POV Reyhan
Saat tengah menikmati makanan, aku mendengar ada keributan dari arah toilet. Kebetulan Riska ijin ke toilet. Suara keributannya juga tak asing ditelingaku. Segera aku berlari menyusulnya. Mataku membulat ketika yang kulihat justru istri dan sekretarisku yang sedang menciptakan keributan itu. Sungguh memalukan! Istriku sedang membabi buta menampari Riska. Sedang Riska hanya terdiam. Sudah mkusuruh Hany untuk menghentikan, namun Hany tak mau mendengarkan hingga membuatku dengan cepat menarik tangannya menuju parkiran mobil.
"Malu-maluin kamu!" bentakku. Ini bukanlah kali pertama dirinya berbuat sedemikian. Sudah kujelaskan aku dan Riska tidak memiliki hubungan apapun, tapi dia selalu menuduh kami berselingkuh membuat telingaku jen
Pagi hari sekali sebelum semua orang terbangun, Reyhan segera bergegas ke kantor. Mengemudikan mobilnya dengan lunglai karena terus mengingat Hany yang tengah berdiri memeluk leher pria itu dan hendak mencumbnya. Tak dapat dipungkiri pembalasan Hany terasa sangat menyakitkan. Niat untuk pergi berlibur dan sekaligus ingin melakukan oprasi pelastik pun ia urungkan. Reyhan akan memilih untuk pergi sendiri.Karena waktu masih terlalu pagi, Reyhan memilih untuk singgah di pinggir danau. Menenangkan sejenak pikirannya. Mencoba memahami hati istrinya dengan berbuat sesuatu yang tidak gegabah. Mungkin saja Hany nekad melakukan itu karena ada alasan tersendiri. Bukankah hati wanita memang sensitif? Dan tak banyak kaum lelaki berhasil memenangkan perempuan kala sang perempuan itu sudah salah paham terhadapnya? Dan yang ada mereka menaruh kecurigaan lebih besar. Itulah yang tengah Reyhan pikirkan ketika teng
Sebelumnya :Sampai di ruangan, Riska langsung mengmbil air minum untuk Reyhan. Lalu dengan sengaja ia menabrak Rey, dan menyiramkan air itu ke dada Reyhan hingga membasahi kemejanya. "Maaf … maaf," ujar Riska. Reyhan melepas dasinya dan hendak membuka kancing kemejanya. Namun, dengan sigap Riska mengambil alih. Sengaja ia menatap tajam mata Reyhan agar ia tergoda. "Biar aku aja," ucap Reyhan. Namun, Riska tetap bersikukuh."Jadi ini yang kalian lakukan? Hah! Dan kamu masih tidak ada kapoknya menggoda suamiku!" bentak Hany. Ia kemudian menarik Riska dan memberi tamparan keras di pipinya. Reyhan menarik tangan Hany yang hampir kembali menyerang Riska. Tubuh Hany tersungkur mengenai tembok. Sedang Riska beringsut dan mencari perlindungan Reyhan dengan memegangi tangannya. Reyhan menatap wajah Riska, lalu membentaknya dan menyuruh keluar. "Kamu keluar!" bentak Reyhan pada Riska. Dengan perasaan kes
POV HanyTok …! Tok ….!"Mbak Hany! Ada tamu mencari, Mas Reyhan!" Samar-samar aku mendengar suara Juriah sambil terus mengetuk pintu.Perlahan aku mencoba untuk membuka mata sepenuhnya. 'Jadi semuanya hanya mimpi?'Kulirik Mas Reyhan masih tertidur pulas. Dengan langkah gontai aku pun beranjak untuk membuka pintu."Iya, Mbak. Siapa tamunya? Bukankah hari ini hari libur?" jawabku sembari mengucek mata. Sungguh, aku sangat merasa terganggu. Terlebih aku sedang berada di alam mimpi yang indah."Itu, ada Mbak Riska dan Mbak Shela."
SebelumnyaAku memandang perempuan penggoda itu dengan tatapan sinis. 'Tidak akan ada kebohongan yang abadi, Riska.'"Tom …! Tomo ….!""Tolong, Mbak." ucap Tante Mirna dengan tangis yang tergugu. Sejenak konsentrasi kami pun beralih pada Tante Mirna."Mama!" teriak Shela sembari menghampiri Tante Mirna."Shel ….!""Semua
Pov 3Setelah sampai di rumahnya, Riska langsung masuk ke kamar, mengunci pintu lalu membaringkan tubuhnya di ranjang. Bahkan, sapaan kedua orangtuanya yang tengah berbincang santai pun ia abaikan. Dia terus mengumpat Reyhan dan keluarganya."Sialan! Brengsek! Awas kalian semua! Mereka pikir mereka telah menang dari-ku? Tidak! Ini baru awal permainan yang sesungguhnya akan dimulai." Ih, kesal sekali rasanya mengingat kejadian tadi. Aku malu!" rutuknya."Aku gila harta! Aku gila akan kekayaan! Itulah yang membuatku berambisi untuk kembali mendapatkan hati, Reyhan. Namun, Reaksi Hany sungguh membuatku tak menyangka. Padahal aku sudah sangat yakin bisa kembali mendapatkan, Reyhan.""Hah! Sepertinya akalku memang terlalu bodoh. Kenapa tak kugunakan uangku untuk menyuap m
"Pa, bagaimana nasib, Mbak Mirna kedepannya? Masa dia nyusahin keluarga kita terus sih, Pa. Bukan apa, lama-lama aku juga merasa keberatan. Lagi pula, Aldo 'kan sudah bekerja, suruh saja dia tanggung biaya hidup Mama dan Adiknya," keluh Rani.POV 3"Iya, Ma. Papa ngerti. Tapi, bagaimana cara mengatakannya? Papa merasa tidak enak," balas Tomo."Tidak bapak, tidak anak. Sama saja memiliki sifat tidak enak-kan. Papa itu harus tegas untuk mengambil keputusan. Supaya tidak disepelekan, Pa. Terkadang menjadi orang yang tega juga dibutuhkan. Toh, kita hanya ingin supaya Mbak Mirna dan anak-anaknya mampu berpikir. Supaya bisa menghargai orang lain," ujar Rani."Percuma juga, Papa memenuhi
"Mas, ini kenapa ya? Kok ada bendera kuning? Siapa yang meninggal?" Jantung Shela berdegub tak karuan. Begitupun dengan Tama."Iya, Shel. Banyak polisi juga. Ada apa ya?" balas Tama."Ya udah, cepat yuk turun," ajak Tama. Keduanya pun turun dan mempercepat langkah masuk ke rumah.Sampai di ruang tamu, dengkul Shela melemas ketika melihat tubuh terbujur kaku. Terlihat ada Aldo berdiri di samping jenazah itu sambil menangis. Segera Shela berlari menghampiri Kakak-nya."Kak, siapa yang meninggal?" tanya Shela penuh ketakutan. Sebab saat dilihat sekitarnya, semua keluarga telah berkumpul. Terkecuali, Mamanya."Mama yang meninggalkan kita, Shel," jawab Aldo lirih. Shela berteriak histeris.
"Kok Lo di sini?" tanyanya."Maaf, kamu siapa ya?""Hany! Lo Hany 'kan? Lo ngapain di sini?" tanya Riska bingung."Hany???" jawab gadis itu dengan raut wajah penuh kebingungan. "Hany siapa?" tanyanya dengan nada suara yang sedikit meninggi."Salah orang kali, Mbak! Dia itu teman saya, namanya, Hana. Dan saya Septa," sambar perempuan yang tengah berbaring."Sialan, Mirip banget. Masa iya kembaran, Hany?" batin Riska dalam hati."Oh, maaf aku salah orang. Kenalkan, namaku Riska. Aku cucu Si Mbah." Riska mengulurkan tangan pada perempuan itu, dan perempuan itu pun membalas uluran tangan Riska. Mbah yang melihat cucunya bisa bersikap ramah pada tamunya, tersenyum senang."Kita ngobrol-ngobrol di sana yuk," tunjuk Riska pada bangku yang tak jauh dari posisi Si Mbah dan Septa. Hana mengiyakan aj