He Xian terhenyak. Pertanyaan ini benar-benar di luar dugaannya. “Tetapi Yang Mulia, keluarga dan kerabat saya masih di Ming... maksud saya...”
“Itu gampang diatur. Aku akan mengabarkan pada Ming Shi bahwa aku menyanderamu sebagai tawanan. Kuberitahukan padamu, dan pada seluruh orang di ruangan ini.” Ia mengedarkan pandangannya ke arah pejabat Han lainnya. “Tujuanku bukanlah untuk saling menyerang dan menaklukkan seperti yang adikku lakukan selama ini. Aku hanya ingin membantu kalian untuk melepaskan diri menjadi masing-masing negara merdeka. Hanya sesederhana itu. Karena aku yakin, kalian semua, terutama yang merupakan bangsa taklukkan Han, merasakan sakit hati yang amat sangat melihat kenyataan negeri kalian dijajah, dan di beberapa sikon, bahkan diperlakukan semena-mena. Begitu bukan? Ya, tentu saja, karena aku sendiri sangat mengerti akan hal itu. Aku sendiri pernah menjadi korban atas ketamakan adikku itu.
&n
Sungguh suatu kesalahan besar bagi Yan Xu bila ia mengira akan bahagia setelah menikah dengan Ming Shi. Dan ia sangat menyesal karena ia baru mengetahui kenyataan itu setelah mereka menikah. Dulu sang puteri selalu berpikir, seorang suami pastilah akan sangat menyayangi dan memperhatikan isterinya. Walau sebanyak apapun gundik yang dimilikinya, tetap saja sang suami tetap akan mencurahkan perhatian terbanyaknya ke isteri sahnya. Apalagi bayangan Yan Xu tentang Ming Shi pada mulanya adalah, pria itu bersedia menyelamatkannya, rela menghukum mati perdana menteri setianya hanya demi seorang puteri negeri bagian yang tentunya kurang berarti. Pikirnya, pastilah sang kaisar muda yang tampan dan mempesona ini begitu peduli dan memperhatikan wanita. Namun kenyataan berkata sangat pahit. Ming Shi benar-benar tidak menghargai wanita. Karena ia tidak pernah menghargai pernikahan dengan permaisurinya itu.
Sangat terpukul atas perlakuan Ming Shi terhadapnya, Yan Xu jatuh sakit. Selama dua hari ia menolak makanan dan obat-obatan yang didatangkan kepadanya. Para dayang dan kasim yang merawatnya sangat cemas. “Kami akan memanggil Yang Mulia Kaisar,” ujar mereka panik. Yan Xu menjawab parau. “Aku tidak mau melihat dia lagi, selamanya...” “Tetapi beliau harus tahu keadaan Anda!” “Jangan-jangan dia malah mengharapku mati, biar bisa bersama perempuan itu.” “Yang Mulia, Anda jangan berkata begitu. Mungkin saat itu beliau sedang khilaf. Hamba dengar, beliau memang tengah menghadapi masalah dengan pemerintahan...” Yan Xu membalikkan tubuhnya, terisak. Para dayang tertunduk lesu. Segala bujuk rayu mereka sia-sia belaka. Tetapi pada malam hari, sebuah kejutan yang tidak ak
Yan Xu berangkat ke Khanate saat pagi buta, kira-kira pukul 3 pagi, dengan menaiki kuda putih miliknya, disertai Fu-ling. Ming Shi turut mengantarnya, tetapi tidak terjadi percakapan yang berarti di antara mereka berdua. Malah boleh dibilang, mereka tidak bertegur sapa barang sedikitpun. Suasana saat itu sangatlah sunyi, dingin, dan menusuk. Kedua wanita itu akan melewati padang datar yang amat gersang dan berangin kencang menempuh perjalanan menuju Sainsbataar, Ibukota Khanate. Pakaian yang mereka kenakan sangatlah tipis dan tidak membantu sama sekali. Ming Shi memang telah mengatur supaya Yan Xu tampak seolah benar melarikan diri, makapula mereka tidak berani mengantar dari Chong Zhou dan hanya berhenti sampai belakang istana saja. Sungguh strategi yang sempurna, betapapun ini hanya menambah kesan buruk Yan Xu terhadap suaminya itu. Karena perjalanan itu memang sangat melelahkan, apalagi bagi Yan Xu yang sud
Hao Shi tak kalah terkejut mendengar berita menghebohkan tersebut. Dan, tepat sesuai dugaan Ming Shi, sang Khan Khanate begitu antusias menerima Yan Xu dan menganggap ini sebagai hukum karma, balasan atas perbuatan adiknya yang telah memanfaatkan isterinya untuk bersama-sama menjebaknya. Pria itu juga memperlakukan Yan Xu dengan begitu baiknya, dan ini hanya membuat rasa bersalah Yan Xu semakin besar. “Jangan terlalu ketakutan begitu, Dik. Kau sudah aman sekarang. Mau seberapa hebat pasukan adikku, ia tidak akan bisa menyerbu ke sini,” kata Hao Shi menenangkan. Bukan begitu, Yang Mulia. Aku merasa sangat risau karena sebentar lagi aku akan melakukan sebuah dosa, yang sangat besar... “Saya mengkhawatirkan keluarga saya yang masih ada di Ming tidak seharusnya saya meninggalkan mereka...” “Oh, untuk soal itu, jangan khawatir! Menteri Sun pun tengah berupay
Hao Shi mendekatkan wajahnya ke wajah Yan Xu. “Karena nyawa Ming Yan Cheng, Ibu Suri Yin, beserta segenap keluarga dan kerabatmu ada di dalam tanganku.” Yan Xu merogoh saku gaunnya, meraih pisau kecil berlumur racun itu, dan secepat kilat menusukkannya tepat ke dada kiri Hao Shi. Aku tak akan pernah jatuh cinta lagi pada laki-laki. Tak akan pernah! “Yan Xu. Kau...” Hao Shi terbeliak. Ia ingin mengucapkan rentetan kata-kata, namun rasa sakit yang amat sangat mencegahnya untuk itu. “Kau ternyata...” Yan Xu memandangnya dengan sedih. “Maafkan saya, Yang Mulia. Namun saya harus melakukan ini, atau kalau tidak keluarga dan kerabat saya di Ming akan kehilangan nyawa mereka.” Setitik air mata jatuh membasahi pipinya. “Anda orang yang benar-benar sangat baik, selamanya saya tidak akan melupakan kebaikan Anda. Orang yang baik seperti
Seo-Yu memandangi ketiga anaknya. Mereka terhimpit ujung pedang putih tajam itu, mereka dihimpit oleh dewa kematian. Air matanya jatuh semakin deras. Ia tidak punya pilihan lain. Ia hanya bisa membiarkan kewanitaannya diinjak-injak di sini, sekarang. “Hentikan!!!” Semua menoleh ke asal seruan itu, termasuk pula Ming Shi. Yan Xu-lah yang berseru. Dengan marah, ia memelototi suaminya, yang sangat tidak menyangka ia akan berani berseru di saat seperti ini. Karena kaget, Ming Shi tanpa sadar melonggarkan pelukannya. Yan Xu segera mengambil kesempatan ini. Ia mendorong Ming Shi dengan kasar, dan selanjutnya berjalan menjauh, meninggalkan aula dalam diam. Ming Shi terpana cukup lama dengan perlakuan isterinya, sampai ketika akhirnya ia mampu bicara kembali. Ia menarik pedangnya dan memasukkannya lagi ke sarung di pinggangnya. “Pakai kembali baju kalian!
“Saya telah mengandung.” Yan Xu berkata singkat kepada Ming Shi yang tidak langsung menjawab karena tengah sibuk membaca laporan mengenai He Xian dan kawan-kawannya. Dan bahkan sebelum Ming Shi mengucapkan kata “Selamat, bagus sekali”, Yan Xu keburu telah menghilang dari ruangan. Meninggalkan Ming Shi yang hanya bisa bertopang dagu. Ia memandang ke luar jendela. Sejauh mata memandang, dari permukaan tanah sampai ujung langit tertinggi, semua itu adalah miliknya. Hanya tinggal Qi yang masih berdiri sendiri, tetapi selain itu, seluruh dunia berada di bawah kakinya. Ialah penguasa langit dan bumi, pengendali hidup dan matinya seluruh manusia. Namun, masih ada satu yang sampai sekarang belum bisa dimilikinya. Yaitu kasih sayang tulus orang lain terhadap dirinya. Semua orang tidak akan pernah menyukainya, fakta tersebut telah ia ketahui sejak dulu. Bahkan setelah ia berhasil menj
Ramalan tersebut meninggalkan kesan yang amat dalam bagi siapapun yang mendengarnya, dan tentunya bagi seluruh keluarga kekaisaran. Sejak saat itu, mereka semua memperlakukan Ming Shi dengan amat berbeda dan khusus. Namun perlakuan macam ini amat tidak disukai oleh Ming Shi. Ming Shi tumbuh menjadi seorang anak yang sangat tampan dan manis, ramah dan murah senyum, lincah dan sigap, dan juga sangat pandai. Semua kelebihannya ini seharusnya membuat orang menyukainya, kalau saja tidak terjadi keanehan-keanehan di sekitarnya. Semua orang yang baik padanya akan secara gaib mendapatkan kemujuran, sementara yang menyakiti hatinya bahkan sedikit saja akan langsung dihampiri nasib naas. Misalnya saja, para dayang yang merawatnya dengan penuh kasih sayang tanpa berusaha mempedulikan ramalan tentang dirinya, berturut-turut mendapatkan kebahagiaan baik dalam keluarga ataupun mendapat harta. Sementara saudara-saudara sedarah biru maupun anak-an