"Bang Shabir, aku ...."Haziya spontan mundur ketika Shabir melangkah maju. Tubuhnya dikunci oleh lengan kekar Shabir, wajah keduanya begitu dekat."Bang, jangan begini, nggak enak dilihat orang. Ini toilet perempuan," tegur Haziya berharap Shabir menjauhkan dirinya, tetapi lelaki itu malah semakin mendekatkan wajah."Jangan sok suci, sudah kunikmati juga. Kenapa dia bisa denganmu, sedangkan aku suamimu nggak bisa, hah?!" emosi Shabir meninju dinding di sebelah kiri wajah Haziya."Bang, kendalikan amarah Abang," pinta Haziya setengah serak menahan tangis, kejadian malam panas itu kembali terbayang. Dia takut Shabir jadi lepas kendali dan menamparnya untuk kedua kali."Kita juga sudah bukan suami istri lagi, Bang. Aku sudah mengajukan--""Tidak akan, aku nggak akan pernah menceraikanmu. Kamu bisa senang beb
"Pernah mencintai, tetapi disakiti. Tolong, perasaan jangan mudah terbawa suasana. Hanya karena kata-kata mutiara belaka." Tit!! "Astagfirullah! Kenapa, Bang?" tanya Haziya panik ketika suara klakson bunyi bertubi-tubi, hampir saja ponsel di tangannya terjatuh. "Itu tadi ada kuyang lagi cabutin uban," jawab Zaweel dengan wajah datar menunjuk ke depan. "Kuyang? Apaan itu kuyang? Kucing Persia?" Zaweel terbahak atas kepolosan Haziya. Kekesalannya hilang sudah, sejak dipanggil beberapa kali tidak ada sahutan dari perempuan yang duduk di samping karena terlalu sibuk dengan ponsel. "Ponselnya baru ya, dilihatin mulu?" sindir Zaweel ketika Haziya menyimpan ponsel silver itu dalam tas.
"Perempuan baik-baik untuk lelaki baik-baik, begitu juga sebaliknya. Perbaikilah dirimu menjadi lebih baik, agar jodohmu adalah yang terbaik datang untuk melengkapi hidupmu.""Jangan diterima, Bu, dia cuma bercanda," sahut Haziya cepat seraya menutup pintu kamar."Kenapa jangan diterima, orang datang melamar baik-baik kok," ujar ibunya heran dengan larangan Haziya."Pokoknya jangan, dia itu nggak serius," kekeh Haziya tetap pada pendiriannya. Dia bahkan bisa membayangkan wajah jenaka Zaweel setiap kali melontarkan gombalan kepadanya. Lelaki itu hobi menggombal, pandai merayu kepada setiap perempuan, buktinya petugas perempuan di pengisian minyak kemarin sore saja digoda.Haziya sudah cukup sekali saja menelan pahitnya kisah asmara, dan rumah tangga yang gagal. Luka perih tak terlihat lebih menyakitkan, waktu bahkan tidak bisa benar-benar menyembuhkan. Langitnya
"Rumah yang kuyakini sebagai tempat ternyaman untuk berteduh berubah tatkala badai menerpa. Tak ada lagi kehangatan saat bersandar di pundakmu karena kedatangan ratu baru."Tepat pukul satu siang Haziya keluar dari rumah bimbel. Sebenarnya, dari jam setengah dua belas sudah selesai tugasnya sebagai pengajar, tetapi karena harus menyusun laporan dan shalat Zuhur dulu makanya baru sekarang bisa pulang."Terima kasih, Haziya, sudah membantuku tadi." Anis memberi senyum tulus. "Besok aku bawakan flashdisk punyamu, ya?""Sama-sama, tidak perlu sungkan. Aku senang bisa membantu. Bukannya besok kamu tidak punya jadwal mengajar?"Anis mengangguk, dia menjelaskan untuk mengantarkan FD punya Haziya, karena merasa tidak enak terlalu lama menyimpannya di rumah."Sudah, tidak apa disimpan saja dulu. Lusa, kan insya Allah kita bertemu lagi di sini. Aku punya flashdisk cadangan kok.""Baik, terima kasih ya. Oh ya, kamu langsung
🍒🍁Tebarkan kebaikan agar kita memetik kemenangan. Jangan menabur benih kebencian agar tidak memanen permusuhan.🍁Haziya meminta izin pulang pada Zaweel. Menurutnya lebih baik mereka sekarang tidak berduaan dulu untuk menghindari fitnah jika ada yang melihat. Apalagi keberadaan Vina, istri baru mantan suaminya yang sudah menuduhnya di pertemuan pertama. Tidak bisa dihindari jika nanti mereka kembali berjumpa, apalagi sampai Vina mendapati Haziya bersama Zaweel bakal berkepanjangan.Haziy
"Maaf ya, Ziya. Aku bukannya percaya sama omongan dia. Aku hanya tidak ingin pikiran burukku menilaimu." Anis meminta maaf, merasa tidak enak dengan pertanyaan barusan. Haziya mengulas senyum untuknya, sebelum mengatakan sesuatu dia meminum air mineral beberapa teguk."Tidak perlu minta maaf, Anis. Bukan suatu kesalahan kamu ingin bertabayyun, malah ini cara yang benar. Daripada kamu berprasangka buruk. Aku dan Bang Shabir sudah punya kehidupan masing-masing. Ya, seperti ceritaku tadi di telpon, dia sudah menikah lagi dengan Vina itu meskipun dia nggak mau menceraikanku. Entahlah, apa sebenarnya kemauan dia. Seharusnya jika dia memang sudah bahagia dengan kehidupan barunya, biarkan statusku jelas. Lelaki yang datang tadi telah membantuku untuk segera pergi agar nggak sampai berantem dengan Vina. Dia Zaweel, saudaranya sahabatku Miska. Zaweel menawarkan jasanya untuk menjadi pengacara di persidangan nanti. Dia bukan selingkuhanku."Rasa sesak k
🍁Tamu saja memberi salam dan mengetuk pintu sebelum dipersilakan masuk oleh pemiliknya, apalagi ini hati jangan asal masuk kalau hanya ingin menyakiti.🍁 "Dek, tolong ambilkan jilbab Kakak!" seruan bernada perintah dari Haziya kepada Adil karena tidak menyangka akan kehadiran Zaweel meskipun sekadar mengantarkan Miska. Suara Haziya sedikit keras sehingga didengar oleh dua tamu yang sejak tadi menunggu di luar. "Kamu nggak bilang sama dia kalau kita ke sini?" tanya Zaweel. "Nggak lah, mau suprise. Jadi kelabakan dianya, haha. Eits, jangan celingak-celinguk tetap tegak begitu, CCTV tetangga sedang dalam masa aktif," ujar Miska yang menyadari beberapa tetangga rumah Haziya ikut penasaran dengan kedatangan mereka ke sini. Mungkin sejak deru mobil memasuki halaman rumah Haziya, orang-orang di sekitar rumah Haziya melancarkan aksinya bak detektif, mengintip melalui jendela dan saling bertanya-tanya siapa gerangan sosok lel
Haziya menaruh nampan berisi minuman dan makanan ringan itu di atas meja secara hati-hati. Dia sedikit was-was dengan reaksi ayahnya. Seperti kata Miska, Zaweel orangnya asyik sih cuma kebanyakan bicara, takutnya sang ayah kurang nyaman. Padahal dia sedang tidak mempromosikan calon suami, tetapi entah kenapa perasaannya berharap agar Zaweel bisa bersikap baik agar ayahnya menyukai akan kehadiran lelaki itu. Lidya dilarang ibunya untuk ke depan, karena sebentar lagi akan dipinang oleh Hanif. Menghindari dari fitnah. "Aku nggak bakal jatuh cinta sama dia kok, Bu. Cuma mau lihat gimana calon kakak ipar aja hehe," pintanya memohon untuk diizinkan ke ruang tamu. "Namanya perasaan dan hati itu mudah dibolak-balik. Kamu di sini saja, tenanin ibu dan wawak," kekeh Ibu tidak bisa ditolak. Lidya mengembuskan napas kecewa, dia hanya ingin mengobrol dengan Zaweel untuk bisa menilai apakah lelaki itu lebih baik dari mantan suami kakaknya atau sebal