Bab 58: Mimpi yang Nyata
“Alhamdulillah, Mas Joko, aku sudah selesai menjalani ujian akhir semester. Semuanya bisa aku lalui dengan mudah, khususnya di mata kuliah Biologi Reproduksi. Apalagi Biologi Reproduksi, aku yakin kami semua teman sekelas mendapat nilai A Plus. Hihihi.., bukan, bukan, aku bukan mau membahas soal ‘kepala bulus’ yang itu. Ah, sudah, ah. Aku jadi malu.”
"Eh, Mas Joko, aku baru sadar, lho. Sepeda yang dinaiki seorang lelaki yang sering kulihat di lampu merah itu ternyata merek terkenal. Pastinya, harganya juga mahal. Aku sampai bilang ‘buset’ waktu diberi tahu seorang teman tentang harga sepeda dengan merek itu.”
“Sepeda, tapi harganya sama dengan motor, tentu tidak semua orang bisa memilikinya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mau menggelontorkan uang demikian ba
Bab 59:Di Bawah Selimut Pelan-pelan pula aku menyingkap selimut supaya aku bisa melihat.., Ya Allah!Ibu Joyce!Sontak saja jantungku berdegupan dengan sangat kencang. Darahku mendesir laju seiring dengan ketakutan yang meremas-remas hatiku. Beberapa saat aku masih membujur kaku di atas ranjang, berusaha mencerna apa yang telah terjadi pada diriku, sekaligus merasa bingung pada pilihan-pilihan yang harus aku lakukan sekarang.Otakku yang mulai kembali dalam kesadaran penuh segera bekerja untuk menalari kejadian semalam. Namun sebelum itu, aku harus memastikan terlebih dahulu sedang bagaimana kondisi tubuh Ibu Joyce di bawah selimut ini.Sekali lagi aku mengangkat ujung selimut untuk
Bab 60:Akibat Gigitan Nyamuk Tok, tok, tok! “Joko!”“Buka pintunya!”Itu adalah suara Alex. Hemm, sahabat baikku itu semakin membuat aku merasa tak enak hati saja. Sejak pindah dari rumah kontrakannya dan mandiri di kosku sendiri, belum sekali pun aku mengunjungi dia.Satu-satunaya niatku yang telah kurencanakan dengan matang, harus batal gara-gara aku tergiur dengan bayangan upah seandainya aku menyemprot kebun milik Ibu Joyce, yang ternyata, ternyata.., ah, tiba-tiba aku menjadi ingin marah.“Joko!” 
Bab 61:Yang Tertinggal Hari sudah beranjak siang ketika Joyce Angelique menyudahi aktifitasnya membasuh diri. Dengan memakai kimono ia keluar dari kamar mandi sebuah hotel tempatnya menginap semalam. Ia biarkan rambutnya yang basah tergerai di bahu dan belakang punggungnya.Suasana yang begitu lengang di dalam kamar membuat Joyce beberapa saat terpaku, dan menatap hampa pada sebuah ranjang besar tempat dia bergumul malam sebelumnya, sebuah medan di mana ia membebaskan segala sesuatu yang selama ini terkungkung di dalam dirinya.“Joko..,” lirih sang manajer ini berbisik.“Kenapa kamu meninggalkan saya, Joko?”
Bab 63:Semakin Kupandang Semakin Benderang “Yihaaa..! Aku libur kuliah, Mas Joko! Hampir seminggu aku menjalani ujian akhir semester, maka sekarang saatnya ‘halan-halan’, saatnya refreshing, saatnya healing, saatnya bersenang-senang. Cihui.”“Nanti siang, kekasihku Mas Tentara itu mau mengajak aku ke bioskop. Dia mengajak aku nonton film horror. Judulnya, hemm.., apa ya? Aku tidak terlalu mudeng waktu dia menelepon tadi. Yang pasti, ceritanya nanti ada dukun-dukunnya gitu deh. Sekali lagi, cihui!”“Sebenarnya, aku tidak terlalu suka nonton film horror. Pernah, beberapa kali aku diajak teman nonton film yang serem-serem begitu. Yang ada malah kami memekik-mekik histeris di dalam bioskop, sambil pelukan lagi! Hihihi..lucu, sekaligus malu waktu film berakhir dan lampu menyala kami masih saja ketakutan.”“Tapi, kalau nontonnya bareng dengan Ma
Bab 63:Hati yang Risau Aku pergi mendaftar kuliah dengan hati yang tiba-tiba bimbang. Tekadku sudah tidak lagi bulat seperti semula. Berkali-kali aku menghentikan sepedaku di tepi jalan hanya untuk mempertanyakan sesuatu pada diriku sendiri.“Kuliah, hehh! Benarkah ini pilihan hidupku?”“Apakah ini arah yang sudah tepat dalam tujuan hidupku?”Namun sekejap kemudian sisi hatiku yang lain pun menyahutnya.“Benar, ini sudah benar. Aku harus kuliah. Aku harus meneruskan pendidikanku supaya bisa mencapai satu level di mana orang-orang intelek dan akademis berada.”“Supaya aku memiliki sebuah gengsi yang bisa menyetarakan hidupku dengan orang lain dalam gengsi serupa. Juga supaya aku bisa memperbaiki hidupku di masa depan.”Dengan hati yang terbolak-balik antara man
Bab 64:Dua Janji Ketika aku berjalan di suatu lorong dalam kantor Benua Trada.., “ups, itu ada Menuk!” seruku dalam hati. Aku harus tampak sibuk, pikirku. Maka dengan cepat aku berbelok ke sebuah sudut di mana tadi Gofur meletakkan alat kerjanya. Cepat tanganku menyambar alat pel dan mendorong-dorongnya, menuju arah yang menjauhi langkah Menuk.Aku kira Menuk pergi menjauhi aku atau meneruskan langkah menuju tujuannya semula. Ternyata ia malah menunggu aku berbalik dan..,“Kamu sibuk?” tanya Menuk yang berdiri persis pada arah dorongan alat pelku.“Iya, nih. Ada apa?”“Ehmm, ada yang mau aku bicarakan dengan kamu.” Menuk semakin mendekati aku.
Bab 65:Hush, Hush, Pulang Sana!Sore hari, belum lagi tepat pukul lima, Yana sudah turun dari lantai atas. Ia berjalan sedikit tergesa-gesa ketika keluar dari lift. Tas jinjingnya ia sampirkan ke bahu dan sambil berjalan ia mengaitkan rambut di sisi kepala ke belakang telinganya.Yana sengaja keluar dari gedung Benua Trada lewat pintu samping, supaya tidak bertemu atau berpapasan dengan karyawan yang lain. Bunyi pletak-pletok hak sepatunya mengiringi langkah kaki sang staf perpajakan ini menuju ke selasar dan terus saja hingga tembus ke bagian belakang gedung.Hingga beberapa detik kemudian, Yana telah sampai di teras belakang. Ia berdiri sebentar untuk mematung, lalu menoleh sambil melongokkan kepalanya pada satu arah di balik sudut gedung. Ia menghirup nafas sekali, be
Bab 66:Jangan Sampai Tiga Sekonyong-konyong Yana menolehkan kepalanya pada Menuk. Lalu disertai dengan dagunya yang menunjuk pada Joko, gadis staf perpajakan ini pun bertanya.“Kamu menunggu dia?”“Eh, enggak, kok,” jawab Menuk kikuk, yang segera pula balas bertanya.“Mbak sendiri, menunggu dia?”“Enggak, saya enggak menunggu dia,” jawab Yana dengan wajah yang memerah.“Oh. Tapi kenapa Mbak tadi memanggil dia?”“Nah, k