"Ainsley, Sayang, k-kau sudah bangun?" Brianna seketika menghampiri Ainsley dan memeluknya. Dixon hanya bisa tersenyum lega, ia ingin memeluk kekasihnya tetapi Brianna masih memeluknya.
"Ainsley, kau tidak apa-apa, Sayang?" tanya Brianna lagi.
Ainsley mengangguk-angguk. "Aku baik-baik saja, Mom," balas Ainsley.
"Syukurlah, Sayang, mommy lega."
"Daddy, Mom, daddy kenapa? Mengapa daddy ... tidur?" tanya Ainsley pelan dan hati-hati. Karena seingatnya tadi ayahnya masih sadar, dan bahkah memeluknya erat. Ainsley sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa terbaring di kamarnya.
Apakah dia pingsan, ayahnya juga pingsan? Apa yang terjadi sebenarnya?
"Dixon, ada apa dengan daddy? Dan kenapa aku tiba-tiba ada di kamar?" tanya Ainsley karena Brianna tak kunjung menjawab.
Dixon melukis senyum tipis. "Tidak apa-apa, Ainsley. Tadi kau pingsan, paman Freddy juga pingsan setelah kelelahan bertarung. Paman Freddy masih butuh istirahat, biarkan dia memulihka
Ainsley memajukan kepalanya dan mendaratkan bibirnya di pipi Dixon.Cup!Dixon tersenyum. Ia mulai terbiasa dengan sikap kekasihnya yang terkadang manja, terkadang bawel, terkadang galak, dan terkadang-terkadang lainnya."Hanya itu?" Goda Dixon."Apa?""Hanya pipi? Aku ingin lebih," kata Dixon sambil menampilkan senyum miring.Ainsley langsung mencubit perut Dixon gemas."Kau pikir aku sedang lemah dan kau bisa seenaknya menindasku?' kata Ainsley ketus."Hei, siapa yang menindasmu? Aku memintanya baik-baik," balas Dixon."Dan aku tidak akan memberinya," kata Ainsley mendengus.Dixon terkekeh lalu menjulurkan tangannya untuk mengelus pipi pucat Ainsley."Bagaimana perasaanmu?" tanya Dixon lembut, membuat Ainsley merasa hangat seketika, dengan sentuhan dan tutur lembut yang Dixon berikan."Aku baik. Dan lebih baik lagi karena kau ada disini," tutur Ainsley tanpa malu-malu.Dixon menatap Ainsley dengan mengan
Tiba-tiba Dixon menarik diri. Mundur saat ia sadar ia hampir melakukan kesalahan."Shit!" Umpat Dixon dengan mata yang berkabut gairah.Ainsley menatap Dixon dengan mata yang sedikit menyipit. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Dixon. Ainlsey merasa ada yang salah."Dixon," panggil Ainsley.Dixon langsung berdiri seketika. "Aku harus pergi," kata Dixon hampir tanpa spasi, sangat cepat."Kenapa tiba-tiba? Kau bilang kau akan menemaniku sampai aku tidur," kata Ainsley merengek."Ainsley, aku—" Dixon tak melanjutkan kalimatnya, ia mengepalkan tangannya sangat kuat."Kenapa?" tanya Ainsley lagi. Entah, mengapa dia sangat polos?"Ainsley, aku tidak bisa. Aku ... aku tidak ingin kalau aku sampai lepas kendali. Aku laki-laki normal, Ainsley, aku bisa saja melakukan hal buruk terhadapmu, hal yang tidak kau inginkan." Dixon berujar panjang. Ia sengaja berbicara sejelas-jelasnya karena dia pikir Ainsley terlalu polos untuk diajak bicara denta
Beberapa hari kemudian ....Freddy sudah kembali pulih. Dua hari kemarin dia tidak pergi ke kantor karena lebam-lebamnya yang menyeramkan takut akan menakuti para karyawannya. Tapi hari ini Freddy sudah beraktifitas seperti biasa."Dad," seru Ainsley yang masuk ke ruangan ayahnya tanpa permisi."Ainsley, ada apa?""Aku hanya ingin melaporkan hasil penjualan RSE BRIGHTENING. Kau mau lihat sekarang atau nanti, akan aku simpan dulu kalau kau masih ada pekerjaan lain," jelas Ainsley."Hm, letakkan saja disini, Ainsley, daddy sudah hampir selesai memeriksa data ini," balas Freddy."Baiklah, Dad." Ainsley meletakkan map yang ia bawa tadi."Ah ya, Ainsley, apa Dixon akan menjemputmu nanti?" tanya Freddy tidak mengalihkan landangannya dari laptopnya."Hm, dia belum mengatakan apapun. Memangnya kenapa, Dad?""Tidak, daddy akan tenang jika kau pulang bersamanya karena sepertinya daddy memiliki kepentingan di luar nanti," jelas Freddy.
"Hai, sudah lama menunggu?" tanya Ainsley yang baru saja keluar dari gari gedung Emperor dengan langkah ssmangat dan wajah ceria karena dijemput sang kekasih."Tak apa, aku rela menunggu bahkah satu tahun jika untuk dirimu," balas Dixon merayu."Dasar perayu! Aki serius, Dixon.""Hahaha ... tidak, aku belum lama menunggu," balas Dixon setelah tertawa."Mau pulang sekarang?" tanya Dixon.Ainsley mengangguk. "Ya, ayo."Dixon pun membukakan pintu untuk kekasihnya. "Terima kasih," kata Ainsley. Dixon mengangguk lalu berlari mengitari setengah body mobil untuk ikut masuk ke dalam mobil, pada balik kemudi."Tumben sekali kau minta di jemput? Biasanya aku yang memintamu pulang bersamaku," tanya Dixon seraya menyalakan mesin mobil."Oh, itu, daddy yang menyuruhku. Katanya daddy tidak akan cemas jika aku pulang bersamamu, karena daddy sedang ada urusan penting di luar jadi tidak bisa pulang bersamaku," jelas Ainsley. Dixon mengangguk sa
Ainsley masuk ke dalam rumahnya diikuti Dixon di belakangnya."Aku pulang ...." seru Ainsley sambil berjalan masuk langsung ke dapur untuk meletakkan belanjaan yang dibawa Dixon."Sepertinya mom dan dad ada di ruang tengah, ayo kesana," ajak Ainsley. Dixon mengangguk patuh."Mom,—grandpa?""Oh, Ainsley, kau sudah pulang?"Ainsley langsung berlari berhambur memeluk kakeknya."Oh, cucu kesayangan grandpa," kata James memeluk cucunya mesra.Iya, cucu kesayangan, kan hanya satu saja cucunya, hahaha ...."Kapan grandpa datang? Mengapa tidak memberitahuku?" tanya Ainsley."Belum lama, grandpa datang bersama daddy setelah pulang dari kantor polisi," jelas James.Ainsley mengerutkan kening. Oh, ternyata benar ayahnya pergi ke kantor kepolisian tadi."Dixon, ayo kemari. Kau tidak lelah berdiri disana?" tanya Ainsley seraya melambaikan tangan agar Dixon ikut bergabung.Dixon melebarkan senyum lalu berjalan mendekat.
"Dixon, ada apa? Apa yang Luke latakan?" tanya Ainsley setelah Dixon selesai menelpon.Dixon terdiam cukup lama. Ia ragu untuk mengatakan yang sebenarnya, takut jika Ainsley marah atau kecewa.Dixon memaksakan untuk mengembangkan senyum."Kita tunggu Luke datang, oke? Nanti kita bicarakan bersama. Sekarang kita lanjutkan membuat lasagnanya saja, ayo." Dixon berusaha mengalihkan perhatian. Dan beruntung Ainsley tidak keras kepala."Heuh ... ya sudah, ayo. Kebetulan aku semakin lapar," celetuk Ainsley.Dixon tertawa kecil melihat ekspresi lucu Ainsley yang memanyunkan bibirnya dan terlihatt sedikit lesu."Kau terlihat tidak bertenaga. Kalau begitu kau duduk saja, serahkan ini pada chef Dixon," kata Dixon membanggakan diri, memukul-mukul dadanya sendiri."Hahaha ... kau seperti itu malah terlihat seperti kingkong, hahaha ...." Ainsley tertawa renyah, sangat menarik untuk dilihat.'Kau memang harus selalu tertawa seperti ini, Ainsley,' bat
"Luke, kau tadi menelpon Dixon dan dia langsung buru-buru menyuruhmu datang. Apa ada sesuatu yang terjadi?"Pertanyaan Ainsley mampu membuat Luke berhenti mengunyah, ia juga melirik ke arah Dixon seakan bertanya 'apa kau belum menjelaskan pada Ainsley?' tetapi Dixon tidak merespon apapun.Luke menghabiskan makanan di dalam mulutnya terlebih dahulu sebelum ia menjawab pertanyaan Ainsley."Ya, aku tadi menelpon Dixon untuk memberinya kabar bahwa perjalanan kita dibatalkan oleh pihak yang mengurus. Lokasi yang akan kita gunakan untuk berlibur terkena bencana alam. Kita terpaksa harua membatalkan rencana liburan baru," tutur Luke menjelaskan."Oh my God! Bencana apa? Kasihan sekali mereka yang tinggal di wilayah sana."Sama sekali tidak terpikirkan oleh Dixon bahwa Ainsley akan berekasi seperti itu. Dia pikir Ainsley akan marah, kecewa atau semacamnya. Namun kenyataannya Ainsley malah menunjukkan rasa simpatinya pada korban bencana itu. Dixon merasa lega se
Dua hari kemudian ....Desau angin menerpa kulit, menerbangkan anak rambut yang tergerai indah.Deru ombak berbisik di telinga, menggoda dan mengundang untuk lebih mendekat.Pasir pantai yang lembut dan hangat, seakan siap menjadi pijakan yang nyaman.Udara lembap dan lengket menyapa kulit mereka yang tak sabar untuk bermain air."Kau kelihatan sangat senang," celetuk seorang laki-laki yang berdiri di sisi wanitanya."Sudah lama sekali aku tidak pergi ke pantai. Mungkin terakhir kali saat aku masih berusia lima tahun, saat aku masih bersekolah di taman kanak-kanak," sahut si wanita membalas.Tangan pria itu perlahan meraih tangan wanitanya dan menggenggamnya erat. Laki-laki itu melarikan tangannya ke dekat bibir lalu mengecup punggung tangan wanitanya mesra."Hei, kalian, mau sampai kapan berdiri disana? Ayo kemarilah," seru salah seorang pria yang sudah siap menumpangi jetski."Ainsley, ayo kemari," imbuh salah seorang wanita ya