"Saat kamu ketemu pertama kali melihat aku bagaimana?" tanya Roy.Reva mengingat saat dirinya pertama kali bertemu dengan Roy yang ketika Roy memang bersikap dingin dan begitu arogan. "Nyebelin.""Tapi sekarang cinta, 'kan?" goda Roy sambil mencubit lembut pipi istrinya itu."Iya sih. Tapi aku beneran ingat saat kamu sok merintah begini dan begitu karena kamu atasan. Apa memang kamu seperti itu sama bawahan kamu?" tanya Reva.Roy hanya menggeleng. "Aku bukan tipe cowok yang begitu. Karena aku melihat kamu langsung klik ya aku akan mencari tahu tentang kamu. Dan ternyata kita berjodoh.""Aku harap kita akan terus seperti ini, ya? Aku pernah memikirkan kalau misal aku meninggal lebih dahulu apakah kamu akan menikah lagi?" tanya Reva. Ia memang tak bisa melawan takdir. Siapa yang hidup tentu akan mati. Begitu lah garis takdirnya. "Aku memikirkan kalau menikah satu kali dan tak memikirkan lagi untuk menikah,'' jawab Roy mantap.''Asal kamu tahu, aku dulu juga berfikir begitu. Hidup satu
Reva terbangun tepat pukul tujuh pagi. Ia tak menyadari ketika Roy sudah tak ada di sampingnya lagi. Tetapi Roy masih berada di kamar dan sedang bersiap-siap kerja."Kamu sudah mau berangkat?" tanya Reva."Iya, aku harus ke luar kota hari ini. Aku tak bisa makan di rumah, ya? Karena aku harus berangkat sekarang juga." Roy masih membetulkan jasnya. "Oh gitu. Iya, kamu hati-hati di jalan, ya?'' sahut Reva. Ia kemudian memeluk Roy dari belakang. Mencium harumnya sampo yang dipakai oleh Roy."Kenapa? Kamu mau ikut?" tanya Roy."Enggak lah. Aku cuma mau peluk kamu saja kok." Reva masih mendakap tubuh suaminya. Ia terlalu cinta sama suaminya dan sebenarnya nggak mau jauh-jauh darinya. Tapi ia sadar Roy bekerja juga untuk dirinya. "Kamu kenapa?" tanya Roy."Aku nggak apa-apa kok. Ya sudah, kamu hati-hati di jalan. Terima kasih buat sate tadi malam, aku sudah makan kok,'' ujar Reva."Iya. Ya sudah kalau begitu aku berangkat dulu, ya?'' pamit Roy kemudian mengecup kening Reva dan juga bibirn
"Nggak lama. Karena aku juga ingin bekerja di rumah tanpa harus keluar. Jadi aku belajar membuat kue," jawab Reva. Ia tak mau mengatakan kalau sebenarnya ingin bekerja di kantor tapi dilarang sama Roy. Ia tak ingin banyak bicara pada Mila tentang kehidupan nya sekarang. "Oh, begitu ya?" sahut Mila.Setelah semuanya selesai Reva mengajak Mila untuk pulang dengan naik taksi online. Meskipun jarak toko dengan rumahnya dekat tapi barang bawaan cukup banyak dan berat. Jadi lebih baik Reva menyewa taksi online saja.Saat hendak masuk ke dalam mobil, dari arah yang tak terduga seseorang tiba-tiba mendekat dan langsung menusuk perut Reva dengan pisau. Reva langsung terkapar di sana dengan darah sangat banyak keluar dari perutnya. Samar ia melihat langit. Tetapi ia kemudian menutup matanya.Mila yang sudah ada di dalam mobil kemudian berteriak histeris begitu juga dengan supir taksi online tersebut. "Tolong! Tolong!" Mila berteriak.Beberapa anak buah Roy yang mengawasi Reva juga mendekat.
"Ya Tuhan. Kenapa bisa terjadi?" Bi Ira terkejut dan tak menyangka Reva akan mengalami celaka lagi."Astagfirullah. Kasihan sekali bu Reva. Orangnya baik tetapi banyak saja yang mencoba mencelakainya," ucap Lina. Ia juga tak menyangka kalau ternyata terjadi musibah pada Reva.Tepat pukul tiga sore Mila akhirnya sampai di ruang produksi lagi. "Tante, bagaimana kondisi Bu Reva?" tanya Lina.Bi Ira juga menunggu jawaban Mila karena sejak tadi juga menemani Lina di sana.Lina masih mengatur nafasnya. "Kondisi Bu Reva masih kritis. Keluar banyak darah dari perutnya. Kasihan banget Bu Reva. Pak Roy juga sudah selesai transfusi darah dan cocok. Tapi masih menunggu Kondisi Bu Reva stabil. Dan Pak Roy juga marah-marah sama anak buahnya. Di rumah sakit tadi sangat genting sekali."Lina terdiam sesaat. "Ya Tuhan, tega sekali sih orang yang telah mencelakai Bu Reva. Padahal juga tidak pernah Bu Reva berbuat jahat sama orang."Mila hanya terdiam. Ia hanya meletakkan tas di atas nakas yang telah d
Malam harinya hendak Tio menuju ke rumah Lina. Tetapi Mila lebih dahulu memanggil. "Mau kemana kamu, Mas?" tanya Mila."Mau menghirup udara malam saja kok." Tio enggan menjawab jujur. Tapi Mila lebih dahulu menangkap sesuatu yang mencurigakan."Nggak usah kemana-mana! Itu kamu tolong temani Angga tidur! Aku mau ketemu sama orang yang punya rumah. Kemungkinan besar besok kita sudah pindah rumah,'' sahut Mila."Pindah kemana?" "Nggak usah banyak tanya! Kamu di rumah saja! Biar Nggak makin parah penyakit nya. Nanti yang repot juga aku lagi." Mila yang sudah berpakaian rapi bersiap untuk pergi.Tio membiarkan istrinya pergi begitu saja. Kalau pun dilarang Mila juga tetap akan pergi. Sikap Mila berubah akhir-akhir ini. Sejak bekerja di tempat Reva sikap Mila jadi mulai sombong. Kalau dilihat Lina bekerja di sana juga biasa-biasa saja. Tetapi ia masih penasaran saja kenapa istrinya berubah begitu cepat. Apalagi untuk membeli rumah tentu uang yang dikeluarkan juga cukup banyak. Apalagi kema
Jambret tadi berhasil mengambil kalung dan gelang sekaligus. Mila benar-benar kesal dan syok. Belum satu hari saja ia pakai sudah raib diambil oleh penjambret. "Sialan." Mila terus mengumpat sepanjang perjalanan pulang. Ia merasa tak tahan karena susah payah ia kumpulkan uang dan dengan enaknya jembret itu ambil perhiasan nya. Mila juga kehilangan uang dari perhiasan itu sekitar dua puluh juta. Sampai di rumah. Mila melihat Tio sudah tertidur bersama Angga. Ia masih menangis karena ia kehilangan kalung dan juga gelang secara bersamaan.Tio mendengar suara tangisan Mila kemudian terbangun. "Kamu kenapa?" tanyanya."Aku kena jambret. Kalung dan gelang ku raib diambil sama penjambret tadi. Huhuhu." Mila justru lebih keras lagi menangis. "Sudah sudah! Lebih baik kamu istirahat saja dulu!" titah Tio. Ia merasa kalau perhiasan yang dibeli oleh Mila berasal dari uang yang tak halal. Jadi uang itu juga hilang juga dengan cepat dan tanpa jejak. Tapi ia tak mau banyak berasumsi. Ia membiark
"Aku sih nggak tahu. Cuma mau memastikan saja." Wajah Tio terlihat sangat natural. Roy menangkap sesuatu yang aneh."Apa istrimu cerita kalau Reva sedang berada di rumah sakit sejak kemarin?" tanya Roy.Mata Roy melotot. Ia terkejut. "Hah? Masuk rumah sakit? Tidak, dia tidak cerita. Mila hanya cerita kalau dapat uang banyak dari Reva. Tapi aku nggak percaya. Jadi mau ku sekalian ke sini mau mengucapkan terima kasih."Melihat Tio seperti kepanasan terutama Angga, Roy mengajak mereka masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan halaman rumahnya."Jadi kamu benar tak tahu dari istrimu?" tanya Roy.Tio kemudian menceritakan sejak kedatangan Mila kemarin dengan membawa banyak perhiasan dan belanja di pasar. Serta mengatakan kalau akan membeli rumah dan tadi malam sudah bertemu dengan orang yang akan menjual rumahnya.Roy Jadi curiga dengan Mila. Apa yang Mila sembunyikan? Sejauh ini Mila tak pernah mencurigakan. Tetapi karena cerita Tio yang dirasa tak dibuat-buat Jadi ia sedikit percaya. Tapi
Tanpa Mila sadari sejak keluar dari rumah Reva tadi ia diawasi terus oleh anak buah Roy. Ia kemudian pulang dengan kendaraan umum. Ia sampai tepat pukul enam sore. Angga sedang bersama Tio duduk di ruang tamu."Kamu dari mana? Ini sudah jam berapa kamu baru pulang?" tanya Tio memberikan sambutan yang menurutnya tak biasa."Iya, karena aku kan harus lihat rumah baru kita. Nih, aku sudah terima kunci dan sertifikat. Kamu mau pindah kapan?" balas Mila."Aku nggak mau pindah. Meskipun rumah begini juga hasil dari penjualan rumah ku dulu sama Reva. Uang nya juga aku berikan banyak sama kamu tapi nggak tahu rimbanya kemana," sindir Tio.Memang benar, Tio telah memakai uang hanya sebagian kecil saja untuk membeli rumah sesederhana itu. Ia seakan tak rela meninggalkan rumah yang menurutnya penuh dengan perjuangan."Halah, kalau kamu nggak mau pindah biar aku yang pindah sendiri. Sudah enak hidup tinggal enaknya saja kamu masih banyak alasan. Kalau kamu nggak mau pindah biar aku saja sendiri ya