikan kedatangannya."Wa'alaikum salam... Udah pulang kamu, Mas? Atau bolos dari kantor?" Nata mengernyit samar sebelum kemudian menggelengkan kepala, "Pulang, Bun," jawabnya singkat."Minum dulu sana, tuh udah Bunda buatin," Lita mengedikan kepalanya ke belakang dimana minuman itu diletakan.Mengerti kode dari sang Ibunda tercinta, Nata segera berjalan masuk ke dalam rumah kemudian duduk di sofa ruang tamu. Tangannya segera meraih gelas yang berada di atas meja lalu menenggaknya hingga tandas.Perlahan, Lita ikut mendudukan dirinya berdampingan dengan Nata. Setelah meletakan kembali gelas ke atas meja, Nata melarikan pandangan sepenuhnya pada wanita yang telah melahirkannya itu."Gea dimana, Bun?" tanya Nata to the point.Ya, tujuan Nata tidak lain dan tidak b
Niat ingin membantu Bunda Lita menyiapkan makan malam harus molor beberapa jam karena Nata yang tiba-tiba mode mesumnya kumat. Pria itu tidak mengizinkannya keluar kamar barang semenitpun, alhasil dari sore sampai menjelang makan malam Gea harus pasrah dikurung suaminya di dalam kamar.Mereka baru beranjak keluar setelah mendengar ketukan pintu dan seruan Bunda Lita yang menyuruh untuk segera ke bawah. Dengan rambut yang masih sedikit basah, Gea berjalan bersisian bersama Nata menuju meja makan.Nampak semua orang sudah menunggu disana, membuat Gea harus menundukan kepalanya sedikit sambil terus mengutuk tingkah suaminya beberapa jam lalu dalam hati.Sepertinya predikat menantu kurang ajar mulai melekat dibelakang namanya sekarang. Apalagi saat matanya bertabrakan dengan netra Dion yang menatapnya jahil sambil mengedipkan sebelah mata juga senyum tengilnya yang menyebalkan."Maaf ya, Bun. Gea gak bantuin masak tadi." sesal Gea saat sudah mendudukan tubuhnya dikursi.Bunda Lita tampak
Makin kesini Gea semakin yakin kalau suaminya adalah devinisi bunglon yang sesungguhnya. Jika di dunia nyata binatang reptil itu terlihat menakjubkan dengan keahliannya berubah warna, maka Nata merupakan gambaran manusia menyebalkan dengan perubahan emosinya yang tiba-tiba.Baru saja semalam Gea dibuat melayang akan sikap manis sang suami, tapi sekarang pria itu malah kembali berbuat ulah dengan menguji kesabarannya dipagi hari Sejak bangun dari tidur, Nata tak henti-hentinya menyuruh Gea melakukan ini dan itu. Mulai dari memintanya mengambilkan dasi padahal benda tersebut ada dihadapannya, merapihkan rambut, dan segala tetek bengek kebiasaan rutin yang dilakukan pria itu sebelum berangkat bekerja.Jika saja Gea tidak ingat nasihat Bunda Lita untuk tidak durhaka pada suami, sudah sejak tadi dia menjambak rambut Nata karena kesal. "Yang, kamu liat jam tangan, Mas gak?!" teriak Nata dari atas kamar.Dengan sedikit kasar Gea meletakan sepiring nasi goreng diatas meja makan yang untungn
"Hari ini jadwal saya apa saja?" Nata bertanya kepada Gea yang baru saja masuk ke dalam ruangannya sambil membawa beberapa berkas untuk segera ditanda tangani.Dengan cekatan, Gea segera memeriksa schedule yang sudah dia rampung untuk sebulan ke depan didalam i-pad yang selalu dibawanya."Hari ini Bapak ada rapat dengan Departemen Marketing pukul 10 nanti. Dilanjut pertemuan dengan investor dari PT Tjai Tji Constraction sampai jam makan siang," jelas Gea lancar.Nata hanya mengangguk sekilas tanpa perlu susah payah melihat ke arah Gea, karena fokusnya saat ini pada lembar-lembar berkas yang tengah dibolak-balik.Sekian detik berlalu dalam keheningan. Nata yang sibuk membubuhkan tanda tangannya dan Gea yang senantiasa berdiri dibelakang kursi pria itu. Jika kalian berpikir akan ada adegan-adegan intim yang terjadi saat keduanya bersama. Maka tolong segera hempaskan khayalan tersebut, karena nyatanya tidak ada perlakuan manis atau istimewa yang didapatkan Gea selama bekerja bersama sa
Ditengah kesadaran yang hanya 1 persen saja, Gea merasakan ranjang sebelah kanannya kosong tak berpenghuni, ketika tangannya mencoba meraba bagian tersebut.Dibukanya sedikit kelopak mata yang terasa berat demi bisa melihat keadaan luar lewat celah jendela yang mengintip malu-malu.Gea mendesah napas berat saat hanya gelap yang tertangkap oleh netranya. Kini bingung mulai melanda, antara melanjutkan tidur yang sempat terganggu atau bangun lalu mencari keberadaan Nata yang entah dimana rimbanya.Dengan rasa malas dan muka bantal miliknya, Gea memilih untuk beranjak dari ranjang tercinta. Bergerak pelan untuk mengambil baju tidur yang berserakan di lantai kemudian dipakainya cepat. Tanpa memakai alas kaki, Gea menuruni anak tangga satu persatu dengan hati-hati karena suasana rumah yang hanya diterangi cahaya temaram, akibat lampu utama yang tak dinyalakan.Tepat diundakan tangga terakhir Gea segera membelokan langkahnya ke bagian sudut kanan rumah, saat telinganya tanpa sengaja mendeng
Kebahagiaan terhaqiqi versi seorang Gea adalah ketika di pagi sabtu yang begitu cerah, tiba-tiba masuk sebuah notifikasi dari layar hp nya yang berisi informasi bahwa duit gajian sudah mengalir memenuhi ATM. Belum lagi ditambah uang jajan yang diberikan Nata, semakin membuat Gea bahagia bak disurga. Setelah melakukan rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri yang baik nan budiman, Gea segera membersihkan tubuhnya. Ditengah kesibukannya mempoles wajah menggunakan alat make up, baginda raja tiba-tiba terbangun lalu memusatkan seluruh atensinya pada Gea yang sedang menggunakan lipstik."Mau kemana?" tanya Nata dengan suara serak nan seksi khas bangun tidur. Tubuh bagian atasnya yang tak tertutupi apapun terpampang nyata begitu pria itu mengubah posisi menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang.Gea berdecak pelan. Merasa kesal pada tubuhnya yang selalu bereaksi berlebihan jika dihadapkan dengan manusia penggoda iman tersebut.Laki gue gak ada akhlak banget pagi-pagi bikin kepenge
Gea memijat keningnya yang berdenyut nyeri akibat menatap tumpukan berkas yang tak pernah ada habisnya. Entah hanya perasaannya saja atau kertas-kertas itu memang selalu bertambah banyak setiap hari, membuat Gea tanpa sadar selalu mengerang frustasi.Dan belum sempat dia move on dari segala masalah per'berkas'an, kini sang suami justru ikut serta menambah beban pikirannya dengan terus mengeluarkan amukan level boncabe miliknya yang dapat merusak sel jaringan otak. Selama satu bulan ini, mulut Nata tak pernah absen mengucapkan kata-kata mutiara yang sangat membekas dihati para karyawan. Dan itu semua terjadi, tidak lain dan tidak bukan karena ulah Gea sendiri.Semenjak perbincangan dengan teman semasa SMA nya tempo hari, hari-hari Gea yang semula adem ayem tanpa beban, perlahan berubah dipenuhi kecemasan. Terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan buruk yang bercokol di dalam kepala Gea, membuat wanita itu sering kali mengalami rasa gelisah secara berlebihan, hingga akhirnya berimbas pada
"Kamu lagi diet?" Pertanyaan Bunda Lita siang itu membuat tiga orang yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulutnya terhenti sejenak.Seketika tatapan Nata dan Ayah Baskara langsung teralih pada Gea yang duduk tepat diantara keduanya. "Enggak, Bun. Memangnya kenapa?" Netra wanita paruh baya itu tampak menelisik penampilan sang menantu, meskipun tidak dilakukan secara terang-terangan.Lita tersenyum singkat, "Kamu kurusan," ucapnya tepat sasaran.Ringisan kecil keluar begitu saja dari mulut Gea tanpa dapat dia cegah. Padahal dia sudah berusaha menutupinya dengan cara menggunakan pakaian over size demi menghindari pertanyaan tersebut. Namun sepertinya semua itu akan sia-sia jika menyangkut Bunda Lita.Dan sayangnya, Gea lupa jika ibu mertuanya sangat peka terhadap lingkungan sekitar.Kadang Gea merasa heran sendiri, kenapa Bunda Lita selalu tahu apa yang tersimpan diotak anak-anaknya, tanpa harus bersusah payah bertanya. Mungkin itulah yang disebut ikatan batin seorang ibu."Suami kamu