"Apa putraku baik-baik saja Dokter?" tanya Ayah Romi dengan perasaan yang masih terasa sangat kacau. "Kita tunggu sampai Arga bangun ya untuk memeriksa seluruh kondisinya, namun dari hasil pemeriksaan dan luka luar yang sudah kami obati. Terjadi pembengkakan akibat benda tumpul yang dimasukan ke dalam anus Arga. Kami sudah memberikan salep dan obat untuk mengurangi rasa sakit dan bengkaknya, semoga saat sadar nanti Arga tidak dalam keadaan gelisah, agar kami bisa melanjutkan pemeriksaan" jelas Dokter Rian, dokter keluarga Anata tersebut menjelaskan panjang lebar pada Ayah Romi yang terisak kembali, bersandar di dinding rumah sakit. "Tenanglah, Arga pasti akan baik-baik saja" desah Dokter Rian yang sudah mendengar kejadian ini dari Ayah Romi. Pria itu ikut sedih atas kejadian yang menimpa Arga. "Arga!" desah Ayah Romi mendudukan dirinya di atas kursi tunggu rumah sakit, hatinya masih tidak terima dan merasa sangat sakit terhadap apa yang sudah Arga lalui. Dokter Rian yang sama ikut
Revo sudah pergi sejak tiga puluh menit lalu, saat pria itu merasa tak enak melihat wajah Teresia yang sedari tadi hanya menunjukan wajah sedihnya. Bahkan Ibu Ros merasa ada yang janggal dengan Teresia, terbukti saat Revo pulang tanpa membawa serta Teresia. Wanita itu memilih tinggal tanpa membawa pakaian atau tas. "Kamu sedang ada masalah sama suami kamu?" tanya Ibu Ros tepat sasaran yang berhasil mengundang air mata Teresia turun dengan begitu lancarnya. Masih teramat sakit untuk mengingat apa yang sudah Arga lakukan padanya. Dia yang sudah menaruh hati pada Arga harus dihancurkan seperti itu. "Aku tidak mau kembali ke rumah itu ..." isak Teresia menundukan wajahnya dan membiarkan air matanya mengalir dengan deras tanpa mau dilihat oleh Ibu Ros yang menatap Teresia dengan pandangan iba. "Aku tidak mau bertemu pria itu Ibu" bisik lirihnya pada Ibu Ros yan mendesah pelan dan mengusap pundak Teresia lembut. Untuk yang kali ini ia tak akan menceramahi Teresia, Ibu Ros akan membiark
"Arga makan ya?" Ayah Romi tak tau harus dengan cara apa lagi untuk membujuk Arga makan. Sejak kemarin saat sadar tubuh Arga seolah hanya raga namun jiwanya entah pergi kemana. Setiap Ayah Romi mengajaknya bicara tak pernah Arga tanggapi, pria itu hanya akan menatap kosong pada jendela kaca di samping ranjang atau menanyakan Teresia apakah wanita itu sudah mengunjunginya atau belum selebihnya pria itu akan diam dan melamun. Tak hanya itu, Arga pun jadi merasa was-was dan takut jika ada orang lain yang akan masuk ke dalam kamar rawatnya selain Dokter Rian yang Arga kenal dan Tenzo yang biasa datang mengunjunginya. Arga yang saat ini duduk di ranjang perawatannya tanpa sinar di matanya itu sungguh tak Ayah Romi kenal. Dia bukan Arganya. Dan hanya menangis yang bisa Ayah Romi lakukan jika melihat Arga yang seolah tak punya sinar kehidupan di matanya itu. "Ayah akan menjemput Teresia, ayah akan membawanya kemari untuk bertemu denganmu" bisik Ayah Romi yang syukurlah berhasil mengamb
"Astagfirullah Tere!" Teresia tersentak kaget saat Ibu Ros memukul punggung tangannya dan menyadarkan Teresia dari lamunannya. "Telurnya gosong" Teresia membuka bibirnya kaget dan dengan segera mematikan kompor dan membawa teflon yang digunakannya untuk menggoreng telur ke atas wastafel dan mencucinya dengan air. Asap yang tiba-tiba muncul membuat Teresia terbatuk dan matanya perih. "Apa yang kamu pikirkan Tere?! Kenapa tidak fokus?" Ibu Ros mengipasi asap hitam yang menguap dari teflon tersebut sembari menutup hidungnya. Teresia menangis sambil menggeleng "maaf Ibu" ujarnya dan mengusap kedua matanya yang berair.Ibu Ros mengerutkan alisnya melihat Teresia justru menangis sembari membasuh teflon di atas wastafel. "Kamu kenapa nangis" tanyanya yang dijawab Teresia dengan gelengan pelan."Asapnya masuk ke mata, pedih" hanya alasan, dan Ibu Ros tau itu. Nyatanya, Teresia masih terus terkurung dalam masa penyembuhan luka hatinya sudah sering Ibu Ros mendapati Teresia yang selalu men
"Apa kabar Teresia?" mendengar suara Ayah Romi, Teresia baru sadar bahwa penampilan pria baya itu nampak kurang baik. "Ayah" sapa Teresia pelan dan kemudian mengambil duduk di depan Ayah Romi serta memperhatikan dengan seksama wajah Ayah Romi yang kali ini terlihat pucat dan lingkar hitam di kedua matanya menyatakan bahwa pria baya itu kesulitan tidur. "Sepertinya kondisimu juga sama tidak baiknya dengan Arga" mulai Ayah Romi menilai penampilan Teresia. Mendengar nama Arga disebutkan makin membuat hati Teresia nelangsa dibuatnya. Oh rindu yang benar-benar menyiksa hati serta batin. ."Ayah kenapa datang ke sini?" tanya Teresia yang tak terkejut melihat Ayah Romi mengetahui keberadaannya. "Apa kamu tidak mau menemui Arga Tere?" tannya Ayah Romi mengabaikan pertanyaan Teresia. Teresia mengepalkan kedua tangannya yang berada di atas paha. "Buat apa? Arga sendiri tidak menemui aku! Dia benar-benar menikmati perselingkuhannya dengan pacar prianya, dia bohong dan dia-""Di rumah sa
Ibu Ros memilik Teresia dengan erat "kamu harus bisa berbaikan dengan Arga mengerti Teresia?" paksa Ibu Ros yang diberi tawa pelan oleh Teresia, wanita muda itu mengangguk kuat. Ya, memang itu tujuannya dia harus memperbaiki hubungannya dengan Arga. "Nanti Teresia datang lagi ya Bu" bisik Teresia tak kuasa membendung air matanya dan harus diusap oleh Ibu Ros yang melihat bulir air matanya terjatuh. "Iya, tapi harus dengan suami kamu" Teresia mengangguk kuat dan tertawa pelan. "Kami berangkat ya Bu" pamit Ayah Romi yang diangguki oleh Ibu Ros. "Hati-hati" pesannya pada Teresia dan Ayah Romi yang kemudian memberi salam padanya dan pada anak-anak panti yang mengantar mereka sampai depan gerbang panti. Sepanjang perjalanan tak ada percakapan di antara keduanya, Teresia tak mau mendengar apapaun tentang Arga sampai ia bisa meliat sendiri bagaimana keadaan pria itu. Sampai akhirnnya mobil yang Ayah Romi kendarai itu berhenti di parkiran rumah sakit, Teresia nampak sangat tidak sabar u
Teresia menyelimuti tubuh Arga, saat pria itu akhirnya mengeluh mengantuk dan meminta Teresia berjanji untuk tetap bersamanya sampai Arga membuka mata nanti. Padahal tanpa Arga bilang, Teresia memang akan ada di ssisi Arga sampai pria itu bangun nanti.Tangannya dan tangan Arga masih saling tertaut dan itu membuat hati Teresia menghangat bahagia. "Arga sudah tidur?" Teresia menoleh dan melihat Ayah Romi yang kembali masuk ke dalam kamar dengan senyum yang terbit di bibirnya. "Iya, baru saja" ujar Teresia tak memutus pandangan dari wajah Arga yang terlelap namun masih terlihat pucat. Ayah Romi mendesah pelan dan tak memungkiri hatinya yang terasa begitu tenang dan bahagia karena melihat Teresia serta Arga kembali bersama dan menyelesaikan kesalahpahaman di antara keduanya. Kali ini fokus Ayah Romi akan mencari orang-orang yang sudah membuat Arga terbaring dirumah sakit.Dan urusan Arga akan Ayah Romi biarkan Teresia yang merawatnya. "Baru kali ini dia bisa tidur dengan lelap sep
Arga tidak tau berapa lama dia tertidur. Namun tidurnya kali ini begitu nikmat dan tidak terganggu dengan mimpi buruknya. Dan saat ia membuka mata, Arga tau apa yang menyebabkan mimpi buruknya tak lagi datang. Teresia masih duduk di samping ranjangnya dengan tangan wanita itu yang masih menggenggam kuat tangan Arga. Melihat Teresia masih berada di sisinya dengan setia membuat Arga terharu dan melebarkan senyum cerianya. Satu tangannya yang diinfus ia gerakan untuk mengusap kepala Teresia yang direbahkan di atas ranjangnya.Wanita itu pun tertidur cukup pulas, bibir Arga menahan geli melihat Teresia, pemandangan yang sangat ia rindukan. Namun tak tega, takut Teresia sakit jika tertidur dengan posisi tidak nyaman itu, Arga memutuskan untuk membangunkan Teresia. "Hei" panggilnya pelan dengan gerak tangannya yang membangunkan Teresia. Teresia tersentak kaget dan lansung bangun dengan mendadak. Arga terkejut, namun tak urung kekehannya mengudara. Kebiasaan Teresia yang sangat Arga