Dua lawan yang terkena hantaman tongkat bambu pada kepalanya langsung berkelonjotan kemudian diam tak berkutik. Sementara satu orang yang tadi hanya terserempet tongkat bambu berdiri dengan muka pucat, matanya terbelalak tak menyangka dengan apa yang dialami kawannya. Birawa berdiri menatap satu orang yang tersisa, tongkat bambu yang menjadi senjatanya dia sandarkan di bahu seperti memikul sesuatu.
"Aku tidak mau membunuh kalian, namun kalian membuatku jadi gatal tangan, sekarang lebih baik kamu pergi dari sini mumpung aku berbaik hati!" hardim Birawa berkata kepada satu lawan tersisa yang bersandar pada sebatang pohon dengan muka pucat.
"Kau akan menyesal, aku pastikan masalah ini tidak selesai di sini, aku akan membuat perhitungan dengan kamu!" geram satu orang lawan tersisa dengan suara bergetar menahan dendam yang tumbuh di matanya.
"Masalah menyesal biar aku pikirkan nanti, sekarang juga kamu pergi dari sini, dan kamu perlu ingat jika suatu saat mencarik
Gubuk di belakang Birawa yang tadi berdiri gagah hancur terkena angin serangan Datuk Kalimayat. Birawa yang tadi sempat menjatuhkan dirinya ketanah bangkit berdiri merasa tengkuknya dingin melihat pondok itu hancur berkeping-keping karena terkena pukulan Datuk Kalimayat. "Kau cukup beruntung bisa menghindari seranganku," ujar Datuk Kalimayat kepada Birawa dengan seringai menyeramkan dan sorot mata yang dingin. Setelah berkata seperti itu dengan cepat Datuk Kalimayat kembali menyerang Birawa, kali ini datuk yang bertubuh bongkok itu menyerang dengan cepat mengincar dada dan leher Birawa. Birawa yang tahu bagaimana dahsyatnya serangan dari orang tua itu langsung meladeni dengan jurus yang dia dapat dari Kakek Tapak Malaikat yakni sebuah jurus bernama Malaikat Menghancur Petaka. Gerakan cepat dari jurus yang dimainkan Birawa mampu meladeni serangan mematikan dari Datuk Kalimayat. Selanjutnya ketika si datuk kembali menyerang dada dan lehernya, dengan gerakan cep
Si Kakek menatap nenek di sampingnya seakan tak percaya pada apanyang ditanyakan wanita tua itu. "Apa kamu tidak memperhatikan jurus yang di mainkan pemuda tadi?" tanya Si Kakek lagi. "Apa maksudmu?" Tanya Si Nenek tidak paham. "Aku yakin jurus yang di mainkan pemuda tadi merupakan jurus dari Tapak Malaikat, anak itu pasti ada kaitannya dengan orang tua yang sudah menghilang puluhan tahun silam," jawab Si Kakek dengan yakin. "Kalau begitu kita harus memastikannya, kemana dia pergi, oh ya ke arah sana," tunjuk Si Nenek berkata sambil menunjuk ke arah Birawa pergi. Si kakek melihat nenek itu melesat meninggalkan tempat itu hanya geleng-geleng kepala saja. "Dasar nenek-nenek, masih seperti dulu tanpa perhitungan," rutuk Si Kakek. Kemudian dengan cepat Si Kakek melesat pergi meninggalkan tempat itu menyusul arah yang diambil lebih dahulu oleh si Nenek. ******* Birawa yang baru sampai di batas desa melihat Yaksa dan Arya men
Birawa bersama Arya dan Yaksa terkejut mendengar teguran yang dilayangkan pada mereka itu. Mereka melihat tidak jauh dari mereka di sisi jalan duduk seorang tua berbaju rombeng penuh tambalan dengan tangan tiada henti memainkan uang kepeng di tangannya. Sebentar uang kepeng itu dia lempar ke udara, kemudian uang yang di lempar ke udara itu dia tangkap dengan tangannya. Walaupun badannya menghadap ke arah Birawa dan kawan-kawan, namun ekor matanya menatap ke arah lain. Meskipun suasana remang-remang tapi Birawa bisa melihat jelas mata orang itu, melihat mata orang itu membuat Birawa tersentak. Dia tahu orang yang sekarang ada di hadapannya tak lain merupakan tokoh sakti berwatak aneh yang di kenal dengan julukan Pengemis Bukit Rarata. Birawa yang tahu siapa tokoh itu dengan cepat membungkukkan badannya di depan orang yang sedang duduk menjaplok di tanah itu. "Kakek Pengemis Bukit Rarata, maafkan kami yang tidak tahu tingginya gunung di depan mata
Terdengar dua kali ledakan berturut-turut yang membuat tanah berhamburan di tempat itu ditambah tempat itu seperti dilanda gempa dahsyat, ketika debu yang beterbangan lenyap di tempat ledakan terdapat dua buah lobang besar di tanah. Birawa yang tadi menghindar menjauh masih merasakan efek akibat pukulan tersebut, dia dengan cepat berlutut di tanah sementara Yaksa dan Arya keduanya jatuh terjengkang, begitu suasana tenang kedua orang itu langsung berhamburan sembunyi di balik sebuah pohon. Tidak jauh dari Birawa terlihat Pengemis Bukit Rerata masih berdiri tegak di tanah dengan sorot mata tajam mengarah ke Birawa. Birawa yang menyadari sorot kemarahan dari mata lawan, dengan cepat meloncat berdiri dan langsung siaga. Benar saja apa yang Birawa perhitungkan baru saja Birawa berdiri, lawan langsung menderu menyerang Birawa dengan dua pukulan sekaligus. Pukulan yang dilontarkan oleh lawan mengeluarkan angin menderu deras, mendapatkan serangan
Benturan keras terjadi antara Birawa dan Pengemis Bukit Rarata, akibat benturan itu tubuh Birawa terlempat sejauh tiga tindak kebelakang. Sementara di depannya Pengemis Bukit Rarata juga terpental jauh, ketika mendarat di tanah kedua kaki kakek itu tidak bisa berdiri sempurna, sejenak kemudian tubuh orang tua itu ambruk dan muntah darah Segar, sebelum kemudian jatuh tak berkutik di tanah, Di bagian dada orang tua itu terlihat bolongan membentuk tapak tangan. Apa yang terjadi dengan Pengemis Bukit Rarata?, ketika tadi terjadi benturan antara keduanya Birawa dorongkan segenap kekuatan tangan kanannya menepis serangan lawan, pada saat terjadi benturan itu juga dengan cerdik Birawa memiringkan badannya sedikit ke kanan kemudian tangan kirinya langsung menghantam dada lawan menggunakan pukulan Tapak Malaikat. Setelah melakukan pukulan, mengandalkan kekuatan tangannya yang menghantam dada lawan, Birawa menambah dorongan tubuhnya menjauhi tubuh lawan. Dia melihat lawan meri
Gerbang Utama Kadipaten Derwana yang merupakan sebuah kadipaten strategis bagi Kerajaan Bandar Agung adalah sebuah gerbang yang dibangun dengan kayu-kayu tebal dan mempunyai menara yang tinggi. Berapa penjaga kelihatan bersiaga di setiap sudut gerbang dengan senjata terhunus lengkap. Selain penjaga yang bersiaga tersebut terdapat juga di sana berapa penjaga yang berpatroli mengelilingi tempat itu. Di tengah gelapnya malam terlihat Birawa yang berpakaian serba hitam bergerak lincah menghindari penjaga yang bersiaga di Gerbang Kadipaten Derwana. "Hei....!" Birawa memanggil salah satu penjaga yang ada di sana, ketika penjaga itu menoleh kepadanya dengan cepat tubuh Birawa yang berpakaian serba hitam bergerak lincah melumpuhkan penjaga itu. Mendengar suara tubuh bergedebukan jatuh dari kawan-kawan mereka, berapa petugas terlatih segera berlari menghampiri tempat itu. Ketika para petugas yang baru datang itu sampai di tempat tersebut mereka kebingu
Bagian pinggang baju Birawa robek besar terkena sambaran cakar lawan. Birawa meloncat mundur sejauh dua tindak ke belakang, kalau tadi dia tidak cepat mundur mungkin bukan hanya bajunya yang robek namun juga kemungkinan kulitnya juga akan robek karena sambaran cakar itu. "Hehehe... setelah ini kulit pinggangmu yang akan robek bukan hanya bajumu!" ejek lawan kepada Birawa. "Kau hanya beruntung kali ini," dengus Birawa dengan sengit sembari menyipitkan matanya di balik topeng ke arah lawan. Dengan cepat Birawa meloncat, kali ini dia mengambil inisiatif menyerang lawan yang ada di hadapannya. Birawa yang baru meloncat langsung menyerang lawan menggunakan Jurus Malaikat Menyapu Badai yang di kombinasikan dengan Tapak Malaikat. Angin serangan Birawa menderu menghujani tubuh lawan, kalau tadi lawan terlihat mengejek, namun kali ini tak urung lawan di buat kaget oleh serangan cepat yang di lakukan Birawa. Berapa kali lawan terpaksa membuang diri sembarangan
Birawa yang kaget karena tangan kuat yang menariknya itu, Birawa ingin berteriak kepada orang itu, namun sebelum dia sempat berkata orang yang menariknya langsung berbicara. "Kau diam saja, kalau tidak mereka akan mampu mengejar dirimu," tegur suara pria yang menarik badan Birawa masuk ke ceruk itu. Merasakan tidak ada bahaya yang di timbulkan oleh orang yang menariknya membuat Birawa diam saja mengikuti apa yang di katakan oleh orang itu. Birawa melihat orang yang menariknya merupakan seorang lelaki bertubuh kurus dengan tongkat dari tulang putih di tangannya. Tak jauh dari laki-laki yang menariknya duduk sembarangan seorang wanita yang juga berpenampilan yang sama, di kuping wanita itu memakai semacam giwang dari tulang. Badan kedua orang itu berwarna putih seperti dicoret dengan suatu bahan sementara di bagian putih warna itu terdapat coretan-coretan berwarna hitam berpadu orange. Setelah para pengejar menjauh dari sana, dengan cepat orang yang bar