"Tapi, Bu."
"Linda, aku minta tolong untuk kamu membantu aku mengemas barang-barangku! Setelah itu kamu bisa meninggalkan ruangan ini," pinta Reva. Dia memang selalu santun ketika meminta bantuan kepada bawahannya.
Linda masih menatap Reva. Entah apa yang terjadi di dalam ruang meeting. Tetapi pasti ada masalah sehingga membuat Reva terlihat kurang fokus hari ini. "Baik, Bu."
Setelah selesai mengemas, Reva pun menuju ke ruang staff keuangan biasa. Staff yang lain pun terkejut saat kedatangan Reva. Biasanya Reva ke sana untuk mengecek pekerjaan. Tetapi hari ini dia malah duduk bersama mereka di sana. Banyak yang membicarakan Reva. Tetapi Reva hanya tersenyum. Sebisa mungkin dia menerima apa yang menjadi konsekuensinya. Karena hari ini dia kehilangan konsentrasi. Padahal biasanya kalau ada masalah Reva selalu bisa berlaku profesional. Tetapi pengkhianatan yang dibuat suaminya sangat mengguncang hatinya. Di luar terlihat tegar, namun di dalam hatinya begitu rapuh.
Perempuan mana yang rela dimadu. Entah apapun alasannya tetap saja tidak bisa seratus persen setuju. Begitu juga dengan Reva. Pernikahan yang berjalan lima tahun yang dianggapnya sebagai pernikahan terakhir walaupun belum dikaruniai anak Tetapi nyatanya membuat dirinya sakit hati. Dan hal itu berimbas di pekerjaan nya sehingga dia harus kehilangan posisi yang begitu ingin dimiliki karyawan di sana.
Beberapa staff menghampiri Reva apa mungkin membutuhkan berkas. Tetapi Reva justru tersenyum di sana.
"Maaf, jika membuat kalian terkejut. Mulai hari ini saya bukan lagi atasan kalian. Kita sama sebagai staff. Saya mohon maaf jika sebelumnya saya memiliki salah sebagai atasan kalian, ya!"
Hampir semua orang di sana melongo mendengar penuturan Reva. Mereka tidak percaya atasan yang selama ini baik dan ramah tiba-tiba harus diturunkan jabatannya. Entah apa yang terjadi. Padahal selama ini Reva menjadi atasan yang begitu dikagumi oleh bawahannya.
"Saya tidak percaya itu," celetuk salah seorang staff.
"Itu benar adanya. Saya melakukan sebuah kesalahan saat di rapat petinggi tadi. Tetapi saya bersyukur masih diberikan kesempatan untuk bisa bekerja di sini. Jadi saya harap semua bisa mengerti. Kita sama-sama staff jadi jangan panggil saya Ibu Reva lagi, ya!" pinta Reva. Wajahnya masih penuh dengan senyum.
Semua staff di sana rasanya tidak percaya dengan ucapan Reva barusan. Kalau Reva diturunkan jabatannya lalu siapa yang akan menggantikannya? Apakah akan sebaik Reva kinerjanya. Beberapa yang mengagumi Reva pun ingin mengutuk siapa yang menurunkan jabatan Reva. Sampai tidak ada toleransi hanya karena melakukan sebuah kesalahan. Padahal begitu banyak prestasi selama ini yang diraih Reva dan juga dedikasinya sebagai manajer keuangan.
Hari itu Reva hanya menata meja barunya dan posisi Reva sudah digantikan oleh orang lain. Reva berusaha untuk ikhlas dengan keadaan yang sedang dialaminya. Mulai dari suaminya menikah lagi lalu sekarang harus turun jabatan.
Sementara itu di rumah, Tio membangunkan Mila dari tidurnya.
"Sayang, kamu bangun dong! Aku lapar nih mau makan. Kamu masak, ya!" pinta Tio.
Mila masih berselimut dan enggan untuk membuka matanya. Tetapi Tio terus membangunkan Mila agar mau memasak untuknya.
"Aduh, kenapa kamu berisik sekali sih, Mas? Tidurku jadi nggak nyaman. Bukannya kata kamu aku hanya perlu melayani kamu. Tetapi karena kamu belum bisa menikahi aku secara resmi maka pekerjaan ku untuk melayani kamu ya belum bisa aku lakukan," bentak Mila.
"Tapi kan kamu bisa melayani aku dengan cara lain, Mila. Misal memasak atau menyajikan kopi untukku," sahut Tio.
Mila bangkit dan menatap wajah laki-laki yang baru kemarin menikahinya secara siri.
''Halo, kamu lupa kemarin kamu bilang sama kamu apa? Aku hanya melayani kamu dalam urusan ranjang. Karena semuanya sudah disiapkan sama istri pertama kamu. Tetapi kamu malah meminta aku untuk masak. Aku nggak bisa masak. Memang kamu mau makan makanan nggak enak. Beli lah sana! Beli untukku juga! Kan kamu dapat uang dari istri kamu juga. Ribet banget sih," sergah Mila.
"Tapi Reva sudah tidak mau memasak untukku. Dia hanya memasak untuknya sendiri. Tadi dia juga masak. Tetapi untuk bekalnya ke kantor. Ayo lah kamu belajar memasak. Nanti kan kamu jadi istri beneran aku, Mila!" paksa Tio.
"Aduh, kalau tau ribet begini aku nggak mau menikah sama kamu, Mas," Mila kemudian kembali berselimut.
Sementara perut Tio sudah keroncongan. Apalagi belum makan dan minum apapun. Padahal biasanya kalau Reva akan berangkat bekerja sudah menyiapkan kopi dan makan untuknya. Tetapi Reva sudah tidak mau membuatkan Tio kopi dan juga sarapan.
Tio kemudian keluar dari kamar Mila. Dia menuju dapur dan mencoba untuk meracik sendiri kopi untuknya. Tidak pernah melakukan itu membuat Tio merasa bingung. Berapa takaran gula dan juga kopi. Dia hanya mengira-ngira saja. Setelah air mendidih dia menyeduh kopi yang diracik. Merasa sudah pas dia mulai menikmati kopi racikannya sendiri.
"Huah, kenapa manis banget," keluh Tio lalu memuntahkan kopi nya. Tio tadi memasukkan sepuluh sendok dan dua sendok kopi. Dia juga belum pernah meracik kopi nya sendiri. Dia menyadari jika Reva selama ini selalu memperhatikan nya tetapi malah kalah dengan nafsu dan membawa Mila untuk masuk ke rumahnya. Tetapi semua sudah terlanjur. Tio harus bertanggung jawab dengan apa yang telah diperbuatnya.
Siang harinya Mila baru bangun. Dia langsung menuju ke dapur untuk sarapan. "Mana makanannya, Mas?" tanyanya.
"Aku saja dari tadi pagi belum sarapan karena menunggu kamu bangun. Eh, sekarang malah kamu meminta makanan. Kamu siapkan dulu lah! Baru kita makan bersama,'' jawab Tio.
"Kamu pelit banget ternyata, Mas. Sebelum menikah kamu royal banget. Tetapi sudah menikah untuk beli sarapan saja nggak mau," cibir Mila.
"Aku nggak punya uang. Reva belum kasih aku uang lagi. Kan uangnya sudah aku kasihkan kamu semua untuk mahar. Jadi pakailah itu dulu daripada kamu nggak makan," usul Tio.
"Enak saja. Itu uang milikku lah. Kamu malah mau minta uang aku lagi. Ya sudah, aku mau beli makan tapi untukku sendiri," jawab Mila laku berlalu meninggalkan Tio.
Tio hanya menggelengkan kepala. Sejak pagi dia menahan lapar karena tidak ada makanan. Hanya ada bahan-bahan mentah saja. Sementara dia tidak tahu bagaimana cara memasak.
Tidak lama kemudian datang pesanan makanan Mila. Tio berharap Mila akan membeli untuk dirinya juga. Tetapi Mila malah menikmati makananya sendiri tanpa melihat Tio yang sedang lapar.
"Kamu nggak belikan untuk aku juga?" tanya Tio.
"Aku sudah beli pakai uang aku sendiri, kamu beli sendiri lah, Mas! Atau masak sendiri sana!" jawab Mila lalu menikmati makanannya.
Tio menelan saliva. Melihat Mila makan ayam krispi membuat perutnya meronta. Tetapi apalah daya dia tidak diberikan walaupun sesuap. Tio kembali ke dapur. Dia mencoba untuk menggoreng telur. Dia ambil telur di dalam kulkas dan memanaskan wajan dengan minyak cukup banyak. Tio bingung bagaimana memecahkan telur. Lantas dia memukulkan Telur dan pecah berceceran di lantai. Dia mencoba lagi sampai Telur enam habis dan tak bersisa lagi.Tio sudah lelah tak bisa makan telur dan memilih untuk pergi dari dapur dan menunggu Reva mungkin membawa makanan sepulang dari kantor.*Sepulang Reva bekerja, dia tidak membawa apapun. Begitu masuk ke dalam rumah dia terkejut melihat rumahnya sangat berantakan. Banyak sampah dan bungkus makanan berserakan di lantai. Reva menghela napas. Dia malas membicarakan masalah ini. Lalu dia melihat Tio sedang duduk di depan televisi. "Kamu sudah pulang, Rev? Kamu bawa makanan tidak?" tanyanya. "Tidak," jawab Reva kemudian berlalu meninggalkan Tio. Dia melirik ke ar
Tio langsung masuk ke dalam kamar Reva dimana Reva sedang menenggelamkan diri di bawah selimut. Reva terkejut melihat suaminya masuk ke dalam kamar."Mau apa kamu ke sini?" tanya Reva.Tio tak menjawab kemudian menghampiri Reva yang masih berselimut. Dia menyibakkan selimut Reva lalu memeluk Reva dengan sangat erat. Kemudian menciumi Reva dengan begitu ganas sampai membuat Reva merasa diperkosa sama suaminya sendiri. "Apa-apaan kamu, Tio? Kamu seperti orang gila saja," sentak Reva."Kenapa aku? Aku hanya ingin mendapatkan hakku sebagai suami. Aku masih jadi suami kamu. Jangan mengira aku membawa istri baru kemudian kamu dengan mudah melepaskan diri dariku. Kamu masih wajib melayani aku, Reva," balas Tio.Reva merasa ngeri dengan suaminya sendiri. Meskipun masih suami istri bukankah Reva menolak jika harus diduakan. Dia tidak ingin lagi bersama dengan Tio karena merasa jijik. Bukannya merasa bersalah malah Tio seperti kesetanan. "Aku sudah tidak mau sama kamu. Aku ingin kita bercerai
"Bu Reva kenapa? Sepertinya Bu Reva ada masalah. Boleh cerita ke saya kalau memang butuh teman curhat!" ucap Linda saat melintasi meja kerja Reva yang baru."Eh, kamu, Lin. Sudah aku katakan jangan panggil ibu lagi lah! Aku bukan lagi atasan kamu sekarang," sahut Reva."Tidak. Saya tidak bisa menganggap Bu Reva teman biasa. Karena memang Bu Reva orang yang sangat berkomitmen. Mungkin karena memang ada masalah. Kalau tidak keberatan boleh ceritakan kepada saya, siapa tahu saya bisa bantu, kan?" balas Linda.Reva tersenyum menyambut uluran tangan dari Linda, dianggapnya sebagai seorang sahabat. "Nanti di jam makan siang, ya!" Linda senang karena setidaknya bisa memberikan perhatian kepada Reva. Saat jam makan siang, Reva menceritakan apa yang sedang terjadi di rumah tangga nya. Dia juga tidak segan mengeluarkan cairan bening dari ujung netranya karena rasanya sesak di dalam dada akhirnya bisa keluar dari dalam. "Ya Tuhan, ternyata seperti itu yang terjadi. Saya mengerti sekarang kena
Roy tidak ingin banyak bertanya kepada Reva. Tidak ingin disebut ikut campur. Namun, sebagai atasan tentu Roy juga bertanggung jawab atas keselamatan bawahannya. "Ya sudah, kalau begitu kamu di sini saja! Tanpa saya memberitahukan kepada suami kamu," sahutnya Roy.Reva sebenarnya tidak nyaman berada di rumah sakit. Tetapi kondisi nya tidak memungkinkan untuk pulang. Apalagi ke rumah dan kamarnya berada di lantai atas membuat semakin kesulitan berjalan. Terpaksa dia harus bertahan sementara di rumah sakit tanpa didampingi oleh siapa pun.Sementara itu di rumah, Tio dan Mila menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan suami istri baru. Mereka juga tidak menyadari jika Reva sudah waktunya puluhan tetapi tak kunjung malam. Baru malam harinya, Tio ingat kalau Reva belum pulang."Kemana Reva? Tumben belum pulang," gumam Tio."Biarin sajalah, Mas! Lagipula mau pulang dan nggak pulang juga dia bisa jaga diri sendiri. Dia kan sudah besar. Ya kalau anak kecil perlu khawatir. Mungkin dia sedan
"Aku mau di sini saja. Kakiku sakit, untuk berjalan juga susah. Jadi lebih baik kalian pulang saja. Aku tidak butuh kalian. Aku bisa sendiri," usir Reva."Oh, kamu mengusir kami agar kamu bisa pacaran sama laki-laki ini? Iya? Mentang-mentang aku hanya di rumah lantas kamu berbuat seenaknya," sindir Tio.Plak.Tamparan panas mendarat di pipi Tio."Maksud kamu apa, Tio? Aku benar-benar sakit. Aku kecelakaan saat akan pulang. Perilaku dan perkataan mu membuat aku semakin yakin kalau aku benar-benar ingin berpisah dengan mu," tanya Reva tegas."Jadi nanti rumahnya Jadi di jual kan, Mas?" sahut Mila."Kamu malah memikirkan hal itu. Ini pernikahan ku sedang di ujung tanduk," balas Tio.Reva meninggalkan Tio dan juga Mila. Dengan kaki yang pincang dia kembali ke kamar rawatnya. Tio berteriak-teriak membuat petugas keamanan rumah sakit mengusirnya karena dianggap Mengganggu.Roy menghampiri Reva. "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya."Sebaiknya Pak Roy meninggalkan saya! Bukannya saya mengusir
Reva tak menyangka, dia tidak pulang sehari saja rumah itu sudah sangat kacau. Bagaimana kalau sudah tak pulang. Tetapi hari ini juga dia akan ke pengadilan untuk mengajukan gugatan cerai. Setelah itu dia akan menjual rumah itu dan akan dibagi dua dengan Tio. Reva membuka kunci kamarnya kemudian dia akan mencari berkas yang dibutuhkan. Tetapi tiba-tiba ada yang memeluk Reva dari belakang yang membuat Reva berteriak. "Tolong!" Roy yang di luar pintu mendengar teriakan Reva meskipun samar. Dia pun akhirnya masuk ke dalam rumah itu dan mencari keberadaan Reva. Karena tak ada lagi suara Reva membuat Roy cemas. Tetapi dia mendengar suara pukulan ke tembok yang membuat dia tahu suara berasal dari lantai atas. Roy segera berlari dan mencari Reva. Roy melihat Reva sedang berada di bawah tubuh laki-laki yang kemarin sempat memukulnya. Reva dibungkam mulutnya sementara Tio berusaha untuk melepaskan pakaian Reva. Tetapi Roy sudah lebih dahulu mendorong Tio sampai kuat. "Kamu lagi kamu lagi. N
Di dalam rumah tersebut terasa sejuk. Juga ada kolam ikan begitu akan memasuki rumah. Terasa suasana yang begitu asri."Selamat datang, Bu. Saya sudah membuat minum dan makanan ringan. Silakan dinikmati! Setelah Bu Reva merasa tidak cukup lelah nanti akan saya urut," tutur Bi Ira. Hendak meninggalkan Reva."Tunggu! Saya mau bertanya," ucap Reva."Iya, Bu. Mau bertanya apa?" balas Bi Ira."Apa sebelumnya sudah ada pegawai yang dibawa Pak Roy kemari?" tanya Reva "Tidak ada, Bu. Rumah ini adalah rumah singgah Pak Roy. Dan baru pertama kalinya ada wanita yang dibawa sama Pak Roy. Sebelum menjadi CEO di perusahaan utama, Pak Roy sebagai direktur utama di cabang perusahaan yang ada di Semarang," jelas Bi Ira.Reva menelan saliva. Dia bingung kenapa Roy membawanya ke rumah singgahnya. "Jadi sebelumnya belum pernah?" tanya nya meyakinkan."Iya, wajah Bu Reva memang sangat cantik. Mana kakinya yang sakit?" tanya Bi Ira yang membuatnya bingung. "Kenapa Pak Roy membawa saya ke sini?" tanya Rev
Bi Ira terlihat sedih mendengar cerita Reva. Tetapi meskipun demikian bisa jadi akan merubah nasibnya. Tetapi dia juga tidak bisa memastikan. Bi Ira dan Reva hanya terus menghabiskan makan siang masing-masing. Setelah selesai bersiap, Reva hanya menunggu Roy yang katanya akan mengantar ke pengadilan agama. Beberapa saat kemudian Roy pun tiba."Kamu sudah siap?" tanya Roy."Tapi saya bisa berangkat sendiri, Pak," sahut Roy."Saya sedang tidak menawarkan. Ini perintah," ucap Roy. Reva hanya menurut. Dia keluar rumah dan melihat mobil mewah yang tadi sudah ada di depan matanya kembali. Reva kemudian masuk disusul Roy. Reva merasa tegang karena wajah Roy cukup tegas dan tak ada senyum tercetak di wajahnya. Dia hanya menatap keluar Jendela agar mengusir kecanggungan.Sesampainya di pengadilan agama, Reva disambut oleh seseorang yang belum dia kenal sebelumnya. ''Selamat siang dengan Bu Reva, saya Marko pengacara yang akan mendampingi Bu Reva untuk proses perceraian,'' ucap Laki-laki ber