Sudah menjadi hal biasa bagi seorang Gaby di kala dirinya selalu menjadi pusat perhatian di tempat umum.
Tubuhnya yang langsing, tinggi semampai, berkaki jenjang dengan kulit seputih salju.
Rambut indah panjang bergelombang yang seringkali dia biarkan tergerai bebas, terayun-ayun angin dan menebarkan aroma semerbak wewangian bunga. Rambut yang seringkali bergonta-ganti warna mengikuti alur mode kekinian itu terawat dan selalu terpoles hair mist merk ternama. Membuatnya selalu tampak segar dan glowing.
Sampai pada titik utama dari apa yang dimiliki seorang Gabriella alias Gaby, yakni wajahnya yang cantik jelita.
Wanita berumur 25 tahun itu memiliki bentuk wajah Diamond dengan dagu lancip dan tulang pipi yang tinggi. Bibirnya yang tebal sexy menggoda, indah dipandang mata, hidung mancung, di tambah lagi dengan bentuk bola matanya yang bulat dan besar terhias bulu mata palsu yang lentik.
Jika disimpulkan, secara keseluruhan, Gaby tak ada bedanya dengan boneka barbie hidup.
Dengan penuh percaya diri, Gaby melangkah memasuki bandara. Gayanya berjalan bak model ternama yang sedang tampil di atas catwalk.
Pesonanya langsung menghipnotis berpasang-pasang mata manusia di sekitarnya, khususnya kaum lelaki.
Gaby hanya menyunggingkan senyum tipis saat dilihatnya seorang lelaki tua sampai menabrak dinding di kala berpapasan dengannya di dalam minimarket Bandara.
Gaby yang saat itu hendak membeli sesuatu sebelum dirinya terbang.
Untuk itulah dia mampir di minimarket sebentar.
Gaby berjalan ke arah etalase yang menyediakan beraneka macam permen. Gaby hanya perlu waspada, takut-takut dirinya nanti mabuk di pesawat.
Seperti yang sudah-sudah.
Gaby kerap mengalami jet-lag.
Dan menghisap permen kala di pesawat mampu mengurangi intensitas mualnya.
Setelah mengambil permen rasa ginseng favoritnya, Gaby beranjak ke kasir untuk membayar.
Dia hendak mengantri di belakang seorang perempuan yang sedang melakukan transaksi di kasir.
Gaby baru saja berhenti dari langkahnya ketika tiba-tiba wanita di depannya itu berbalik dengan cepat. Dari gelagatnya dia tampak seperti sedang terburu-buru.
Secup es krim di tangan si wanita itu tumpah mengotori pakaian Gaby.
"Ya ampun, maaf-maaf. Gue nggak sengaja. Gue buru-buru," katanya pada Gaby. Dia sempat menyodorkan tissue pada Gaby, tapi niat baiknya tak mendapat sambutan.
"Lo buta ya? Kotorkan baju gue!" Sentak Gaby dengan wajah merah padam. Dia membersihkan es krim yang menempel di pakaiannya dengan tangan.
"Ya gue minta maaf. Gue pikir tadi nggak ada orang di belakang," kata wanita itu lagi.
Seorang wanita yang tak kalah cantik dengan Gaby.
Bedanya, jika tubuh Gaby langsing, maka bentuk tubuh wanita ini sintal, padat dan sedikit lebih berisi.
Kulitnya pun tidak seputih kulit Gaby, namun hal itu justru menjadi nilai ples tersendiri baginya, karena banyak yang menilainya seksi meskipun dia tak mengenakan pakaian seminim pakaian Gaby.
"Nggak ada orang-nggak ada orang gimana? Udah tau ini tempat umum! Lo pikir ini kuburan nggak ada orang? Stupid!" maki Gaby lagi.
Wanita itu terlihat tidak terima.
Dia berkacak pinggang di depan Gaby.
"Heh, gue udah minta maaf, kok lo malah nyolot sih?" bentaknya balik.
"Ya jelaslah nyolot, baju gue jadi kotor begini gara-gara lo! Baju mahal nih!" balas Gaby yang masih tidak terima.
Percekcokan itu mulai menarik perhatian khalayak umum yang berlalu lalang di minimarket Bandara.
Seorang lelaki paruh baya datang menghampiri mereka.
"Loh, Gaby? Kamu sedang apa di sini?" tanya lelaki itu. Dia berdiri di sisi perempuan yang tadi menabrak Gaby.
"Om Freddy?" pekik Gaby tak percaya. Wanita berparas manis itu tampak bingung melihat keberadaan Freddy Santiago dihadapannya.
Yap, Freddy Santiago adalah paman Gaby dari keturunan keluarga Ibunya.
Dia adalah anak tertua dari silsilah keluarga besar Almarhumah sang Ibunda.
Dan setahu Gaby, Freddy mestinya mendekam di dalam penjara setelah pabrik pembuatan ganja yang dia miliki digerebek pihak kepolisian.
Bukankah persidangan kasus Om Freddy masih berlanjut? Kok bisa-bisanya dia bebas berkeliaran begini?
Gaby benar-benar tak habis pikir.
Selama ini Gaby memang tidak terlalu dekat dengan keluarga Ibunya, terlebih Freddy. Sebab, sejauh yang diketahui Gaby, Freddy itu berbahaya.
Itulah mengapa pihak keluarga banyak yang menyarankannya untuk menjaga jarak dengan keluarga ibunya yang lain terlebih dengan Freddy.
"Bukankah kamu baru saja menikah?" ucap Freddy lagi. "Selamat ya," Freddy mengajak Gaby bersalaman.
Gaby mengulurkan tangannya meski ragu. "Iya, terima kasih Om," katanya setengah sungkan.
"Seandainya saja kamu mengundang Om, Om pasti akan dengan sangat senang hati datang," ucap Freddy dengan nada menyindir.
Gaby hanya membalasnya dengan senyuman tipis tanpa berniat untuk menjawab.
Percekcokan yang sempat terjadi antara Gaby dengan wanita tadi pun terhenti setelah kedatangan Freddy di tengah-tengah mereka.
"Oh ya, Gaby, kenalkan ini Mirella, dia kekasih Om," ucap Freddy lagi.
Oh, jadi nama cewek sialan ini, Mirella! Gue yakin dia pasti cuma manfaatin Om Freddy demi uang! Dan itu artinya, dia sama aja kayak pelacur... Cih...
Pikir Gaby dalam hati.
Dia menatap remeh ke arah Mirella.
Setelah perkenalan singkat antara Gaby dengan Mirella, Freddy sempat mengajak Gaby untuk minum kopi bersama, tapi sayangnya Gaby menolak.
"Maaf Om, Gaby udah di tunggu sama suami Gaby, kita mau ke Maldives," ucap Gaby saat itu.
Freddy hanya manggut-manggut sambil menyunggingkan sebuah senyuman sarat makna.
"Selamat bersenang-senang," katanya sebelum lelaki itu pergi bersama kekasihnya itu.
Kekasih yang bahkan lebih pantas menjadi anaknya.
Miris sekali!
*****
"Maaf Mba, perjalanan ke Maldives hari ini ditunda sampai besok, sebab ada kerusakan pesawat secara tiba-tiba. Kami sudah menghubungi semua pihak terkait atas kejadian ini, untuk perjalanan atas nama Bapak Gibran, sudah dibatalkan oleh beliau saat tadi pagi pihak kami mengkonfirmasi adanya rencana penundaan ini, memangnya Bapak Gibran tidak memberi tahu anda tentang masalah ini?" jelas seorang petugas bandara ketika Gaby hendak check in.
"Kalo saya tahu, saya nggak bakal ada di sini sekarang! Gimana sih!" omel Gaby saat itu. Raut wajahnya terlihat murka.
Gibran bener-bener sialan! Seneng banget dia ngerjain gue! Awas aja!
Rutuknya dalam hati.
Menahan malu dan amarah yang luar biasa, akhirnya Gaby pun kembali ke arah lobi bandara. Dia duduk di salah satu bangku tunggu di sana.
Gaby mencak-mencak sendiri di Bandara ketika tahu bahwa perjalanannya ke Maldives benar-benar sudah dibatalkan oleh Gibran.
Beberapa kali dia mencoba menghubungi Gibran tapi sialnya ponsel lelaki itu tidak aktif.
Gaby memutar otak.
Masih tetap bertahan di Bandara beberapa jam sampai akhirnya dia memutuskan untuk membeli tiket pesawat menuju tempat lain pada hari ini.
Entahlah, Gaby sudah buntu. Dia tidak ingin pulang apalagi harus bertemu dengan Gibran. Kalau pun dia harus menginap di hotel, dia hanya akan membuang-buang uang tanpa bisa menikmati liburan yang sesungguhnya.
So, pada akhirnya Gaby pun membeli tiket lain dan mencari penerbangan tercepat hari ini.
Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya dia mendapat kabar dari petugas Bandara bahwa ada dua kursi kosong untuk penerbangan menuju Seoul hari ini.
Tanpa pikir panjang Gaby pun menerima tawaran itu.
Setelah melakukan transaksi, Gaby pun check in kembali. Dia mendapat boarding passnya dan menunggu lagi di lounge boarding sebelum keberangkatan pesawatnya.
Saat Gaby menunggu, tiba-tiba ponselnya berbunyi, Gibran meneleponnya.
Gaby langsung mereject panggilan itu. Dia benar-benar kesal pada Gibran.
Gibran sempat meneleponnya beberapa kali tapi Gaby tetap tak menjawabnya. Sampai akhirnya lelaki yang berstatus suaminya itu mengirim sebuah pesan singkat pada Gaby.
Gibran
Lo masih di Bandara?
Pulang, gue jemput ya?
Gaby terdiam sejenak.
Perhatian kecil yang ditunjukkan Gibran membuat hatinya sedikit luluh. Meski sedetik setelahnya Gaby langsung geleng-geleng kepala. Dia tidak selemah dan sebodoh itu.
Gaby pun berniat untul membalas pesan itu.
Gaby
Ya gue masih di bandara.
Gue mau ke Seoul.
Satu jam lagi pesawat gue berangkat!
Puas lo!
*****
Seorang lelaki tampak mengikuti langkah seorang wanita cantik yang baru saja memasuki pesawat menuju Seoul, Korea Selatan.
Dia melirik sebuah tiket pesawat yang ada di genggamannya untuk memastikan kembali lokasi di mana dia mendapat tempat duduk. Untungnya tidak terlalu jauh dari jarak si wanita yang menjadi target incarannya.
Lelaki berjas hitam itu berpura-pura membaca majalah yang disediakan di pesawat untuk menutupi identitasnya dari si wanita. Dia tidak ingin wanita yang dikuntitnya itu mengetahui keberadaannya.
Menjadi sangat beruntung bagi seorang Gibran ketika dirinya masih berkesempatan memiliki tiket untuk menuju lokasi di mana Gaby hendak menghabiskan waktu liburannya.
Awalnya Gibran tidak berniat untuk pergi kemanapun karena dia memang ingin fokus mencari tahu tentang Mirella. Itulah sebabnya dia sengaja membatalkan liburan bulan madunya ke Maldives bahkan tanpa sepengetahuan Gaby hanya karena Gibran tak ingin Gaby tetap pergi. Bagaimana pun semua orang tahu bahwa kini Gaby adalah istrinya. Dan sudah menjadi kewajiban Gibran untuk menjaga Gaby. Sayangnya, niatan Gibran itu tidak sesuai eskpektasinya ketika dia berpikir Gaby akan kembali ke rumah setelah tahu perjalanannya menuju Maldives batal. Nyatanya, Gaby itu memang wanita yang sangat nekat.
"Permisi, Tuan. Minumannya," ucap seorang Pramugari menawarkan minuman pada Gibran.
Lelaki itu mengintip dari balik majalah yang dia angkat tinggi-tinggi di depan wajahnya lalu mengangguk.
Gibran buru-buru menutup kembali wajahnya dengan majalah ketika tatapan Gaby tanpa sengaja tertuju ke arahnya.
Sebelum mereka sampai di Seoul, Gibran tak ingin Gaby mengetahui keberadaannya.
*****
Semoga masih setia dengan kisah ini...
Semoga makin penasaran...
Jangan lupa vote dan komentnya...
Salam herofah...
Akhirnya, liburan yang dinanti-nantikan Gaby pun terwujud.Meski tidak sesuai rencana.Tapi sepertinya, Seoul cukup menawarkan destinasi liburan menarik dengan pemandangan kotanya yang eksotik.Sesampainya Gaby di Bandara Internasional Incheon, Gaby dijemput oleh kendaraan pribadi yang merupakan falisitas dari hotel yang sudah dia booking.Yakni hotel elit berbintang lima di pusat kota Seoul.Terletak di kawasan pusat Seoul, The Shilla Seoul dinominasikan sebagai Hotel bintang 5 Forbes tahun 2019. Hotel ini memiliki 6 pilihan tempat makan dan spa berlayanan lengkap. Hotel ini menawarkan antar-jemput gratis ke Toko Shilla Duty Free dan Stasiun Universitas Dongguk.Semua kamar menampilkan dekorasi dengan warna-warna hangat serta menyediakan AC dan pemanas ruangan. Setiap kamar memiliki TV, brankas, fasilitas membuat teh atau kopi dan minibar.
Setelah puas beristirahat di kamar hotel, Gaby bangun ketika hari menjelang siang.Dia tak menemukan keberadaan Gibran di dalam kamar hotel. Selimut yang dipakai lelaki itu untuk tidur masih tergeletak rapi di atas sofa.Ya, Gaby yang menyuruh Gibran untuk tidur di sofa karena Gaby tidak mau tidur satu ranjang dengan Gibran.Gaby meraih ponselnya di ranjang dan mendapati satu pesan masuk dari Gibran.GibranGue keluar sebentar, nggak usah nyariin!Gaby berdecih jengkel.Siapa juga yang mau nyariin lo! Kepedean banget!Gumamnya dalam hati.Dia melempar asal ponselnya tanpa berniat membalas pesan Gibran.Gaby bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi.Dia hendak mandi.Rencananya, Gab
Seorang lelaki turun dari mobil sambil memapah seorang wanita mabuk.Susah payah dia membawa wanita itu kembali ke kamar hotelnya setelah mereka cukup bersenang-senang sepanjang hari ini."Kita mau kemana sih? Gue ngantuk... Gue haus..." gumam si wanita dalam keadaannya yang setengah sadar."Ya, sesampainya di kamar kamu bisa langsung tidur, oke?" ucap si lelaki.Si lelaki memasuki lift menuju lantai 10 hotel tempat dia menyewa kamar.Sekelebat bayangan adegan panas yang sempat terjadi antara dirinya dengan si wanita di mobil tadi membuatnya kembali dilanda gairah. Dia benar-benar harus menuntaskan semuanya dengan wanita di pelukannya itu malam ini.Tak cukup baginya hanya sekedar cumbuan bibir biasa. Dia menginginkan lebih.Pintu lift terbuka di lantai 10, si pria hendak melangkah keluar, tapi seorang pria lain yang berdiri di balik lift hendak memasuki l
Freed Cafe & Bar, itulah nama Kafe yang kini didatangi oleh Gibran. Salah satu Kafe elit ternama di kawasan Jakarta.Edward bilang, Kafe ini milik Freddy.Sesampainya di sana, Gibran mendapati keadaan Kafe sore itu cukup ramai.Dia sudah berjalan berkeliling tapi tak ditemukannya sosok yang dia cari.Sampai akhirnya, sebuah tepuk tangan riuh pengunjung kafe mengalihkan perhatian Gibran saat berpuluh-puluh pasang mata di sana menatap terkesima pada seorang wanita yang baru saja keluar dari backstage dan kini dia berdiri anggun di atas panggung kecil di ujung kafe dengan pakaiannya yang bisa dibilang, sangat sexy.Dan wanita itulah yang sedari tadi Gibran cari-cari.Dia Mirella.
Seorang anak perempuan berumur delapan tahun sedang menangis terisak di pinggir jalan tepat di depan sebuah rumah kontrakan sederhana di seberang jalan rumahnya di kawasan Cicadas, Bandung.Dia terus memegangi lehernya yang terasa begitu sakit dan perih akibat sundutan puntung rokok yang di tekan begitu kuat di kulitnya hingga kulit itu mengalami luka bakar yang cukup serius.Dia terus menerus menatap ke arah rumah kontrakan di depannya. Berharap penghuni rumah itu keluar dan memberinya pertolongan seperti biasa. Sebab hanya mereka yang bersedia menolongnya dibanding dengan tetangga-tetangganya yang lain. Mungkin mereka bukannya tidak perduli, tapi mereka hanya tak ingin terlibat masalah dengan ke dua orang tua bocah perempuan itu, terlebih dengan ayahnya."Mimi?" panggil suara seorang bocah laki-
Gibran pulang ke rumah dengan wajah kusut.Setelah memarkirkan lamborghininya di garasi, Gibran masuk ke dalam rumahnya.Kedatangannya disambut oleh Mbok Sumi, pembantu yang selama ini dipercaya keluarganya untuk mengurus rumah peninggalan Kakek dan Nenek Gibran di Raffles.Rumah ini dulu pernah ditempati oleh sang Papah, Hardin dengan istri pertamanya, tapi tidak lama, sebab setelah mereka bercerai dan sang Papah menikahi almarhumah Ibunya, ke dua orang tua Gibran memilih tinggal di Bandung.Dan sejak itulah rumah ini kosong."Den Gibran, mau makan? Biar Mbok siapkan," ucap Mbok Sumi saat itu."Nggak usah Mbok, saya nggak laper. Saya mau langsung istirahat aja. Besok pagi-pagi saya ada urusan," jelas Gibran.Mbok Sumi cuma manggut-manggut sementara Gibran langsung berlalu menuju kamarnya di lantai dua.Saat Gibran memasuki kamar, dia tida
"Jangan! Jangan! Jangan sakiti Gaby Ayah... Gaby mohon... Apa salah Gaby? Jangan Ayah... Jangaaaaan!"Gaby terbangun dari tidurnya pasca mimpi buruk yang kembali dia alami.Ini mimpi buruk ke dua yang dia alami akhir-akhir ini.Parahnya, dalam mimpinya kali ini, Gaby harus kembali dihadapkan dengan kenangan terburuk yang pernah dia alami sepanjang hidupnya.Kenangan mengerikan di saat dirinya hampir saja kehilangan kehormatannya. Kehilangan satu-satunya harta berharga yang dia miliki sebagai seorang wanita.Sepertinya Gaby harus kembali mendatangi Dokter Milan. Dokter Milan adalah seorang psikolog yang merangkap sebagai psikiater. Berkat bantuan Dokter Milanlah, Gaby bisa terbebas dari rasa trauma masa lalu sebelumnya. Dan Gaby sendiri bingung kenapa sekarang mimpi-mimpi itu kembali mengusik ketenangan hidupnya lagi.Gaby meraih ponselnya di nakas dan mulai mengirim pesan
Sejak hari di mana Gaby dengan begitu tega membiarkan Gibran berjibaku dengan rasa sakit akibat kehabisan stok obat, hubungan antara Gaby dan Gibran semakin renggang. Ke duanya memang tinggal dalam satu atap namun seperti orang yang tidak saling kenal. Gaby dengan segala ego dan gengsinya yang lebih memilih diam dari pada meminta maaf atas kesalahannya, sementara Gibran yang memang sudah tak lagi perduli apapun mengenai Gaby. Kekecewaannya pada Gaby sudah mencapai titik klimaks dan Gibran tak ingin hal itu justru membuat kondisi kesehatannya menjadi down, itulah sebabnya lelaki itu lebih memilih untuk diam. "Hari ini gue mau ke Bandung, Rayyan baru balik dari London, gue mau nengok dia sekalian ziarah ke makam Mamah," beritahu Gibran saat dirinya kini sarapan bersama