"Kalian yang main gila, malah aku yang kau bilang gila, hadeh! Zaman sudah edan!" "Bang, sini, ada yang mau aku bilangin, sini, ayo," bisik Yuni sambil menarik lengan Rahmat untuk masuk ke dalam dapur. Sementara di ruang tamu. "Jadi, betul anda ini temannya Salma?" tanya Burhan. "Iya Betul, Bang." Husein menjawab sopan, sambil sesekali melirik ke arah Salma, sedangkan Salma rasanya sudah tidak kuat ingin segera pergi dari rumah itu. "Husein, terima-kasih sudah mau datang, lebih baik pulang saja sekarang, aku takut suamiku bertingkah yang aneh-aneh padamu, pulanglah, Sen," ucap Salma, karena Salma sudah kehilangan muka di depan Husein, awalnya ia mengira kalau kedatangan lelaki itu dapat menyelesaikan masalahnya, tetapi malah menambah masalah, tidak dapat Salma berkata-kata lagi, entah jenis apa keluarga mertuanya itu. "Kamu baik-baik saja, Sal?" tanya Husein merasa khawatir. "Eh, Bung! Sebaiknya kau rajin sholat dan mengaji, karena kau telah dipelet oleh istriku." Rahmat yang k
"Mak, sudah Mak, tenang, tenang, dia itu calon menantu Mamak, lihat mobilnya robicon, robicon Mak," bisik Yuni menenangkan ibunya saat melihat wajah Bu Mega yang terlihat sangat murka karena Husein melayangkan tonjokan nya tepat di wajah tampan Rahmat.Melihat kejadian itu di depan mata, sebagai ibu kandung, Bu Mega tidak terima, tetapi Yuni yang sudah cinta pada pandangan pertama kepada Husein, sibuk menenangkan hati ibunya, tidak ada alasan bagi Yuni untuk tidak menyukai pria tampan yang baru beberapa menit yang lalu menginjakkan kaki di rumah ibunya itu, selain tampan dan juga gagah, lelaki itu juga orang berpunya alias tajir, terlihat dari mobil mewahnya yang terparkir di depan rumah, jangankan Yuni, Ema yang sudah memiliki suami juga terpesona pada Husein. "Dia memukul Abangmu," bisik Bu Mega pada Yuni. "Iya, tapi Abang itu dalam pengaruh pelet, Mak, dia membela Kak Salma karena pengaruh pelet, seharusnya Mamak salahkan Kak Salma itu, bukan Abang tampan itu, kalau Mamak nampak
"Lihat itu, Salma, gara-gara kau menangis dan sibuk menjelek kan suamimu, anakmu jadi ikut membenci ayah mereka, kau sama saja mendoktrin otak anakmu untuk membenci orang tuanya, kita boleh miskin Salma, tapi jangan bodoh," ujar Pak Burhan. "Tidak Atok, Vita benci sama Ayah bukan karena hasutan Bunda, Ayah kami memang jahat, ga sayang sama kami," ucap Vita. "Tidak boleh seperti itu, Vita. Itu ayahmu, dia yang telah bekerja keras untuk menghidupi kalian, Vita dan Kia bisa makan dan sekolah karena ayah kalian, dia bekerja keras untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan kalian, ayah kalian juga–""Pak, Salma sudah memutuskan untuk bercerai dari Bang Rahmat," ucap Salma memotong ucapan bapaknya, dua bola mata Pak Burhan berhasil membulat secara sempurna saat mendengar ucapan anaknya."Sadar kau Salma saat berucap seperti itu? Kau kira menjadi janda itu gampang? Masyarakat pasti akan berpikiran negatif padamu, lagian macam mana kau bisa menghidupi anak-anakmu kalau berpisah dari Ra
"Ngapain sih, Pak?" tanya Bu Dahlia saat suaminya mengajak ke rumah Bu Mega yang ada di Binjai. "Kita sebagai orang tua harus menjadi jembatan bagi masalah rumah tangga anak kita, harus bisa mendamaikan mereka, kita ke rumah besan, berkompromi demi kebaikan rumah tangga Salma dan Rahmat, mumpung ini masih suasana lebaran, jadi kita sekalian lebaran di rumah besan."Salma yang mendengar ucapan bapaknya, langsung gegas keluar dari kamar. "Tidak perlulah Pak, yang ada nanti Bapak dan Ibu dihina sama mereka," ucap Salma merasa khawatir. "Betul apa yang dikatakan Salma itu, Pak." Bu Dahlia setuju apa yang dikatakan anaknya. "Kalian ini, aku ke sana untuk menyelamatkan rumah tangga anakku, malah dilarang seperti ini, aku yang lebih tahu mana yang terbaik dan terburuk bagimu Salma, sudah, ayo Bu, cepat siap-siap, kita berangkat ke Binjai sekarang," ucap Pak Burhan. "Yang berumah tangga itu sebenarnya Salma atau Bapak sih? Salma yang tahu mana yang terbaik Pak. Salma sudah tidak ingin l
"Kurang jelas rupanya apa yang aku sampaikan? Aku beri waktu dua hari untuk mengosongkan rumah ini." "Apa salah kami, Nantulang? Kenapa mendadak begini?" tanya Pak Burhan dengan raut tidak kalah panik dari Bu Dahlia. "Aku tidak ingin kontrakanku digrebek polisi karena kalian.""Digrebek? Kenapa rupanya, kami?" tanya Pak Nurdin lagi. "Ah, sudahlah, jangan banyak tanya, yang penting dalam dua hari ini, kosongkan tempat ini." Nantulang pemilik kontrakan itu tidak memberi alasan yang tepat. "Maaf Nantulang, apa karena ada sangkut pautnya sama,Bu Mega?" tanya Salma, karena Salma masih ingat dengan ancaman-ancaman yang telah Rahmat katakan selama ini, saat Salma tidak ingin mencabut laporan kasus KDRT beberapa hari yang lalu, mendengar Salma berkata seperti itu, wanita yang masih betah berdiri di depan pintu itu tampak terkejut, melihat perubahan di raut wajahnya, Salma semakin yakin. " Tidak ada sangkut pautnya sama Bu Mega, yang penting segera kosongkan tempat ini, karena mau diisi s
Salma dapat bernafas dengan lega karena Nantulang-pemilik rumah itu akhirnya dapat berpikir dengan jernih, tidak semata-mata menuduh tanpa ada bukti dan mendengarkan penjelasan Salma dan Bu Dahlia. "Sudah lihat kan, Pak? Bagaimana besan kita itu? Aku ga mau ke rumah mereka, sudah jelas semuanya," ucap Bu Dahlia pada Pak Nurdin, lelaki tua itu hanya diam, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, Salma berpikir jika bapaknya telah menyetujui keputusannya. "Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api." Tiba-tiba saja Pak Nurdin berucap. "Maksudnya, Pak?" Salma yang sedang melangkahkan kaki hendak menuju dapur, terpaksa memutar badan setelah mendengar ucapan bapaknya. "Ya, pasti Bu Mega itu berucap seperti itu ada sebabnya, pasti engkau telah membuat masalah di rumahnya atau dia merasa sakit hati karena kau meminta cerai dari anaknya dan dia pun tidak terima sehingga memfitnah kita seperti ini," Kelakar Pak Nurdin. "Astagfirullah Pak, masih saja menyalahkan Salma," ujar
"Sayang, aihh, akhirnya kau datang juga, kangen kali Adek sama Abang." Tina langsung memeluk erat tubuh kekar Rahmat saat lelaki itu baru sampai dari Binjai dan ingin masuk ke dalam rumah, untungnya saat itu sudah malam dan lampu teras rumah dalam keadaan mati, jadi, saat Tina memeluk Rahmat, lelaki dua anak itu tidak merasa takut jika dilihat oleh tetangga lain. "Kangen apa kau, Dek?" tanya Rahmat sambil tangannya memutar anak kunci agar bisa masuk, dan tangan satu lagi melingkar di pinggang Tina. "Kangen ini, nih," kekeh Tina sambil meraih organ intim Rahmat dengan genit. "Aduh, Sayang, sabarlah, main re mas, saja," ujar Rahmat yang sudah tidak tahan dengan sikap nakal Tina, setelah berada di dalam rumah, cepat Rahmat mengunci pintu dan menarik tubuh Tina ke dalam kamar dan kembali dua manusia itu melampiaskan nafsu terlarang mereka sampai tertidur dan pagi pun datang menyapa. Tok. Tok. Tok. Tina menggeliatkan tubuhnya, pertempuran tadi malam dengan Rahmat membuat mereka berd
"Jangan kau videokan!" Seru Rahmat ingin meraih ponsel dalam genggaman Salma, dengan cepat Salma mengelak membuat Rhahmat semakin murka dan ingin merebut ponsel itu lagi. "Jangan berani macam-macam kau Rahmat!" teriak Pak Nurdin yang kini sudah membenci menantunya itu, Rahmat tidak mengindahkan ucapan Pak Nurdin, ia terus saja berusaha merebut ponsel Salma, Pak Nurdin yang melihat pun jadi ikutan emosi lalu menghadang Rahmat. "Tua bangka! Minggir kau!" Dengan emosi Rahmat mendorong tubuh Pak Nurdin. "Ya, Allah, Bapak!" pekik Salma saat melihat bapaknya tersungkur ke lantai karena dorongan kasar Rahmat, Salma berlari menghampiri bapaknya sedangkan Rahmat seolah tidak peduli, ia tampak masih bernafsu mengincar benda pipih yang masih dalam genggaman Salma, tidak peduli pada kondisi Pak Nurdin yang terkulai lemas. "Tolong! Tolong!" teriak Salma saat Rahmat dengan penuh nafsu ingin merebut ponsel dalam genggaman Salma, sambil kakinya menendang Salma beberapa kali dan mengenai bagian ba