Baratayuda VS Pelita
Mila bangkit dari tidurnya, aroma lejat masakan tercium panca indranya. Aroma itu berasal dari arah dapur, Mila buru-buru membasuh wajah di dalam kamar mandi. Matanya melirik jam dinding pukul 05. 57, Apa mungkin Arjuna tengah memasak di dapur? ranjang sebelahnya sudah kosong saat Mila bangun, itu artinya yang ada di dapur memang Arjuna.Mila mengikat asal rambutnya, membiarkan beberapa helai anak-anak rambut jatuh menutupi matanya. Apa yang Mila pikirkan memang benar, Arjuna lelaki itu sedang sibuk mengutak atik alat dapur, Mila mendudukkan dirinya di atas kursi Pantry sambil menopang dagu. Pandangannya tertuju kepada Arjuna, tangan besar Arjuna terlihat lihai memotong-motong bawang, apalagi celemek yang ia pakai menambah kesan imut di mata Mila.Arjuna sadar sedari tadi ia di perhatikan Mila, ia hanya tersenyum tipis. Arjuna membawa dua piring nasi goreng terhilang di meja. Ia memberikan satu piring untuk Mila dan satunya lagi untuMila kira sikap Arjuna kemarin adalah awal yang baik untuk hubungan mereka, Mila kira Arjuna sudah menerima kehadirannya. Namun nyatanya Arjuna masih sama, sebenarnya yang salah di sini bukan Arjuna Mila sendiri yang terlalu berharap.Mata Mila kembali menangkap kemesraan antara Arjuna dan kekasihnya Saras. Mereka sedang bercanda tawa bersama, Arjuna tertawa lepas, bahkan Mila tidak pernah melihat Arjuna tertawa sebelumnya. Mila sadar apa yang ia harapkan tidak mungkin dapat terwujud, sebenarnya apa yang bisa di harapkan dari pernikahan karena kesalahan? seharusnya sedari dulu Mila sadar pernikahan itu jelas-jelas hanya sementara, tapi kenapa Mila terimaji akan selamanya bersama laki-laki itu, kenapa hati Mila lancang mencintainya. Laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya, masa depanya, bahkan keluarganya pun menjauhinya karena Laki-laki itu. Kenapa Mila tidak bisa membencinya, kenapa jantung Mila selalu berdetak saat mengingatnya, kenapa semua itu bisa
“Kak Kevin, kakak mau ke mana? Boleh aku pulang bareng kamu? “ tanya Mona saat Kevin baru saja menstater motor Ninja miliknya. Kevin mengangguk dan memberikan helm kepada Mona. Mona meraihnya dengan senang hati, mimpi apa dia semalam sampai bisa pulang bareng dengan Kevin. Sebuah ide brilian terlintas di benak Mona, ia sengaja berpura-pura kesusahan memasang helm. “Kak, maaf ya ngerepotin. Aku ngga bisa masang helmnya,” ujar Mona tersenyum kikuk. Sungguh akting yang sempurna, Kevin langsung memasangkan kaitan helm Mona yang katanya tidak bisa gadis itu masukkan. Setelah Mona duduk di jok belakang, Kevin langsung menyalakan motornya. Saat ini ia tengah kalang kabut memikirkan Mila, makan tidak semangat, sekolah tidak semangat bahkan beberapa hari ini Kevin merasa harus mengundurkan diri dari tim basket. Berhari-hari Kevin menunggu kabar Mila, namun wanita itu tak kunjung ber
Hari ini Bima mengajak Mila bermain ke timezon, mereka memainkan banyak permainan mulai dari lempar basket, memukul tikus, balap mobil, dan terakhir mereka bermain tebak-tebakan. Sesekali mereka tertawa lepas tanpa menghiraukan orang-orang yang menatap mereka aneh. Bima menarik tangan Mila, membawa wanita itu mengikuti langkah kakinya. Bima mengajak Mila ke tempat karaoke, mereka berdua sama-sama duduk di atas sofa menunggu lagu yang sebentar lagi akan di putar. Mila bangkit dari duduknya memegangi mikrofon ia menarik napas dalam-dalam, lalu mulai bernyanyi," aku tlah tau kita memang tak mungkin, tapi mengapa kita slalu bertemu. Aku tlah tau hati ini harus menghindar Namun kenyataanya ku tidak bisa...maafkan aku, terlanjur mencinta." Bima diam ia tahu untuk siapa lagu itu, lagu itu untuk Arjuna. Bima sadar selama ini Mila sudah memendam rasa pada Arjuna seniornya, selama ini Bima hanya berpura-pura tidak tahu sambil meyakinkan dirinya bahwa Mila tak perna
Mila memegang ganggang pintu, entah siapa yang berkunjung pagi-pagi begini. Mila menatap jam di pergelangan tangannya baru jam 06.15, sedari tadi Mila sibuk memasukkan buku-buku pelajaran dalam tasnya. Pintu terbuka menampikan sepasang orang dewasa, dia Gilbran dan istrinya Rosa orang tua dari Mila. Mila terdiam di depan pintu Apartemen, masih memegang ganggang pintu, ia terkejut apakah ini hanya ilusi? "Sayang Mama kangen" Rosa memeluk Mila tiba-tiba, ia mendekap kuat putrinya yang sudah tiga bulan ini tidak pernah matanya lihat. Ia rindu sungguh rindu, egonya selalu mengalahkan perasaannya. Namun kali ini Rosa melawan egonya karna rasa cinta yang ia miliki untuk putri satu-satunya Mila. Mila masih diam mematung, tidak bersuara atau membalas pelukan dari orang tuanya. Gilbran berdehem pelan. "Ekhem, Papa sama Mama gak di suruh Masuk Mil?" Mila tersadar kala mendengar suara Gilbran pria yang sangat Mila cintai. "Ah iya Pah-Mah sila
BANTUIN MINTA PUTUS.“Serius banget bacanya, Kus.”“Psss, jangan berisik. Noh baca tulisannya. Di larang berisik! “ tegur Mila, lalu kembali membuka halaman buku yang ia baca.“Kus, bantuin gue ya? ““Bantuin apa? “ Masih menatap bukunya. Mila tidak menghiraukan Bima yang tengah menatapnya sambil menopang dagu.“Bantuin gue mutusin pacar gue, mau ya? ““Lo gila?! “ teriak Mila, cepat-cepat ia membekap mulutnya, saat menyadari tatapan kesal dari penghuni perpustakaan lain.“Lo mau jadiin gue pelakor gitu? Walau cuman boongan, “ bisik Mila.“Yaaa bukan pelakor juga kali, udah... dia baik kok. Pasti gak akan ngejelek-jelekin elo.”Mila memiringkan kepala. Kalau pacar Bima baik, untuk apa ia ingin putus? Memang ya lelaki. Sudah dikasih hati malah minta j
Kembali lagiMila bangun dari tidurnya ia melangkah keluar kamar, pagi-pagi sekali ia mulai menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, mencuci dan menata makanan di atas meja. Hari ini Mila benar-benar berhenti sekolah. Mila sedih, tapi ia harus tetap optimis, lagi pula cepat atau lambat ini memang akan terjadi.Arjuna keluar dari kamar dengan seragam yang sudah rapi, ia menyisir pelan rambutnya ke samping. Arjuna mendudukkan tubuhnya di atas kursi, mengamati Mila yang masih sibuk mencuci gelas-gelas kotor. Kemarin Nakula, Sadewa dan Yudistira mampir ke Apartemen Arjuna. Mereka datang untuk berkenalan dengan Mila. Mila begitu senang, ternyata teman-teman Arjuna menyambutnya ramah tidak memberikan provokasi dan olok-olokan terhadapnya. Arjuna bangkit dari duduknya mengambil alih gelas kotor yang ada di tangan Mila."Biar Aku, kamu duduk aja," ujar Arjuna. Mila mengangguk patuh, saat ini ia malas berdebat.Semua peralatan kotor telah Arjuna c
“Haduh... Kenapa sih, si Tikus pake acara berhenti sekolah segala. gue kan jadi nggak semangat belajar.... “ Bima menjambak rambutnya frustrasi, rasanya begitu sepi hari ini. Biasanya, setiap saat Bima akan menjahili wanita itu. Membuat wajah wanita terkasih nya merah karena marah, atau kadang mencuri makanan miliknya, sehingga Bima mendapat omelan sepanjang waktu. Sekarang rasanya begitu hampa, bagai ditinggi satu catur wulan, padahal ini baru setengah hari. Di depan sana, Pak Bambang --guru Biologi tengah menerangkan materi pelajaran. Tapi otak Bima malah berkelana memikirkan sedang apa Mila? Apa dia sudah makan? Dengan siapa? Ternyata, dimabuk cinta itu sangat meresahkan, baru sekarang Bima merasakan begitu rindu, padahal ini baru setengah hari. Lalu bagaimana dengan hari-hari berikutnya, apa Bima akan kuat?“Bima Setiawan, tumben sekali kamu
Pasar Malam Seperti janjinya kemarin Arjuna membawa Mila ke kafe Blackdemon miliknya, ini pertama kalinya Mila melihat kafe yang belakangan ini sedang hits di kalangan remaja saat ini. Mila mengedarkan seluruh pandangannya, ia melihat desain interior kafe yang memang sangat khas dengan gaya anak muda. Di depan kafe terdapat panggung kecil dengan peralatan musik lengkap, mata Mila menatap lekat gitar yang tersimpan dengan raih di atas panggung sudah lama ia tidak memetik senar gitar. "Ayo duduk," ucapan Arjuna mengalihkan atensi Mila yang tadinya menatap panggung kini duduk di kursi yang Arjuna tunjuk. Aina datang dengan seragam kafe hitam bertuliskan Blackdemon dengan ukiran tinta gold dan mahkota di atasnya. Menambah kesan mewah dan elegan pada kafe itu. Arjuna pamit sebentar ketoilet meninggalkan Aina dan Mila. "Wah mimpi apa aku semalam ya, kok bisa Pak Bos datang sama Ibu Bos?" ujar Aina menyenggol pelan bahu Mila, Aina