TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MAS
Part 38 ( Astaga! )
“Mau apa lagi?” tanyaku pada Mas Arga. Tak perlu emosi dantetap santai.
“Kamu tentu tau kalau aku sudah menikah. Hidupku sangatbahagia sekarang. Tapi itu lagi, masih ada yang kurang. Aku ingin bawa Tiabersamaku,” jelas Mas Arga, suaranya terdengar agak dibuat halus. Yaaa sepertisuara wanita. Tapi tetap saja jakun tidak bisa berbohong.
“Apa?” Aku sangat terejut. Tadinya sudah sesantai mungkintiba-tiba darahku langsung naik.
“Masa sih nggak ngerti juga? Aku rasa otakmu cukup pintarmenangkap inti perkataanku. Aku dan suamiku pengen punya anak! Jadi, daripadakami mengadopsi anak, mendingan bawa anak kandungku. Di sana aku jamin Tia akansekolah tinggi. Semua kebutuhannya pasti terp
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 39 ( Viral Lagi )“Astagfirullah’alaziim! Astagfirullah’alaziim! Ya Allah ...,Astagfirulla’alaziim.” Mulutku tak henti mengucap melihat kejadian di sana. Bahkansangat mengerikan daripada melihat penampakan. Darah bercucuran seiringterdengar teriakan Mas Arga kesakitan. Pemandangan ini berhasil membuatjantungku mau copot, sangat sadis. Ya, Allah ....“AAAAAAK!” teriakan Mas Arga sangat keras.Innalillahi ... burungnya sudah terpengg*l. Semoga masihmenyisakan sedikit batangnya agar masih ada tanda dari lahir. Semoga saja. Dansemoga lagi ia sabar karena kehilangan pusaka kebanggaannya, Aamiin.Beberapa orang-orang berusaha melerai. Namun ada yang tetap fokusmerekam. Pasti buat konten cahanel yo
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 40 ( Sah! )“Bagaimana saksi?”“Sah!”“Sah!”“Sah!”“Alhamdulillah ....”Acara ini sangat sederhana. Hanya dihadiri orang tua dankerabat terdekat. Selain itu ada juga Andi. Ibu Mas Arga sudah diundang tapi ia tak datang. Entah apa alasannya.“Mulai hari ini, kamu menantu Mami, Sarah.” Mami Mas Ismailmemelukku. Hanya beberapa kali kami bertemu, Alhamdulillah tidak kaku. Ia bisamenerima bahkan tahu masa laluku yang sudah bercerai dari Mas Arga.Setelah menikah, aku dibondong ke rumah Mami Mas Ismail.Rumah yang cu
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 41Pov ArgaBaru keluar dari rumah sakit akibat tragedi itu, Suamikumenyambut dengan menyiapkan kamar yang ditaburi bunga mawar. Sangat indah danwangi. Nasib membuat terpaksa memakai sarung sebagai sangkar burungku. Ya, akuteringat saat disunat kala masih duduk di kelas 4 SD. Dan kini, aku merasakanjalan seperti itik. Bahkan tak memakai celana dalam juga.“Ayo duduk, Say.” Nona membantuku memapah. Sekarang hanya iasahabatku meskipun kami baru enam bulan kenal. Sementara Suamiku tetap setiamenunggu dan mengurus semua keperluanku.Aku mulai duduk di sofa kecil ini. Kulihat suamiku sedangmembawa tas ke dalam kamar, tak lama kemudian ia kembali ke luar dan duduk disofa yang berhadapan denganku. Ia lelaki yang tampan dan sang
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 42 ( Aku Sarah, Mas )Aku mulai memasukan pakaian ke lemari ini. Tidak memenuhidua pintu, pakaian sudah tak tersisa di koper. Ya, aku tak punya pakaian banyakhingga lemari ini terlihat sangat besar. Sementara pakaian Mas Ismail sudahtertata rapi. Namun, ada sesuatu yang membuatku terpana. Di antara gantunganbaju Mas Ismail, masih ada baju lain yang tidak asing di mataku.“Loh, ini kan baju Kak Amel?” bathinku, sambil menyentuhbaju itu. Ada sekitar lima hanger. Ini membuatku membuka pintu lemari yangkelima dan keenam. Ternyata firasatku benar, semua isinya adalah baju almarhumKak Amel.Seketika aku terpana melihat baju-baju itu. Bukan karena akuegois atau cemburu. Hanya saja, aku sudah jadi istri Mas Ismail, tapi kenapapakaian Kak Amel tidak diletakkan di le
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 43 ( Ke Sekolah Tia )Pov Arga“Suamimu mana, Say?”Baru saja datang Nona sudah menanyakan suamiku. Huh! Kalaubukan teman yang pernah berjasa sudah kuusir dari sini. Dan setiap hariberkunjung hingga aku bosan. Tapi aku juga butuh teman curhat sih.“Udah balik ke Jerman,” jawabku ketus sambil memakai catkuku berwarna kuning. Ini senada dengan warna rok dan sepatu yang akan akukenakan. Tentu baju warnah putih dengan motif bunga berwarna kuning juga. Aku pintarsekali mencocokan warna. Penampilanku pasti sangat menarik. Arga gitu loh.“Cepat amat? Apa nggak kesepian ditinggal?” Nona meletakkantasnya sambil duduk bersilang kaki. Tumben ia pakai stocking warna hitam,
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 44 ( Ditonton Orang )Sepetinya aku sedikit terlambat. Biasanya jam segini sudahsampai di sekolah Tia. Efek galau dengan ucapan Mas Ismail, aktivitas sepentingini bisa terabaikan. Ya Tuhan, aku seperti Ibu yang lupa tanggung jawab.Karena depan gerbang sekolah tampak ramai, terpaksa parkiragak jauh. Baru saja ingin ke luar mobil, mataku malah menangkap Tia berlari keseberang jalan seperti dikejar seseorang.“Loh, itu kan Mas Arga?” Tak jauh di belakang Tia, ada MasArga mengejar dengan dandan yang sangat bikin ilfeel. Ia memakai baju kuningdan sepatu hak tinggi dengan warna senada. Astaga ..., sangat memalukan!Orang-orang hanya melihat Tia dikejar Mas Arga. Tak adasecurity ikut mengamankan. Lagian ke mana security hingga
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 45 ( Ulah Ibu Mantan Mertua )“Tia harus ikut denganku! Ini juga demi pendidikannya!” ucapMas Arga lantang sambil menarik tangan Tia.“Di sini anakku bisa berpendidikan tanpa harus ke sana!” Akupun tak mau kalah, juga menarik tangan Tia yang satu lagi.Terjadi tarik menarik memperebutkan Tia. Tak ingin Tia ikutMas Arga karena takut terpengaruh. Jika dibiarkan, berarti aku menjerumuskanTia ke neraka karena menganggap itu bukan dosa. Bukan lantaran salah kalausekolah tinggi ke luar negeri, yang salah itu manusia yang membawa anakku.Dikiranya aku akan tinggal diam saja, tidak! Aku juga punya kewajibanmengarahan Tia.“Cukup! Lepaskan tanganku!”&nbs
TERIMA KASIH MEMINTAKU BEKERJA, MASPart 46 ( Ide Gila Ibu Mas Arga )“Ma, seandainya aku ikut Papa ke Jerman gimana?” Tiba-tibaTia bertanya.Deg!Jantungku terasa mau copot. Hal yang paling aku takutkanakan terjadi. Dan baru saja sedikit tenang dari masalah ucapan di telepondengan Ibu mantan mertua, kini Tia bertanya sesuatu yang paling tidak akuinginkan. Cepat sekali Ibu mempengaruhi anakku. Sepertinya belum satu jamberlalu.“Tidak! Mama tidak izinkan,” jawabku tegas. Aku belumsanggup berpisah dengan putriku.“Tapi, Ma, Papa sedang sakit,” lirih Tia, ia mulaimeneteskan air mata lagi.Benar dugaanku, pasti Ibu Mas Arga yang memberitahu.