Zeta tampak sibuk melihat berkas-berkas yang harus Albi tanda tangani. Jika sedang sibuk begini, ia akan menyiapkan secangkir teh hangat guna
menemaninya. Lira dan Reni? Sepertinya mereka sudah kapok, buktinya sekarang mereka hanya diam walapun masih menatapnya sinis.
"MAMA!"
Zeta terperanjat kaget mendengar teriakan itu, dirinya menoleh kearah pintu. Disana terdapat Syika yang tersenyum kearahnya, langsung saja ia mendorong kursinya dan berdiri bertumpuan dengan lututnya. Syika yang melihat langsung berlari memeluk dirinya erat.
"Kok ngak ganti baju sih," ucap Zeta seraya menjauhkan tubuh Syika darinya.
"Lupa," balas Syika cengengesan.
Zeta melihat pakaian Syika sampai bawah rok anak kecil itu kotor, sepertinya Syika sehabis makan coklat. Tak lama Nathan datang dan menicum pipinya, dengan senang hati ia mencium balik pipi Nathan.
 
Di mansion Lixston terdengar suara canda tawa disana semua orang tengah berkumpul, termasuk kedua kakek dan nenek Zio. Mereka tertawa bersama, disana juga ada Feli dan Ratna tentunya. Hari ini Feli membuka banyak hadiah dari kakeknya. Jika di kediaman Lixston, Feli akan menjadi seperti ratu dan keinginan akan terwujud."Terima kasih kakek," ucap Feli memeluk Abraham, kakeknya."Sama-sama. Kakek akan memberikan apapun untuk cucu kakek yang paling cantik ini," ucap Abraham sembari mengelus kepala Feli. Sedangkan Feli tersenyum. Tanpa mereka sadari, perlakuan yang seperti ini menjadikan Feli anak manja dan tak mau mengalah.Tiba-tiba saja terdengar suara bel berbunyi, Feli pamit untuk membuka pintu. Feli berjalan dengan langkah biasa, lalu dirinya membuka pintu. Mengapa tak ada siapa-siapa? Saat ingin berbalik badan, matanya tak sengaja melihat sesuatu berada dibawah. Dirinya berjongkok dan mengambil sebua
Suara itu membuat Zeta membuka mata. Di depannya terdapat Albi yang kini tengah memegang pergelangan tangan Leni. Beberapa detik kemudian, Albi menghempaskan tangan Leni hingga membuat dia mundur beberapa langkah."Berani-beraninya kau mendorong istri saya!" ujar Abraham marah, sedangkan Albi nampak santai seperti tak ada masalah apapun.Albi berdiri disebelah Zeta dan melepaskan jasnya, lalu dirinya taruh kepundak Zeta. Sementara Zeta tak menolaknya, ia menerima jas dari Albi. Bajunya basah dan mungkin dalamannya terlihat dikarenakan ia memakai baju yang lumayan tipis."Mengapa kamu membela dia? Kamu akan menjadi calon suami cucu saya!" ucap Abraham marah kepada Albi."Saya tak sudi menjadi suami wanita seperti dia," balas Albi dengan senyum smirknya."Awas kamu!" peringat Abraham kepada Zeta, setelahnya ia pergi dari sana dan disusul oleh keluargan
Zeta dan Vio berlari menyusuri lorong rumah sakit. Mereka mencari ruangan Manda, dan mata Zeta melihat Rey dan Manda yang duduk di depan kursi tunggu ruang ICU. Langsung saja ia dan Vio menghampiri mereka. Zeta langsung bertanya tentang apa yang terjadi, namun mereka sama-sama bungkam.Tangisan Bela terdengar begitu pilu, Zeta duduk disebelah Bela dan mengelus punggung Bela yang bergetar. Mungkin mereka masih belum siap untuk bercerita kepadanya. Vio turut duduk disebelah Zeta, ia bingung dengan ini semua. Siapa mereka? Vio sama sekali tak mengenal mereka."Mama Ze," lirih Bela."Tante Manda pasti baik-baik aja," balas Zeta, walau hatinya turut gelisah. Namun ia tak boleh menangis, jika dirinya menangis siapa yang akan menguatkan mereka berdua?. Tak lama dokter keluar, langsung saja mereka semua berdiri."Bagaimana keadaan mama saya?" tanya Rey tak sabaran.
Bea asik makan dengan lahap, ia mendengar ada yang memanggil dirinya. Langsung saja Bea menengok kebelakang dan mendapati saudra kembar Zeta. Langsung saja ia berteriak memanggil Zio ganteng, lalu paha ayamnya jatuh dengan sendirinya."Kamu ngapain kesini?" tanya Bea basa-basi, percayalah ia tengah gerogi sekarang."Kamu sendiri ngapain?" Zio malah balik nanya."Makan," jawab Bea seraya mengangkat mangkuknya membuat Zio tertawa kecil."Kamu mau pesen disini juga?" tanya Bea.Zio menggeleng, "Sebenarnya saya ingin pulang, tapi tak sengaja melihat kamu jadi saya kesini sebentar."Jawaban Zio membuat Bea menganggukan kepalanya, "Bagaimana kalau kita jalan-jalan?" tanya Bea, sudah dibilang Bea itu tak tau malu. Biasanya laki-laki yang mengajak jalan, namun sekarang Bea sendiri yang mengajaknya."Boleh," jaw
Zeta dan Albi berada dilapangan yang sangat luas. Mereka memakai helm khusus untuk melindungi kepala mereka. Saat ini mereka tengah melihat proyek pembangunan hotel. Dibeberapa tempat banyak sekali alat-alat berat, setiap yang masuk kesini harus mengenakan helm dan rompi khusus.Tanahnya masih becek, jadi mereka harus hati-hati dalam berjalan. Bahkan Zeta hampir tergelincir, untung saja ada Albi yang menahan tubuhnya supaya tak jatuh. Mereka berjalan ditemani oleh pengurus proyek ini."Bagaimana perkembangan proyek ini?" tanya Albi."Berjalan dengan normal, pak Albi tak perlu khawatir.""Jangan sampai proyek ini gagal, kerugian yang ditanggung perusahaan akan sangat besar nantinya," ucap Albi dan mendapatkan anggukan dari lawan bicaranya.Setelah selesai, Albi pergi dari sana diikuti oleh Zeta. Mereka berjalan menuju dimana mobil mereka terparkir. Mereka m
Masih ditempat yang sama, Zeta berdiri berhadapan dengan Albi. Sedangkan lelaki itu terdiam setelah mendengarkan kata yang terlontar dari mulut Zeta, dihina? Jadi itu sebabnya Zeta menghindari dirinya. Namun siapa yang melakukan hal itu, tak ada dibenak Albi jika selama ini Zeta tertekan berada di dekatnya."Mereka bilang aku pelakor dan wanita menjijikkan. Apakah kau tau seberapa sakitnya hatiku? Sakit sekali. Kita dekat seperti seorang yang mempunyai hubungan, namun nyatanya hubungan kita hanya sebatas karyawan dan bos saja.""Kita kenal karena ketidak sengajaan, dulu aku pikir mengenal dirimu akan membuat hidupku lebih baik. Namun kenyataannya tidak, aku tertekan dan banyak sekali yang menerorku. Bukan hanya keluarga Lixston yang membenciku, namun masih banyak orang yang termakan akan gosip itu.""Kau dan Feli bukan orang sembarangan, sedangkan aku hanya seorang anak desa yang berada disini. Kakek dan nenekku sa
Hari ini Zeta memutuskan untuk tak berangkat kerja dengan alasan sakti. Dirinya memang kecapean namun tak sampai sakit. Sekarang ia duduk bersender diatas kasur dengan membawa sebuah kotak pemberian tante Manda. Sebelum keluar kota, Rey sempat memberikan ini kepadanya.Zeta membuka kotak itu, didalamnya terdapat beberapa barang mulai dari boneka, foto-foto kecil, dan juga kertas yang digulung-gulung memanjang. Sampai akhirnya, ia mengambil suratnya dan membuka pita yang menghiasi kertas itu."Hai Zeta, gimana kabar kamu? Maaf tante ngak bisa tanya kabar kamu secara langsung. Tante merasa akan pergi jauh, sangat jauh makannya tante buat surat ini untuk kamu, Rey dan Bela. Tante hanya ingin memberitahu kamu satu hal, sebenarnya Ratna menantu di keluarga tante.""Nasib tante sama kayak mama kamu yang diusir dari rumah. Namun tak apa, tante udah ikhlas dengan semuanya termasuk warisan yang seharusnya buat tante m
Mobil yang Darel dan Zeta kendarai berhenti tepat di depan rumah besar nan mewah. Zeta turun dan melihat sekeliling, sampai-sampai dirinya tak sadar jika Darel menarik tangannya untuk masuk kedalam. Zeta mengikuti langkah Darel, lelaki itu bilang kepadanya untuk tidak usah takut."MAMA PAPA, DAREL PULANG!" teriakan Darel mengema di ruang tamu."Jangan keras-keras!" Zeta mencubit pelan lengan Darel, sedangkan yang dicubit hanya cengengesan tak jelas.Lalu beberapa orang jenis kelamin perempuan menghampiri mereka, Zeta yakin jika itu keluarga Mahendra. Zeta hanya bisa tersenyum hangat saja, kegugupannya bertambah berkali-kali lipat."Ini siapa?" tanya Rani selaku ibu dari Darel."Ini Zeta, dan Zeta kenalin ini mana aku namanya Rani dan ini nenek aku namanya Sari dan ini adik aku namanya Aira." Darel menujuk anggota keluarganya satu persatu.