Suara Di Bilik Iparku (27)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**
Aku muak dengan tingkah Mas Akbar yang berbuat seenaknya sendiri. Bahkan ia tak segan memukul rahang Oki keras saat pertengkaran keduanya tengah berlangsung di kantin. Apa Mas Akbar sama sekali tidak bisa berkaca, bahwa perbuatannya sendiri lebih licik dan rendah dari apa yang telah dilakukan Oki? Bahkan Oki hanya simpati dan ingin berbuat baik padaku.
Kutinggalkan dua orang yang masih berseteru itu, lalu melangkah menjauh hendak kembali ke ruangan. Baru hari pertama kerja saja sudah seperti ini. Menyebalkan, bukan?
Bahkan ada begitu banyak pasang mata yang mengawasiku dan juga Oki serta Mas Akbar yang sedang terlibat perseteruan. Sebenarnya Mas Akbar tidak perlu bersikap searogan ini karena selain kami sedang di kantor, ia juga harusnya bisa mawas diri atas perbuatan yang telah ia lakukan.
"Anisa, tunggu ...." teriak Oki ketika aku mulai berjalan menjauh da
Suara Di Bilik Iparku (28)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Iya, pasti akan aku temani. Lalu setelah masa iddahmu selesai, aku akan segera melamarmu."Perkataan Oki terdengar jelas di telingaku, membuatku seketika membeku dengan degup jantung yang tak beraturan. Entah apa yang ia ucapkan, aku tak paham dengan isi kepalanya."Hahaha ... Prank!" Tawa Oki menggelegar ketika aku masih terdiam setelah ia berbicara demikian padaku.Aku mendengus kesal, lalu membuka pintu ruanganku dan masuk ke dalamnya. Bukan aku kesal karena perkataannya ternyata hanya sandiwara, melainkan aku kesal karena ia berhasil membuat jantungku tak aman."Tapi, Nis. Kalau kamu nganggep itu tadi serius juga nggak apa-apa," tuturnya lagi ketika aku telah mendudukkan tubuhku di kursi dan siap menandatangani berkasnya.Sekilas aku meliriknya tajam, lalu gegas membubuhkan tanda tangan di atas berkas yang ia bawa. "Nggak usah becanda, nan
Suara Di Bilik Iparku (29)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Pak, tolong lajunya dipercepat, ya. Tapi kita puter balik, ke arah Perumahan Cendana di sana," ucapku seketika pada sopir taksi yang kukendarai sesaat setelah menerima pesan dari Wulan.Aku harus memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa Mas Akbar dan Hanum tengah di grebek warga lagi. Apa mereka belum kapok dengan kejadian yang bahkan belum genap satu bulan ini?Bukan aku ingin prihatin, tapi justru aku ingin tertawa dan memberi selamat pada mereka yang telah mendapat kehormatan dari warga dalam kurun waktu sebulan dua kali.Gegas kuketik beberapa kata dan kukirim pada Wulan. Alu berharap, Wulan bisa melaksanakan perintahku dengan baik karena ini menyangkut tentang proses perceraianku nanti.Dadaku berdegup kencang, saat mobil yang kukendarai sebentar lagi akan sampai di tempat yang telah kutunjukkan sebelumnya. Kulihat dari balik jendela mobil, perumah
Suara Di Bilik Iparku (30)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Huuu huuu huuu""Dasar murahan.""Pelakor!"Berbagai teriakan dan amukan warga dilontarkan pada Hanum dan Mas Akbar yang telah digelandang oleh beberapa warga sekitar untuk menuju ke kantor polisi. Aku hanya bisa diam dan mengikuti mereka yang telah dibawa lebih dulu menggunakan mobil salah satu warga sini.Masih kudengar beberapa cacian warga mengenai Mas Akbar dan Hanum, karena mereka merasa dibohongi dengan pernyataan pernikahan mereka padahal semua itu hanya kebohongan semata. Bahkan mereka masih berstatus sah sebagai suami dan istri orang lain.Entah, terbuat dari apa hatinya sehingga mampu berbohong pada orang-orang. Apa mereka sungguh sudah tidak bisa menahan nafsunya jika harus menunggu sampai perceraian mereka masing-masing selesai?"Mbak, maaf. Aku nggak ngira kalau orang di dalem itu suamimu," tutur seorang wanita yang tadi kutemui sebelum
Suara Di Bilik Iparku (31)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kami semua berjalan beriringan keluar dari kantor polisi saat Mas Akbar dan Hanum telah menandatangani surat perjanjian yang dibuat oleh Bara. Hanum terlihat lesu, aku yakin selain malu ia pasti juga resah karena setelah bercerai tidak akan mendapatkan harta gono-gini."Mbak, gimana?" ucap Bara lagi ketika aku belum sempat menjawab perkataannya beberapa saat yang lalu.Aku meliriknya sekilas, entah bercanda atau serius tapi aku kurang suka dengan sikapnya karena aku tahu, Bara pun tidak jauh berbeda dengan Mas Akbar yang suka bersikap arogan dan kasar kepada istrinya. Mana mungkin aku jatuh untuk kedua kalinya dalam lubang yang sama?Tapi, jika dilihat dari perhatian Bara akhir-akhir ini membuatku sedikit ragu dengan sikapnya yang sama arogannya dengan Mas Akbar karena ia terlihat sangat manis dan baik jika kepadaku. Ah, entahlah aku belum terlalu ingin memikirkan hal ini
Suara Di Bilik Iparku (32)**Ah, tidak mungkin, dan kalau bisa jangan sampai aku hamil saat ini.Memang, kehamilan ini sudah aku nanti selama dua tahun belakangan ini. Namun, jika melihat keadaan sekarang, apakah aku masih harus bahagia jika memang benar-benar hamil? Sedang orang yang sedang menanti kehamilan ini pun kini sudah berpindah hati.Seketika hatiku nyeri, dua hari lagi aku akan mengajukan perceraian dengan bantuan Oki. Namun, kenapa sekarang aku seperti merasakan tanda-tanda kehamilan? Bagaimana ini?"Nis, sudah mau berangkat kerja?"Seketika tubuhku terlonjak ketika kulihat ibu telah berdiri di ambang pintu dan mengajakku berbicara. Sudah sejak kapan ibu di sana? Kenapa ia tak mengetuk pintu dulu."Ibu sudah mengetuk pintunya berulangkali, tapi kamu nggak denger. Kamu kenapa?" tanya ibu saat aku masih terdiam di sisi ranjang, ia seperti tahu apa yang tengah aku pikirkan.Aku lantas kembali menutup
Suara Di Bilik Iparku (32)**Pancaran sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka di dalam ruangan tempat aku di periksa oleh dokter. Ia memintaku berbaring di ranjang saat ia tengah memeriksa keadaanku melalui urin yang baru saja ia minta. Hatiku berkecamuk, entah penyakit apa yang sedang bersarang di tubuhku. Atau bahkan ini bukan penyakit, melainkan janin yang sedang berkembang di dalam rahimku. Entahlah.“Kamu baik-baik aja, kan?” tanya Oki membuyarkan ketegangan yang sedang meliputi hatiku.Aku tersenyum kearahnya, ia begitu tulus kepadaku bahkan saat aku hanya berstatus sebagai rekan kerjanya saja.“Iya, aku baik-baik aja,” jawabku singkat dengan mengalihkan pandanganku ke arah luar jendela.Sebenarnya aku bohong. Tubuhku masih terasa sangat lemas, bahkan tenggorokanku bagai tersimpan obat terpait di dunia ini. Perutku mual ingin muntah, tapi tak akan ada cairan yang ke
Suara Di Bilik Iparku (34)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**“Anisa, katakan siapa yang hamil?” tanya Mas Akbar membuyarkan lamunanku.Aku dan Oki saling berpandangan, lalu Oki maju selangkah di depanku. Mas Akbar tampak terkejut dengan sikap Oki yang terlihat seperti melindungiku.“Mau apa kamu di sini?” tanyanya yang aku tahu hanya untuk mengalihkan pembicaraan.Tak perlu aku jelaskan, sepertinya Oki pun paham ia harus apa.“Kamu yang seharusnya pergi dari sini. Mau apa kamu di sini? Kamu itu siapanya Anisa? Aku suaminya,” tutur Mas Akbar dengan menatap tajam sahabatnya itu.Ya, dulu mereka terlihat sangat dekat. Namun, Oki mulai menjauh semenjak kasus Mas Akbar dan Hanum mencuat. Ia pernah bercerita, bahwa ia sangat kecewa dengan sikap Mas Akbar yang menduakanku dengan iparnya sendiri, bahkan ia terlihat sangat tidak bersalah setelah merebut istri dari adik kandungnya sendiri. Ap
Suara Di Bilik Iparku (35)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**“Mbak, sudah sampai,” ucap sopir taksi yang kutumpangi membuyarkan konsentrasiku yang masih berbalas pesan dengan Bara.Ia menceritakan bahwa Hanum datang dengan memohon agar mobilnya dapat ia bawa serta keluar dari rumah itu, tapi Bara sama sekali tak mengijinkannya. Bahkan, Bara tak segan menendang istrinya itu agar cepat keluar dari kediaman yang pernah mereka huni.Aku seketika menoleh pada sopir tersebut, lalu tersenyum singkat sembari mengulurkan satu lembar uang padanya.“Terimakasih ya, Pak,” kataku sebelum turun dari taksinya.Hari belum terlalu siang, pasti ibu dan bapak masih ada di rumah karena biasanya bapak akan pergi mengecek usaha keluarga kami selepas adzan dzuhur. Kubuka pintu gerbang pelan llau masuk ke dalam rumah dengan perasaan tidak menentu, bingung harus memulai cerita ini dari mana.“Assalamualaiku