"Yang Mulia, kami telah membawa Sun He Xian kemari."
He Xian kini telah sampai ke ruang pribadi di mana Kaisar Han berada. Dengan pandang penuh kebencian ia mengarahkan tatapannya ke sang Kaisar. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan sang Kaisar sangat bertolak belakang dengan bayangannya tentang kaisar kejam dan mengerikan yang sangar; pemuda ini sangat tampan rupawan, mimik wajahnya pula amat ramah, dan saat ia membuka mulut berbicara, suaranya terdengar sangat lembut.
"Selamat datang di istana kami, Tuan Sun, dan mohon maafkan kami bila Anda diperlakukan sangat buruk. Terjadi kesalahpahaman karena Anda dulunya adalah pejabat negeri Ming. Namun Anda boleh yakin kami tidak akan mengulangi kesalahan yang sama."
He Xian menangkap sekilas kilatan aneh dalam bola mata sang Kaisar.
"Kaisar Han, saya adalah pejabat musuh. Membiarkan saya hidup hanya akan mengundang bencana bagi kalian," He Xian berkata dengan berapi-api. "Karena aku pasti akan membuat perhitungan dengan kalian semua! Kalian para setan! Kalian..."
He Xian tidak lagi bisa memendam kemarahannya. Sekarang ia mendapat kesempatan bertemu dengan musuh utamanya secara langsung, emosinya memuncak tak terkendali.
Perdana Menteri Kang berseru marah, "Apa-apaan ini?!? Baginda begitu baik bersedia menghargaimu, beginikah balasan yang kauperbuat?!? Pengawal, seret dia dan..."
"Tahan." Ming Shi merentangkan tangannya. "Rupanya kita sedang berhadapan dengan anak kecil."
"... Aku tidak takut! Terserah kalian mau apakan aku, terserah! Aku tidak takut mati! Kalian telah membunuh guruku... kalian telah membunuh orang yang begitu baik..."
He Xian jatuh terduduk. Tanpa disadari dua tetes air mata bergulir membasahi pipinya. Ming Shi bergeming.
"Baginda, anak ini begitu lemah dan cengeng. Rupanya Perdana Menteri Zhan telah salah pilih. Kita telah membuang-buang waktu dengan menemuinya," Perdana Menteri Kang menukas.
Ming Shi tercenung. "Perdana Menteri Zhan tidak mungkin salah pilih, apalagi dia adalah satu-satunya yang diangkat sebagai murid. Bagaimanapun, dia pasti memiliki kelebihan. Kita amati dahulu. Dia pasti masih terguncang karena kematian gurunya."
Ming Shi membiarkan He Xian menumpahkan semua emosi dan kesedihannya, dan setelah pemuda itu mulai tenang, ia mendekatinya, membantunya berdiri.
"Tuan Sun. Saya sungguh-sungguh menyesal. Saya sama sekali tidak pernah menyuruh pasukan saya membunuh langsung di tempat. Semuanya selalu saya amati dan teliti sungguh-sungguh sebelum pada akhirnya saya mengambil keputusan final. Pula, saya amat mengagumi guru Anda. Perdana Menteri Zhan adalah perdana menteri yang sungguh legendaris dan saya benar-benar rela menukar apa saja untuk mendapat kesempatan bertemu dengannya. Sayang..." Ming Shi menunduk lesu. Ia tidak perlu berakting karena ia memang sangat kecewa tidak bisa berjumpa dengan Perdana Menteri Zhan. "Namun, rupanya Tuhan mendengar kekecewaan saya. Ia bersedia mempertemukan saya dengan Anda yang notabene adalah murid tunggal beliau. Saya benar-benar mengagumi Anda, Tuan Sun. Dan atas penyesalan saya, serta rasa hormat saya terhadap guru Anda juga Anda, saya berniat menjadikan Anda Menteri Teras Kiri."
Semua orang terbelalak tak percaya. Bahkan terhadap rakyatnya sendiri Ming Shi selalu mengadakan seleksi ketat dalam penempatan jabatan setinggi itu. Baru kali ini mereka melihat Kaisar mereka langsung mempercayakan jabatan itu pada rakyat dari negeri lain - tanpa tes pula. Mereka semua kini memandang He Xian dengan lebih seksama.
Tapi He Xian sendiri tidak bergeming dengan keberuntungannya. Karena dia tidak menganggapnya sebagai keberuntungan.
"Cepat katakan apa mau kalian sebenarnya!" sergahnya kasar.
"Mauku sebenarnya? Sederhana sekali, Tuan Sun," Ming Shi menjawab lugas. "Saya menginginkan Anda mendedikasikan kemampuan terbaik Anda untuk rakyat banyak."
He Xian tertegun. Ia seakan bisa mendengar kembali kata-kata Perdana Menteri Zhan. "...Dedikasikanlah dirimu untuk kebenaran dan kebaikan..."
"Negara Han merupakan negeri yang sangat besar dan luas, dibutuhkan sangat banyak tenaga-tenaga ahli untuk bisa mensejahterakannya. Sayangnya, kami amat kekurangan SDM yang benar-benar mampu. Terlebih dalam keadaan seperti sekarang, banyak negara bagian yang keadaannya sangat semrawut.
"Dari luar kalian pasti mengira aku adalah penguasa yang selalu haus memperluas kekuasaan tanpa memikirkan kesejahteraan manusia. Padahal sangat tidak demikian. Aku sangat kecewa dengan pengaturan para pemimpin negara yang mengabaikan kesejahteraan rakyatnya dan malah mementingkan diri sendiri. Seperti negara Tse-Kuan, yang kaisar terdahulunya lebih banyak membuang modal untuk investasi asing tanpa mempedulikan ekonomi dalam negeri. Juga negeri kalian, di mana Kaisarnya merupakan anak ingusan yang tidak bisa memimpin negara sehingga membuat vassal-vassal terpecah saling berebut kekuasaan. Bagaimana mungkin pemimpin seperti mereka dibiarkan mengemban tanggung jawab yang sangat besar, memimpin negara? Aku benar-benar prihatin dengan kehidupan rakyat negeri kalian. Aku merasa memiliki kewajiban untuk menolong kalian. Aku menyingkirkan mereka dari tampuk kekuasaan dan sebagai gantinya aku memberikan fasilitas terbaik kepada kalian. Bisa kalian lihat contoh dari negara-negara kecil yang sekarang menjadi negara bagian Han. Bukankah mereka sekarang menjadi lebih sejahtera? Dengan kemampuanku, aku berhasil mensejahterakan mereka.
"Dan aku selama ini tidak pernah salah dalam menilai seseorang. Aku percaya bahwa kau akan menjadi pejabat yang baik, Tuan Sun."
Rasanya He Xian seperti terpukau dengan penjelasan panjang lebar Ming Shi. Kaisar muda itu pula menatap matanya dengan pandang meyakinkan, lalu menekap pergelangan tangannya.
"Ikutlah dengan kami bersama-sama mendedikasikan diri bagi kesejahteraan seluruh dunia."
He Xian berkedip. "Saya saya sungguh tidak bisa menerima kehormatan sebesar itu..."
"Kalau begitu, kau hanya perlu mempercayai dirimu sendiri." Melihat He Xian terpengaruh dengan bujuk rayunya, Ming Shi bernafas lega. "Kau pasti sudah lelah. Beristirahatlah dulu di kamarmu. Aku sudah menyiapkan kamar untukmu."
"Y... ya... terima kasih," He Xian menjawab gemetar. Maafkan saya... tadi saya sudah tidak sopan..."
"Tidak apa. Itu wajar. Kalau aku yang menjadi kau, aku pasti juga akan berlaku demikian."
Ming Shi memerintahkan seorang pelayan mengantar He Xian menuju kamarnya. Setelah kepergian He Xian, Kepala Kasim Huan menghormat takzim, Yang Mulia benar-benar cerdas. "Anda berhasil membujuk murid Perdana Menteri Zhan yang tadinya amat antipati kepada kita, berbalik mengikuti kita."
Ming Shi tersenyum. "Dia memiliki jiwa melankolis, dalam dan pemikir. Pula seseorang yang amat setia. Sekali kau memegang hatinya, maka ia akan setia kepadamu sampai mati."
***
He Xian mendapat kenyataan yang mengejutkan. Ayah dan ibunya telah menunggunya di kediaman barunya.
"He Xian! Tuhan, terimakasih banyak kau masih hidup! sang ibu memeluk He Xian," air matanya berlinang bahagia.
Tuan Sun menghela nafas panjang. "Kalau tahu begini, lebih baik ayah tidak menyuruhmu pergi hari itu. Saat kami mendengar pasukan Han menggiring semua bangsawan ke kamp mereka, kami kaget setengah mati. Kami kira kami bakal kehilangan satu-satunya putera kami."
He Xian tersenyum rikuh. Ia senang mendapati keluarganya ternyata begitu memperhatikannya. "Ayah dan ibu tenang saja, aku tidak apa-apa. Malah, Kaisar Han mengangkatku menjabat menteri teras kiri."
"Benarkah itu, Nak?!" Ibunya berseru, tampak semakin bahagia. "Itu benar-benar sebuah berkah. Itu bahkan jauh lebih membanggakan dibanding menjadi pejabat di Ming. Han itu negara besar!'
He Xian meringis. Dikiranya keluarganya sudah berubah, tapi ternyata tidak. "Aku belum mengatakan setuju..." jawabnya di luar kesadaran.
"He Xian, apa-apaan kau ini?! Itu sebuah kesempatan yang sangat bagus! Masa depanmu cerah bila kau menjadi menteri di Han!" Nyonya Sun berseru marah.
"Lagipula, kalau kautolak bukannya malah akan membuat Kaisar Han marah! Kau tahu sendiri Hukuman Ke Tujuh Generasi. Bukan hanya kau sendiri yang akan mati, bahkan sepupu jauhmu yang belum tentu mengenalmu juga akan kena imbasnya!" Tuan Sun ikut menukas.
Kata-kata ayahnya membuat He Xian mengeluh. "Aku lelah... biarkanlah aku beristirahat." Iapun keluar dari kamarnya.
***
Hari sudah larut malam ketika He Xian duduk di taman istana, memandangi langit. Bulan purnama sangat besar bagai memenuhi langit. Tiada satu awanpun yang menghalanginya. Kerlipan bintang bampak samar-samar, memperindah tatanan galaksi.
He Xian menghela nafas panjang. Kata-kata Kaisar Han begitu menginspirasi dirinya, betapapun ia masih belum mampu sepenuhnya memaafkannya karena telah membunuh gurunya. Ia merasa dilema. Di satu pihak, ia mendendam semua pembesar negeri Han. Di pihak lain, sekarang Kaisar Han telah memberinya kesempatan untuk mendedikasikan dirinya bagi dunia. Ia telah mendapatkan kesempatan yang begitu baiknya, jadi kenapa ia harus menolaknya?
Kenapa ia harus berpikir ulang?
“... dengan kemampuanku, aku mampu mensejahterakan dunia...”
He Xian sontak berdiri, marah. "Kaisar sialan itu coba-coba memanipulasi diriku! Dia pikir tipuan murahannya bisa mengelabui aku! Hah! Tidak akan bisa ia kendalikan aku segampang itu!..."
Kemudian, suara lain menyusul. Itu adalah suara ayahnya beberapa tahun yang lalu, saat menjelaskan praktek berbisnis kepadanya.
“Salah satu prinsip penting dalam berbisnis adalah; kita harus menyembunyikan perasaan kita yang sebenarnya dan menampilkan hal yang baik-baik saja.”
He Xian mengatupkan bibirnya. Ia mantap sudah, ia akan mengambil keputusan itu.
Setelah berpikir semalaman, He Xian siap melaporkan keputusannya pada Ming Shi. “Saya berterima kasih atas penghargaan Yang Mulia terhadap saya. Saya bersedia menjabat Menteri Teras Kiri... ” Pemuda itu berhenti sejenak. “... namun dengan satu syarat.” Aula langsung gaduh. Beberapa pejabat memprotes keras He Xian yang mereka anggap sudah kelewatan. Ming Shi mengangkat tangan, membuat mereka terdiam. “Silakan Tuan Sun katakan apa syarat Anda. Aku akan mempertimbangkan.” “Saya minta Yang Mulia tidak menghukum mati mantan junjungan saya, Kaisar Ming, serta kolega-kolega pejabat Ming.” Aula kembali gaduh, lebih dari pada sebelumnya. Ming Shi terdiam sejenak. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Toh, pada dasarnya aku memang tidak berniat menghukum mati mereka. Sekarang juga aku akan menyuruh pengadilan
Yan Cheng dan He Xian datang tepat pada waktunya. “Apa yang kaulakukan, orang gila keparat?! Lepaskan adikku, atau kubunuh kau!” Yan Cheng berteriak marah. Perdana Menteri Kang tampak beringas, “Hah! Kaukira siapa kau berani memerintahku! Kau hanyalah kaisar yang telah kehilangan kekuasaan! Kalian orang-orang Ming hanyalah para pecundang yang sudah kalah, yang hidup matinya tergantung dari belas kasihanku, dan karenanya harus tunduk padaku!” “Perdana Menteri Kang, hentikan! Atau aku akan melaporkan pada Baginda!” He Xian ikut berseru. “Hah, silakan saja! Aku tak takut! Kaisarpun tidak berani seenaknya terhadapku!” “Betulkah demikian, Kang Qin Song?” Suara itu membuat jantung Perdana Menteri Kang berdegup kencang. Ia mengangkat kepalanya, dan tampaklah Ming Shi berdiri tepat di hadapannya.
Sementara para tentara bersantai dan mengistirahatkan tenaga mereka, He Xian membentangkan peta Chang, mempelajarinya. Ia tidak tahu banyak tentang Chang. Yang diketahuinya hanyalah, negara itu mempunyai budaya dan kesenian yang sangat indah. Seni tari dan seni musik mereka, terutama yang berhubungan erat dengan mistik dan religi, keindahannya tak dapat diungkap dengan kata-kata. Dan rakyat Chang telah berhasil mempertahankan budaya itu selama ribuan tahun. Keindahan seni budaya itulah yang banyak menarik turis dari negeri lain untuk datang ke Chang. He Xian sendiri bahkan berniat untuk menyaksikan tarian Chang yang termashyur itu, tentu saja ketika ia berhasil menyelesaikan tugas! Namun selain keindahan seni budayanya, He Xian tidak tahu apa-apa lagi tentang negara itu. Karena itulah sekarang ia tengah mencari daerah-daerah strategis di Chang yang bisa ia jadikan basis penyerangan. Dari peta, ia berhasil mendapatkan beberapa, namun me
Kemudian, ia tersenyum. “Karena kita punya nasib yang sama, sama-sama sebagai kaum terjajah, bagaimana jika kalian membantu kami?” tanyanya santai. “Tentu, jika Anda ingin turut bergabung melawan Han, kami akan dengan senang hati siap membantu Anda.” “Oh, bukan untuk itu. Aku tetap setia pada Han.” Seluruh pemberontak menggerung keras. He Xian tersenyum semakin lebar. “Jika kalian tidak bersedia, aku juga tidak akan memaksa. Karena itu, izinkan aku tetap menjalankan kewajibanku sebagai wakil Han.” He Xian berpaling ke arah Sersan Zhen, “Kira-kira, apakah mereka sudah selesai?” “Kurang lebih, Tuan.” “Bagus,” Ia kembali menoleh ke arah Tuan Li dan lainnya. “Silakan kalian pergi keluar dan lihat, apa yang sedang terjadi.” Para pemberontak kelihat
Ming Shi menatap pemuda yang baru saja berdebat dengannya itu menghilang di balik pintu, wajahnya berkeriut tidak senang. Bahkan sekarang, anak ingusan itu, yang pula berstatus jauh lebih rendah darinya, pun berani memprotesnya? Padahal ia sudah muak melayani komentar-komentar sok itu. Ia bekerja keras memikirkan yang terbaik buat bangsanya, dan ia sebagai pemimpin tentu saja tahu apa yang terbaik bagi negeri yang dipimpinnya. Tapi, mengapa protes-protes itu tetap saja ada? Bahkan, bukan hanya Chang saja yang melancarkan aksi perlawanan. Banyak negeri-negeri vassal lainnya yang turut memberontak, walaupun masih tidak separah Chang. Mengapa sulit sekali untuk membimbing mereka - orang-orang rendahan itu - untuk bisa mengerti akan jalan yang benar? Iapun teringat akan kata-kata salah seorang leluhurnya, “Bila kau tidak bisa menuntut sesuatu dengan kebaikan, maka gunakanlah kek
Masih ada tiga negara yang belum berhasil dikuasai Han. Yeong-Shan, Khanate dan Qi. Ming Shi memastikan ambisinya harus dapat terwujud. Ia harus menguasai ketiga negara itu. Target pertamanya adalah Yeong-Shan. Ia membicarakannya dalam rapat kerajaan. “Sudah tiba waktunya kita mengerahkan pasukan menaklukkan Yeong-Shan. Ada yang mempunyai usul mengenai ini?” Jenderal Wei maju ke depan. “Lapor, Yang Mulia. Pasukan kita berada dalam stamina puncak. Bila kita menyerang Yeong-Shan, kemenangan sudah pasti berada di pihak kita.” Tidak ada tanggapan dari menteri lainnya. Menganggap kebisuan mereka sebagai tanda persetujuan, Ming Shi bangkit berdiri, mengeluarkan titahnya. “Kuperintahkan Menteri Sun memimpin 100.000 pasukan, untuk segera pergi menaklukkan Yeong-Shan!” *** Yeong-Shan terletak
Bahkan perjalanannya saja sudah membuat pasukan Han teramat lelah. Apalagi anggota pasukan seperti He Xian beserta Letnan Xiang dan Sersan Zhen yang berangkat dari Han. Perjalanan dari Han ke Tukhestan saja sudah memakan waktu seminggu. Ditambah perjalanan dari Tukhestan ke Yeong-Shan yang memakan waktu kurang lebih tiga hari. Manalagi mereka tidak bisa beristirahat barang sejenak pun setelah sampai, karena Teluk Dong-Nal yang menjadi pelabuhan teraman bagi kapal-kapal dari Tukhestan telah dipenuhi armada laut Yeong-Shan. Takjub juga He Xian melihat kemegahan armada laut Yeong-Shan yang tidak diduganya. Di pihak lain, pasukan Yeong-Shan juga sangat terkejut mendapati armada laut mereka kalah jumlah sangat jauh dari Han. Ditambah lagi reputasi Han menguasai tiga perempat dunia telah sebelumnya menjatuhkan semangat tempur pasukan Yeong-Shan. Betapapun, Jenderal Min-Hwa tidak lantas putus asa. Ia berdiri di dok terdepan kapal, berseru pen
Pagi-pagi sekali, peperangan telah dimulai. Matahari masih belum sepenuhnya bangkit di ufuk timur. Namun kedua pihak, Han dan Yeong-Shan, telah menyiapkan angkatan militer yang serba canggih dan kini siap berhadapan satu sama lain. Ratusan ribu prajurit berjejer menunggu aba-aba, dan begitu tambur dibunyikan, mereka pun segera berlari menyerang. Pertempuran terjadi begitu dashyatnya selama seminggu lamanya. Karena bagaimanapun Yeong-Shan telah kalah, baik secara jumlah, maupun kualitas prajurit serta teknologi senjata. Han menggilas mereka semua dan menekannya sampai ke ibukota Jeong-Neon. Pasukan Han segera berhasil memasuki ibukota Jeong-Neon. Mereka berlari dengan sangat cepat, dan tepat ke arah Istana Hwa-Soon. Hanya dalam waktu kurang lebih lima belas menit, Istana Hwa-Soon telah berada dalam kepungan erat Pasukan Han.*** Seo-Yu memandang Ryu-Na. “Masih belum ada kabar dari