Sementara itu, di salah satu bagian Istana negeri Chang.
Seorang dayang istana dengan tergesa-gesa berlari menuju Paviliun Yin Mei. Sesampainya di sana, ia berseru kepada kasim di dekatnya, "Panggilkan Yang Mulia Puteri sekarang juga! Aku punya laporan penting yang harus segera disampaikan padanya!"
Sang Puteri yang dipanggil muncul tidak lama kemudian - seorang wanita berpakaian indah gemerlap berusia akhir tiga puluhan tahun, namun memiliki kecantikan yang tidak kalah dengan gadis usia dua puluhan tahun. Wanita itu menatap si dayang dengan penasaran. "Biasanya kau selalu tenang bahkan kaulah yang selalu menasihatiku untuk tidak sembrono dan mengikuti emosi, tapi kenapa kini kau begitu panik?"
Si dayang celingukan kiri kanan. Mereka memang telah berada di ruang tertutup, namun bagaimanapun ia tetap harus waspada, sebab informasi yang akan disampaikannya selanjutnya amat menentukan nasib mereka. "Yang Mu
"Tapi mengapa Ayahanda harus menjodohkan saya dengan Putera Mahkota Chang?" Feng Lan benar-benar tidak bisa menerima keputusan ayahnya yang satu ini. "Kami berbeda dua puluh tahun lebih, Ayahanda! Kami tidak akan mungkin cocok!" Kaisar mencoba membujuk putrinya, "Kau pasti cocok dengannya, Feng Lan. Kau adalah gadis yang sangat pintar dan disukai oleh orang-orang dari berbagai usia. Lagipula, ia akan menjadikanmu isteri sahnya dan bukan gundiknya. Dan dia adalah putera pewaris takhta negeri Chang. Dengan kau menjadi permaisurinya, kau pasti bisa mengembalikan hubungan diplomatik Liang dan Chang. Kau akan menjadi pahlawan negara!" Feng Lan mengatupkan bibirnya erat-erat, sementara Xiu Lan ikut berseru, "Dan juga, Ayahanda mengapa harus menjodohkan Xiu Lan dengan putera Menteri Koordinator Pusat?! Xiu Lan kan baru berusia tiga belas tahun!" "Kau akan menyukai dia, Nak! Remaja itu gagah dan rupawan, seharusnya ka
Ck, ternyata dia masih lebih mengutamakan prestise daripada harta, batin Yu Shi jengkel. Terpaksa ia menghunus pedangnya, dan kini mereka berdua sibuk melawan para prajurit yang hendak menangkapnya. Sial sekali bagi Cao Xun. Di tengah pertarungan ia tersambar pedang salah seorang prajurit yang berlumuran racun. Dan karena racun yang melumuri pedang tersebut berkategori racun ganas, walaupun luka goresan di kulit Cao Xun tidak dalam, namun reaksi yang menimpanya jauh lebih parah dibanding tersambar pedang biasa. Ia jatuh terkapar ke tanah, dan kini tidak dapat bergerak sedikitpun, dengan seluruh tubuh gemetaran akibat gejala panas dingin yang amat hebat. "Kakak Xun!" Yu Shi segera menghampiri Cao Xun yang kini tidak mampu bangun banhkan sejengkalpun. Ia menatap teman sejawatnya itu dengan putus asa, kemudian mengalihkan pandangan melihat para prajurit yang mulai mendekatinya. Disandarkannya lengan Cao Xun ke bahunya, lalu melanjut
Desa Kenangan yang disebut si prajurit An Dao Dui dengan tidak baik itu merupakan sebuah desa yang berjarak tempuh kurang dari lima puluh meter. Yu Shi cukup terkejut melihat desa yang sangat besar sampai boleh disamakan dengan luasnya sebuah kota itu, karena keberadaannya tidak pernah disebutkan dalam peta geografis Chang dari Tuan Li. Hanya karena keadaannya yang miskin dan tak terlantar itulah yang menjadikan tempat ini masih lebih layak disebut desa. Dan entah mengapa, Yu Shi tidak menyukai sorot mata para penduduknya. Walaupun suku dan ras yang menghuni desa ini bermacam-macam, tapi sorot mata yang mereka pancarkan adalah sama. Sorot mata yang tampak lelah, putus asa, dan bahkan malas melanjutkan hidup di dunia ini. Pula, saat ia memasuki desa, beberapa dari penduduk desa - kebanyakan yang berusia lanjut - menatapnya dengan sorot mata lapar yang tampak aneh. Semakin ia melanjutkan langkahnya, semakin banyak orang-orang yang mengitarinya d
"Dia terkena bisa ular yang cukup ganas, namun nyawanya masih bisa diselamatkan. A Hong, rebus ramuan Qi Ye Yi Zhi Hua bagian I dan II." Ia sendiri mengambil sebuah kotak berisi jarum-jarum kecokelatan berdiameter tebal, menyentuhkan jarum ke lilin yang menyala, kemudian menusukkannya mengitari luka di tangan Cao Xun, membuat darah merah kehitaman mengucur keluar. Sementara A Hong yang merupakan salah satu muridnya merangkap asistennya mengambil sebuah kotak yang berisi ramuan herbal, menumbuk-numbuk hingga hancur, kemudian merebusnya. Proses yang dibutuhkan untuk mengolah ramuan cukup lama, beberapa penduduk desa yang sedikit banyak penasaran dengan keadan Yu Shi, mulai mengajaknya bercakap-cakap. "Kau keturunan kaisar Han yang menguasai seluruh dunia, seharusnya kau hidup dalam kemewahan. Tapi mengapa kau malah berada di sini, pula dengan pakaian compang-camping seperti ini?" seorang wanita muda bertanya. "A
Yu Shi dibawa masuk ke dalam sebuah tempat yang mereka sebut dengan Kuil Kesucian Jiwa. Kuil itu sangat besar dan megah, serta tersusun oleh bahan bangunan yang kelihatan jelas bernilai tinggi. Boleh dibilang, kuil ini adalah tempat paling mewah di seantero desa ini, akan tetapi auranya bahkan jauh lebih parah dibandingkan aura kemarahan si kakek ringkih. Aura yang begitu dingin dan menusuk - Yu Shi seperti merasakan dirinya dicemplungkan ke dalam samudera es. Ataukah perasaan ini hanya dikarenakan kata-kata si kakek tua saja? Yu Shi membatin sembari mengatupkan kuat-kuat rahangnya yang bergemeletukan. Tadi si kakek ringkih mengatakan kalau kuil ini dibangun untuk menampung semua jasad yang menjadi korban kekejaman Politik Ekspansi Delapan Penjuru - politik yang dilancarkan kakeknya untuk menguasai dunia dulu. Mulanya maksud para penduduk desa membangun kuil ini adalah baik - supaya para arwah yang telah disemayamkan dengan lebih layak dapat pergi k
Yu Shi segera menolehkan pandangan ke kiri dan kanan, namun tak ada seorang bayangan manusia pun. Padahal jelas-jelas tadi ia mendengar suara seseorang sepertinya wanita muda tengah berbicara kepadanya. Akan tetapi yang terlihat di hadapannya hanyalah beberapa pohon dan rumput yang bergoyang-goyang ditiup angin semilir. Terdorong rasa ingin tahu yang besar, Yu Shi pun memutuskan untuk mengitari kembali kuil, dengan harapan dapat menemukan "cerminan masa lalu" seperti dikatakan suara gaib tadi. Namun seakan hendak menyimpan rahasia para penghuninya rapat-rapat, kuil ini tetap tidak mengizinkan Yu Shi menguak satu hal pun. Hari dengan cepat kembali berganti malam. Entah mengapa, Yu Shi menjadi takut untuk tidur. Dua mimpi buruknya itu terlalu nyata, seolah kesedihan dan kegalauan dalam mimpinya itu benar-benar kesedihan dan kegalauannya dalam dunia nyata. Yu Shi menghela nafas. Penderitaannya dalam dunia nyata sudah terlalu banyak, jadi tidak perlu ditambah-tambah lagi dengan
Tangan Yu Shi refleks merogoh pinggangnya. Ia ingin sekali mengambil pedang dan melawan para prajurit, dan segera merasa geram luar biasa ketika tidak mendapatkan pedangnya. Ia lantas menengok kiri kanan, namun tak ada satupun senjata yang bisa digunakannya. Tangannya mengepal kencang. Iapun mengambil keputusan. Ketika dilihatnya seorang prajurit hendak menebas tubuh seorang nenek renta, Yu Shi pun melemparkan tinjunya, tepat menuju si prajurit. Betapa terkejutnya ia ketika melihat genggaman tangannya seolah berubah transparan, dan menembus tubuh si prajurit begitu saja. "Sial!!! Apakah tak ada yang bisa kulakukan sama sekali selain menonton mereka membunuhi para penduduk kota?!?" Yu Shi berteriak frustrasi. "Begitulah. Menyedihkan bukan, keadaan itu?" Tiba-tiba Yu Shi tidak lagi berada di medan perang, melainkan di sebuah area yang seluruhnya diselimuti kegelapan. Dan walaupun keadaan gela
Gemetaran dan terengah-engah, Yu Shi mendongak, memandangi orang yang kini berdiri di depannya. Pria yang sama dengan potret di aula utama kuil. Saat pria itu muncul, seluruh arwah menjadi tenang, bahkan mereka bersikap takzim dan hormat padanya dengan memberikannya jalan. Pria itu melangkah maju mendekati Yu Shi, memandanginya lekat-lekat, lalu berkata, "Kau tak akan mengenalku. Karena kakekmu tak akan mungkin menuliskan secuil pun peninggalan tentangku di Sejarah Kekaisaran. Kau tahu kenapa? Karena aku adalah saingan utamanya, baik dalam perebutan takhta negeri Han, maupun takhta Dunia. Ya, aku adalah kakak dari kakekmu. Namaku Han Hao Shi." Mengetahui yang berdiri di hadapannya ini ternyata adalah kakak dari kakeknya dan ia berarti harus memanggilnya Paman Kakek, Yu Shi pun segera mengubah sikapnya menjadi bersimpuh, menghaturkan hormat, "Saya sungguh tak menyangka akan dapat bertemu dengan Paman kakek" Suaranya terdenga