Aina buru-buru berlari ke arah lapangan. Mila sampai bingung ada apa dengan sahabatnya itu.
"Na, kamu kenapa lari-lari?”
"Nggak pa-pa. Yuk, ke lapangan! Bentar lagi pertandingan basket mau dimulai," jawab Aina sambil menggandeng tangan Mila.
"Oh, itu alasan kamu buru-buru."
Aina hanya menyeringai. Mereka berdua mengambil posisi di bangku penonton. Suasana di lapangan sangat riuh, apalagi setelah kemunculan seorang laki-laki yang memakai lencana kapten di lengannya.
Wajah tampan laki-laki itu terlihat seksi, ditambah keringat yang terus membasahi dahinya. Alis tebalnya bagaikan pedang samurai yang tajam, dan tanpa emosi. Mila tertegun. Beberapa detik kemudian Mila mengingat siapa laki-laki itu.
Sorakan penonton menggema di lapangan.
"Kak Arjuna!"
"Semangat, Juna!"
"Juna! Juna! Juna!"
"Kyaaa! Ganteng banget!"
Dan masih banyak pekikan lainya.
“Jadi namanya Arjuna?” gumam Mila membatin.
Mila terus saja memperhatikan Arjuna yang dengan lincahnya ia melakukan dribbling ball. Lawan dari sekolah lain kalah telak dengan nilai yang cukup sengit, mata Mila dan Arjuna bertabrakan. Arjuna memandang Mila lekat. Dalam hati Arjuna, ia seperti mengingat wajah Mila.
Mila cepat-cepat mengalihkan pandangan dan berlari menuju toilet. Mila cemas, ia merasakan mual yang hebat, wajahnya pucat pasi, peluh pun membasahi keningnya. Mila segera menelepon Aina, mengabari kalau ia akan pulang lebih dulu.
"Cowok itu, kan, yang waktu itu?" Mila mengepalkan tangan. Mila benci laki-laki itu. Semua yang Mila miliki hilang karena perbuatan laki-laki brengsek itu.
Mila melangkah cepat menuju halte bus. Sebuah mobil sport berhenti tepat di depanya. Kaca mobil menurun perlahan. Menampakkan wajah Arjuna, si kapten basket di sekolah.
"Masuk," suara beratnya membuyarkan lamunan Mila. Mila masih diam di tempatnya.
"Masuk!" Mila melangkah masuk ke dalam mobil. Namun, Mila tidak berucap sepatah kata pun.
"Gue cuman mau bilang satu hal, waktu itu gue ngga sengaja, gue dipengaruhi obat. Gue dijebak! Jadi gue harap lo bisa lupain kejadian itu. Dan gue minta maaf," kata Arjuna sambil menatap intens pada Mila yang diam membisu.
Mila membanting pintu mobil Arjuna dengan kasar. Air matanya kembali berjatuhan. Segampang itu Arjuna berkata ‘lupakan’? Arjuna tidak tahu bagaimana penderitaan yang Mila hadapi karena ulahnya.
Niat hati untuk pulang beristirahat dengan tenang, tapi Mila malah dirundung kecewa karena kehadiran Arjuna. Mila menangis tersedu-sedu, tanpa sadar ia tertidur karena kelelahan menangis.
“Mila, bangun.” Aina menepuk-nepuk pelan pundak Mila---sahabatnya.
“Iya?”
"Mil, aku berangkat kerja dulu, ya?"
"Iya, Na, hati-hati. Besok aku juga mau ikut kerja.” Aina mengangguk singkat dan berlalu dari hadapan Mila.
Mila mendudukkan dirinya di ruangan tamu, ia menatap layar TV yang menayangkan film kartun kesukaannya. Mila suka menonton film Noruto terutama di bagian opening. Mila akan ikut bernyanyi dan berjoget ria.
Pukul lima sore, Aina pulang, Mila menyambut Aina ramah, selayaknya adik dan kakak.
"Na, Aku mau nanya, boleh?" tanya Mila ragu.
"Nanya aja."
"Arjuna itu siapa?"
"Yang jadi kapten basket tadi?"
"Iya."
"Dia itu most wanted SMA pelita. Dia pemilik kafe tempat aku kerja. Emang kenapa, Mil?"
"Se-sebenarnya dia yang udah bikin aku kayak gini, Na!"
"Ja-jadi Kak Juna orangnya?" Aina terkejut, ia tidak menyangka bosnya dengan tega melakukan itu kepada Mila---sahabatnya.
"Kamu harus minta pertanggung jawaban dia, Mil!"
"Tapi gimana caranya? Aku yakin dia nggak mau."
"Gimanapun caranya dia harus mau, Mil! Kamu nggak kasihan sama bayi kamu? Gimana kalau dia nanti dicap sebagai anak haram. Apa kamu tega, Mil?" Mila terdiam. Apa yang dikatakan Aina memang benar, tapi ia takut.
"Tapi Na-"
"Nggak ada tapi-tapian. Aku akan bantu kamu, Mil. Dia harus tanggung jawab. Aku nggak bisa biarin kamu hidup kayak gini."
"Makasih, Na, maaf aku udah banyak ngerepotin kamu." Aina memeluk Mila erat.
"Nggak, Mil, berhenti bilang gitu."
**
Aina dan Mila duduk di kursi ruang tamu kediaman Dwipandu. Mila sedari tadi berkeringat dingin. Aina nekat membawa Mila ke rumah orang tua Arjuna. Meski begitu, Aina terus berusaha menenangkan Mila yang gemetaran.
"Tenang, Mil," ujar Aina meyakinkan Mila.
"Ada apa ya, Dek?" tanya seorang wanita paru baya, wajahnya masih cantik walaupun sudah berumur.
"Begini, Tante. Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan.” Aina membuka suara. Mila semakin ketakutan, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
Wanita itu tersenyum ramah. “Silakan."
"Sebelumnya saya dan teman saya mohon maaf apabila telah mengganggu waktu Tante, tapi ada sesuatu yang memang harus saya utarakan. Saya ke sini karena ingin menuntut pertanggung jawaban terhadap anak Tante."
Wanita itu bingung. Ia mengerutkan dahi. “Pertanggung jawaban bagaimana?"
"Teman saya ini hamil anaknya kak Arjuna."
"Tidak mungkin anak saya melakukan itu! Kalian pasti berbohong!"
"Untuk apa kami berbohong, Tante? Kalau memang tante tidak percaya, Tante bisa telepon anak tante sekarang.” Aina mengatakannya dengan lancar, sebab ia sudah mempersiapkan diri. Terlebih ini menyangkut sahabatnya, tidak mungkin Aina akan menutup mata melihat penderitaan Mila.
Wanita itu menatap Mila dari atas sampai bawah. “Tunggu, saya akan telepon Arjuna."
"Halo, Arjuna sekarang juga pulang ke rumah, ini penting!" Dada Wulan naik turun menahan emosi.
Arjuna melangkah menuju ruang tamu, ia terkejut melihat Mila ada di rumahnya. Wulan langsung berdiri menatap anaknya dengan sorot mata tajam.
"Jelaskan sama Mama, ini maksudnya apa?"
"Maksud Mama apa? Juna nggak ngerti.” Arjuna menatap bingung pada Wulan---mamanya, yang tampak sangat marah.
"Dia bilang, wanita itu sedang hamil anak kamu! Apa maksudnya ini?!"
"Lo hamil?" Arjuna menatap tajam Mila yang tertunduk membisu.
"Jawab!"
"I-iya, Kak," jawab Mila parau. Terdengar isakan kecil keluar dari bibirnya.
"Mama ngga nyangka sama kamu, Juna, selama ini Mama selalu nurutin kemauan kamu, tapi kenapa? Kamu ngelakuin hal bejat seperti ini!" Wulan menangis histeris, tak menyangka ternyata putranya tega melakukan hal yang begitu ia benci.
"PAPA KAMU HARUS TAHU SOAL INI, ARJUNA DWIPANDU!”
"Ma, tapi Juna dijebak! Juna nggak ada niatan buat ngerusak dia, Ma.” Arjuna mendekap tangan Wulan. Namun, dengan cepat Wulan menepis tangan Arjuna.
"Mama benar-benar kecewa sama kamu!”
Seorang pria paruh baya datang dan langsung melayangkan pukulan mentah di wajah Arjuna. Pria itu kecewa, dengan putra yang sangat ia banggakan selama ini. Deru napasnya berembus kencang, menahan emosi yang meluap-luap.
"Kamu harus bertanggung jawab kepadanya!"
"Tapi, Pah, ini-“
"APA?! PAPA SUDAH KECEWA SAMA KAMU. PAPA MENGHARAPKAN KAMU MENJADI PRIBADI YANG BAIK BUKAN MENJADI LAKI-LAKI PENGECUT SEPERTI INI!"
"Lusa nanti kalian harus menikah, Papa tidak mau ikut-ikutan berdosa. Mau tidak mau, siap tidak siap kalian harus tetap menikah!" Pandu menatap nyalang putranya, rasa kecewa menyelimutinya, tapi mau bagaimana lagi, bukankah sebagai orang tua, Pandu harus meluruskan jalan anaknya yang bengkok?
Arjuna tertunduk, ia tidak percaya kesalahan satu malam, bisa membuatnya menjadi seperti ini. Arjuna menatap benci ke arah Mila, wanita sialan itu sudah merusak hidupnya.
Sepulang dari kediaman Dwipandu. Mila dan Aina kembali ke rumah, Mila sedikit merasa lega. Dukungan-dukungan Aina begitu berarti untuknya. Lusa Mila akan menikah dan ia mulai menerka apa yang akan terjadi selanjutnya? Akankah kah pernikahan yang Mila dambakan akan terwujud? Ia sekarang tengah gunda memikirkan hal itu. “Na, menurut kamu... kak Arjuna bagaimana orangnya?” tanya Mila saat mereka duduk berdua di ruang serbaguna rumah Aina. “Se
Kini Mila Hauri Aditama sudah berganti status menjadi istri Arjuna Dwipandu, semenjak seluruh tamu undangan menyorakan kata 'Sah' ia sudah resmi menjadi seorang istri. pernikahan mereka hanya di hadiri sanak saudara saja, Gilbran dan istrinya datang menjadi wali di pernikahan Mila putri mereka. Gilbran marah besar kepada keluarga Dwipandu khususnya pada Arjuna, Gilbran sampai memberikan bogeman mentah ke pipi mulus Arjuna kala itu.Perang dingin masih terjadi antara Mila dan kelaurganya, Mila sedih mengingat kejadian beberapa saat lalu di mana Ayah dan Bundanya seakan tidak mengangapnya ada. usai ijab qobul kedua orang tuanya langsung meninggalkan acara, dengan alasan mereka sibuk harus meeting dan pergi keluar negri.Mila benar-benar merasa tidak di anggap lagi, Mila tersenyum paksa saat menyalimi para tamu undangan sementara Arjuna yang di sampingnya hanya diam sambil menyungingkan senyum kecil. Mila menatap lekat wajah pria yang saat ini telah me
Sudah dua minggu Mila bersekolah di SMA pelita, Mila punya banyak teman. Mila kian hari makin dekat dengan Bima, laki-laki itu tak henti-hentinya membuat Mila tertawa dengan tingkah konyolnya.Mila membuka lokernya, sejak pertama dia masuk sampai sekarang lokernya selalu di penuhi surat dan coklat, Mila benar-benar menjadi primadona SMA pelita. sapaan manis selalu ia dapatkan, ia jadi rindu sahabat penghianatnya Mona, gadis itulah penyebab kehancuran Mila. Sahabat yang sangat ia percayai ternyata seorang penipu ulung. Mona iri dengan ketenaran Mila, puncaknya di mana Kevin laki-laki yang Mona suka berpacaran dengan Mila, saat itu Mila tidak tahu apa pun tentang perasaan Mona kepada Kevin. Selandainya Mila tahu dia akan menjauh dari Kevin walaupun ia sangat mencintainya.**International schoolMona dan ketiga sahabatnya tengah bersantai ria di atas rooftof sekolah mereka tengah membicarakan Mila, mereka senang karena Mila sudah tid
Mila menatap lekat wajah Arjuna yang berbaring di sebelahnya. Wajahnya tampak tenang dan damai . Berbeda saat ia bangun, yang ada hanya tatapan intimidasi dan nada ketus yang keluar dari bibir manisnya. Mila terkagum-kagum menatap visual indah di depan matanya, suaminya ini memang tampan di lihat dari sisi mana pun ketampanannya tidak akan berkurang. Sudah hampir satu bulan Mila dan Arjuna tinggal bersama. Tentu saja di apartemen Arjuna, kadang-kadang Aina akan datang berkunjung. "Kenapa lo liatin gue.” Alis Arjuna terangkat sebelah, m memandang wajah Mila yang ada di sebelahnya. Mila malu, ia terciduk mengamati suaminya. "Percaya diri sekali Anda.” Mila tersenyum miring. menyembunyikan rasa malunya. "Gue ingatin sekali lagi, di antara kita gak ada hubungan apa pun. lo gak berhak ikut campur dalam kehidupan gue begitu juga sebaliknya. Gue ngak mau lo berani mencintai gue karena itu akan membu
Mila ngos-ngosan di pinggir lapangan, tadi dia baru saja mengikuti olahraga basket. padahal Mila berlari kecil tapi kok bisa ngos-ngosan begitu pikirnya, Mila mendudukkan dirinya di atas rumput di pinggir lapangan, pandangannya fokus menatap pemandangan para siswa yang tengah bermain sepak bola dengan bola basket. Sesekali Mila tertawa saat salah seorang dari mereka terjatuh atau melakukan hal-hal yang menurutnya lucu. "Lo lupa, atau gimana?" sebuah suara mengagetkan Mila, Arjuna menatap sinis Mila. sebenarnya Arjuna khawatir takut terjadi apa-apa dengan Mila. Sedari tadi ia memperhatikan wanita itu, apalagi peluh yang membanjiri dahi Mila begitu mengusik pikirannya. Bagaimana kalau dia kecapekan? tapi Arjuna gengsi untuk mengatakan yang sebenarnya. "Lo mau semua orang tau!" Arjuna menatap Mila dengan tatapan dingin. Mila hanya diam membisu. Arjuna melangkah pergi, kembali menuju lapangan. Mila menatap
Malam ini Mila benar-benar pusing pasalnya sedari tadi dia terus saja terbayang bayang wajah Arjuna. Mila berguling-guling kesana kemari di atas kasur. Jantungnya berdetak tidak karuan saat seseorang yang ia pikirkan berdiri di depan pintu kamar. "Aduh gila. Gue kenapa dah. Nih, jantung nape cenat-cenut mulu sih," batin Mila kesal. Arjuna tanpak biasa saja, dia bingung melihat keadaan kasur yang berantakan biasanya kasur itu selalu tertata rapi. Tapi yasudahlah untuk apa ia pikirkan. "Jadi pergi gak?" suara berat Arjuna mengagetkan Mila yang tengah sibuk sendiri memegangi dadanya yang kian berdetak kencang saat mendengar suara Arjuna. "Ja-jadi," balas Mila gugup, Arjuna menyentuh wajah Mila yang memerah. Apa wanita ini sakit? tanya Arjuna pada dirinya sendiri. "Lo sakit? muka lo kok merah gini?" tanya Arjuna datar, menatap Mila yang kini duduk di samping
Arjuna Dwipandu, siapa yang tak mengenalnya? Kapten basket, penguasa SMA pelita, dan si cerdas kesayangan guru. Tiga kata yang menggambarkan sosok Arjuna, sifatnya yang dingin dan cuek menambah karisma yang menubuatnya menjadi idola para kaum hawa.Setiap kali Arjuna muncul maka ketiga kawannya. Nakula, Sadewa, dan Yudistira juga akan muncul. Mereka bertiga bersahabat baik dan tentunya menjadi anggota tim basket juga. Mereka juga tahu perihal sang kapten yang sudah menikah.Semua mata menatap ke arah yang sama, dan heboh saat Arjuna dan ketiga kawannya berjalan masuk ke dalam kantin. Sang ketua berjalan memimpin bak model, sementara ketiga kawannya berjalan mengekor di belakangnya. Gadis-gadis di kantin berteriak histeris memanggil-manggil nama Arjuna.Namun, Arjuna tak menghiraukan teriakan-teriakan para gadis itu, mata Arjuna yang tajam hanya menatap lurus ke depan, bibir kaku itu mulai melukiskan senyum yang indah, da
Mila sudah tiga kali muntah-muntah pagi ini, rasa mualnya kembali setelah satu minggu ia tidak merasakannya. Mila berjalan kamar, kemarin Arjuna dan Mila di minta Wulan untuk menginap di rumahnya dia rindu dengan Mila dan Arjuna, Mila melangkah keluar menuju dapur ia ingin minum air hangat, sejak kemarin tenggorokan juga bermasalah. Wulan yang baru saja keluar kamar melihat Mila berjalan menuju dapur. "Mila sayang, kamu mau ke mana?" tanya Wulan. Mila tersenyum cerah kepada Wulan mertuanya. “Ini Ma, tenggorokan Mila sakit terus mual-mual juga." "Sini ikut Mama, mama buatkan susu ya?" tanya wulan perhatian. Wulan memegang tangan Menantunya, ia sudah menganggap Mila seperti putrinya sendiri. Mila mengangguk singkat, ia bersyukur keluarga Arjuna menerimanya dengan tangan terbuka, terkadang Mila merasa sedih karena perang dingin di antara dia dan kedua orang tuanya