Mobil Shelina berhenti agak jauh dari tempat Roland. Shelina tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Roland masuk ke Panti Asuhan Jalin Kasih. Panti Asuhan Jalin Kasih! Rupanya Leo benar. Roland memang ke sana. Untuk apa?
Dahi Shelina mengernyit. Dari mobilnya dia bisa melihat Roland disambut oleh anak-anak panti. Dia tampaknya sudah biasa di lingkungan panti, pikir Shelina bingung. Salah satu pengurus panti yang pernah ditemui Shelina pun ikut menyapa Roland.
Apa hubungan Roland dengan panti itu?
Shelina ingin turun, mencari tahu apa yang Roland sembunyikan, namun dia menggeleng dan menepiskan ide itu. Aku alergi dengan panti itu. Bukan, bukan aku tidak punya rasa kemanusiaan sehingga aku tidak suka dengan anak yatim-piatu. Aku lebih kesal sebab karena panti asuhan inilah Abizhar jadi membenciku. Abizhar dan keluarganya mendewa-dewakan panti asuhan ini sehingga membuat orang lain yang tidak suka panti asuhan ini seakan orang yang buruk.
Akulah oran
semoga kalian suka cerita ini
“Apa kau tahu sesuatu soal itu?” Mata Shelina membesar. Dia sangat tersinggung dengan kecurigaan itu. “Kau pikir aku mengambil jasadnya, begitu? Buat apa!” bentaknya marah. “Melihat mukanya yang masih hidup saja aku jijik, apalagi sudah jadi mayat! Nggak sudi lah ya aku!” “Ya aku kan hanya bertanya. Kau tidak usah bicara seperti itu tentangnya,” sahut Abizhar mengingatkan. “Aku lagi minta orang untuk mencari tahu soal ini. Aku tidak serta-merta percaya soal ilmu hitam atau hal-hal di luar nalar semacam itu, jadi aku yakin, ada alasan lain mengapa Yuni tidak ada di tempat peristirahatannya.” Shelina memperhatikan Abizhar yang terus-terusan terlihat bingung. Dia tahu Abizhar tidak berpura-pura. “Kau pasti sangat mencintainya sampai mengkhawatirkannya seperti ini,” kata Shelina lirih. Rasa sakit di hatinya tak urung mampir ke sana, menimbulkan perasaan sedih. Bagaimana rasanya dicintai itu, pikir Shelina murung. Aku tidak pernah bertemu orang yang mengak
“Bagaimana bisa kau berakhir seperti ini, Sayang?” Seorang perempuan dibalut selendang yang menutupi wajahnya menangis sesungukan di dekat Yuni. Digenggamnya tangan Yuni yang tak kunjung bergerak. “Bagaimana bisa istri Abizhar sejahat ini padamu? Mama janji, ketika kau sadar, kita akan membalas perbuatan Shelina padamu! Kau dengar Mama, kan? Ya, kita akan buat Shelina menyesal telah membuatmu ca..” Air mata perempuan itu mengalir deras. “Cacat seperti ini, Sayang.” Perempuan itu teringat pada kejadian di masa lalu, di mana dia menaruh Yuni yang masih bayi di teras Panti Asuhan Jalin Kasih. Ditaruhnya secarik kertas berisikan nama dan tempat, tanggal lahir Yuni di sana. Sebelum meninggalkan Yuni yang masih berusia satu minggu, perempuan itu berbisik padanya bahwa arti namanya adalah kebaikan. Perempuan itu berharap, Yuni akan menjalankan hidupnya dengan penuh kebaikan meski ibu yang melahirkannya tidak bisa membesarkannya. Dengan perasaan bersalah, perempuan it
“Kenapa Yuni memangnya? Ada sesuatu yang terjadi hingga kau tidak bisa tidur begini?” Kemarahan Shelina setiap Abizhar mengangkat topik soal Yuni tak bisa lepas dari pikiran Abizhar. Dia mau tak mau merasa menyesal telah membuat istrinya kesal melulu. Keringat tak berhenti membasahi kedua tangan Abizhar. Dia merasa gugup hari itu. Hatinya juga tak tenang. Dia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada jasad Yuni. Perasaan bersalah terus-terusan menghantuinya. Kecurigaan pada istrinya pun datang. Bukan tidak mungkin Shelina yang begitu membenci Yuni bisa melakukan hal-hal di luar nalar. Tapi untuk apa? Apa tujuan seseorang mengambil mayat? Argh! Dan tampaknya, Shelina juga tidak tahu-menahu soal itu. Ah, apa yang kuketahui soal Shelina, pikir Abizhar. Aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak. Abizhar kembali berkonsentrasi untuk bekerja. Untung saja hari itu jadwalnya cukup padat sehingga dia tidak terlalu pusing soa
“Istrimu berselingkuh dengan suamiku!” Itulah yang dikatakan Gadis pada Abizhar, yang sampai saat ini masih terngiang-ngiang di telinga Abizhar. Membuat Abizhar tak berhenti memikirkan apa yang telah terjadi antara Shelina dan suami Gadis. Persoalan jasad Yuni yang hilang tidak lebih memusingkan daripada urusan perselingkuhan Shelina dengan pria lain. Ya Abizhar terang gelisah, mengkhawatirkan keberadaan Yuni yang belum diketahui, tapi di saat yang sama pikirannya dirundung bayangan Shelina dan Rafi. Shelina dan Rafi. Apakah yang dilakukan Shelina adalah bentuk balas dendam terhadap Gadis, pikir Abizhar. Jika benar ayah Gadis telah melecehkan Shelina, bukan tidak mungkin Shelina ingin membuat Gadis menderita. Dengan merebut suaminya, tentu saja. Abizhar gemas sekali ingin tahu soal hubungan gelap mereka. Sudah sejauh mana mereka menikmati tubuh satu sama lain. Sudah sejauh mana… Ah, tidak. Apakah aku cemburu, pikir Abizhar malu.
“Hal penting apa bagi istri saya?” “Kau sedang apa di sini,” desis Shelina berusaha terlihat tenang di depan suaminya. Dia mempersilakan suaminya duduk di dekatnya, namun Abizhar diam saja menatapnya. “Aku dan Rafi.. Kami sedang..” “Membicarakan proyek penting,” sergah Rafi meyakinkan Abizhar. “Istrimu menggunakan jasa perusahaanku untuk mempromosikan proyek pentingnya. Kau tahu, dengan teknologi yang berkembang pesat, aku bisa bantu Alina memberi data-data klien yang potensial.” Mata Abizhar lurus-lurus memandang istrinya. Dia tidak percaya pada omong kosong itu. Tanpa ngomong panjang-lebar, ditariknya lengan Shelina dengan kasar, dibawanya istrinya keluar dari restoran. Shelina meronta tapi cengkraman Abizhar di lengannya sangat kuat. Setelah mereka sampai di parkiran, Abizhar melepasnya dengan kasar. “Apa-apaan kau ini!” bentak Abizhar sebelum Shelina memarahinya. “Aku capek-capek kerja, kau malah asyik-asyikan bertemu dengan eks selingkuhanmu! Kal
Kebetulan saja Shelina melewati ruang kerja Abizhar yang tidak tertutup. Di luar ruang kerja tersebut, Shelina berdiri mendengarkan perbincangan Abizhar dengan seseorang yang Shelina duga ibu dari pria itu. “Ma, berhenti menyudutkan Shelina seperti ini. Bagi Abi, Yuni sudah meninggal, dan sudah saatnya Abi bangkit dengan kehidupan Abi yang sekarang. Mama ingin kan, Abi bahagia? Nah, mulailah dengan tidak mencampuri urusan rumah tangga Abi.” Di seberang sana ibunya ikut membentak, “Kau itu tidak tahu apa-apa selain berbisnis! Mama lebih tahu perempuan seperti apa Shelina itu. Dia itu hanya mementingkan uang, uang, dan uang! Manusia sepertimu pasti dianggap hanya alat untuk membuatnya menjadi seorang ibu. Dia itu sama persis dengan ibunya!” “Manusia sepertiku?” ulang Abizhar tersinggung. “Sudahlah, Ma, fokus saja dengan kesehatan Mama dan Papa. Mama tidak usah juga sok-sok paham dengan bisnis, apalagi sampai menjegal usaha Shelin..” “Kurang ajar kau! Ka
Tidak semudah itu rumah tangga mereka menjadi akur. Ibu Abizhar melakukan semua yang dia bisa untuk menyabotase keutuhan hubungan Abizhar dan Shelina. Didatanginya Rafi di kantor pria itu, kemudian dia melempar selembar cek ke muka pria itu.Sebelum Shelina mengalami kecelakaan hebat itu, beberapa bulan sebelumnya Bu Lila membayar Rafi, suami sepupu Shelina yang terkenal materialistis itu untuk menggoda Shelina. Tujuannya agar Abizhar tambah membenci Shelina dan tidak jatuh cinta pada Shelina. Selain itu, Bu Lila ingin Abizhar mengingat Shelina sebagai perempuan nakal yang tidak seharusnya dijadikan istri.Bu Lila menghendaki Abizhar menjadi suami seorang perempuan. Seorang perempuan yang masih tabu untuk disebutkan namanya.Seharusnya setelah perselingkuhan yang dilakukan Shelina terkuak ke permukaan dan dia melahirkan anak laki-lakinya, Abizhar bisa dengan mudah untuk menceraikan Shelina dan memperoleh tanah di Kebon Kacang. Sayangnya, kecelakaan itu naas terj
“Kenapa kau setuju dengan pemberian jabatan oleh ayahku?” dumal Shelina saat suaminya mengantarkannya ke kantornya. Shelina masih duduk di jok belakang dengan Abizhar menyetir di kursi depan. Meski Shelina tidak berada di sebelahnya, dan Abizhar enggan untuk meliriknya lewat kaca spion, dapat dibayangkannya wajah Shelina yang murka. Abizhar tertawa kecil. Reaksi Shelina yang demikian sudah diduganya sejak dia di restoran tadi. “Yang namanya rejeki, masa ditolak, Sayang?” sahut Abizhar santai. “Kau tidak menganggap tawaranku serius. Kau tidak menginginkan pernikahan ini berjalan sebagaimana mestinya,” lanjut Shelina mengomel. “Tapi percuma juga, kan, aku marah padamu. Kau tidak akan pernah mendengarku!” “Shelina, jangan berpikir yang tidak-tidak. Tentu aku mau memiliki rumah tangga yang utuh bersamamu, tapi kau juga tidak bisa gegabah dengan keinginanmu. Kau pikir, semua yang kita miliki ini asalnya dari mana? Datang begitu saja? Kau sadar kan bahwa ad