Sepertinya tidak cukup dengan luka fisik akibat benda-benda tajam dan senjata panas yang Edward miliki. Pria itu juga berhasil membuat otak tidak seberapa Meta lelah berpikir. Bisa-bisanya pria itu malah menyuruhnya menyelesaikan soal-soal. Meta itu tidak pintar soal akademik, lebih mengeluti bidang bidng non akademik seperti model majalah misalnya.
Meta mengacak rambutnya. Sungguh, dia begitu lelah berpikir sekarang, mulai menyesal dulu lebih memilih tidur saat pelajaran fisika, dan matematika. Sekarang, dia bahkan tidak mengerti apa yang ditanyakan dalam soal. Gadis itu sudah mencoba belajar otodidak menggunakan jaringan internet, tetap saja tak kunjung menemukan pencerahan.“Nih soal apa teka-teki hidup sih, susah amat,” rutuk Meta mulai menyerah. Dia membaca soal berulang kali, dan hasilnya nihil.Meta menyerah, meletakkan kepalanya di atas meja. Baru juga beristirahat, bel kembali berbunyi, bersamaan dengan notifikaasi yang masuk ke ponsel hitam tersebut.Seluruh hidup Edward dipenuhi warna hitam sepertinya.“Akh, aku bisa gila kalau begini terus menerus,” teriak Meta frustrasi.Ponselnya berdering lagi. Edward benar-benar ingin membuatnya gila sepertinya. Meski malas, Meta tetap mengangkatnya.“Lupa kalau aku mengawasimu? Kerjakan atau hukuman indah menantimu,” ancam pria itu. Tidak main-main, pria itu bahkan mengancam akan menghukum jika melebihi waktu yang diberikan. Edward bahkan lebih kejam dari guru fisikanya dulu.Meta mulai fokus, mencoba mencoret kkertas meski berakhir sama saja. Dia menyerah, mengistirahatkan tubuh dan pikirannya, terserah saja jika Edward akan menghukumnya.Sekitar lima belas menit kemudian, alaram berbunyi, menandakan waktu yang sudah habis. Berjalan gontai, mengetuk pintu ruangannya Edwrd. Pria itu menatapnya, sudah tidak sabar memberinya hukuman sepertinya.“Berani sekali menantang perintah aku, hem?” ucapnya penuh penekanan.“Soalnya emang susah. Udah cari di internet, gak nemu juga,” protes Meta memelas. Entah salah ingat atau tidak, intinya dulu pelajaran itu tidak ada.“Kalau kamu benar-benar pintar, pasti sadar ini soal apa. Jawabannya bahkan gak pernah ada,” sahut Edward terkekeh, merasa senang telah mengerjai babunya. Meta lelah berpikir, mecari ke sana kemari, nyatanya memang soal itu tidak memiliki jawaban.Meta menatap Edward geram. Dia merasa dipermainkan sekarang.“Kan sudah aku bilang, kalau saja kamu pintar, kamu pasti menyadarinya. Sayang sekali kamu begitu bodoh,” ejek Edward, semakin senang dengan ekspresi penuh emosi yang Meta tunjukkan. Gadis itu menghela napas, mencoba menenangkan gejolak dalam dadanya.“Hukuman sudah menanti kelinci manis. Ikut aku!” perintah Edward.Meta ingin sekali memukul kepala pria itu, membenturkannya ke dinding agar tidak bisa membuka mata lagi.“Apa? Membersihkan kolam berenang seluas ini? Sendirian, gila ya kamu. Enggak, aku gak mau!”Meta tidak bisa mengelak lagi. Tatapan mata Edward sudah menjelaskan segalanya. Gadis itu mulai menggulung rambutnya ke atas. Yup, dia benar-benar jadi babu Edward sekarang, dan sama sekali tidak bisa menolak apalagi melawannya.“Akh, kapan aku bisa terbebas dari ini semua,” dumel Meta.Gadis itu mulai mengambil sapu, siap tuun ke kolam berenang. Seperti memang disengaja dan ssudah diatur sedemikian rupa, air dalam kolam renang tersebut sudah dikuras, jadi tidak perlu menunggu lama untuk sang babu turun dan membersihkannya.Edward duduk dengan tenang, memantau gadis itu yang terus saja mendumel, sambil membersihkan kolam renang yang sangat luas.“Gila! Ngasih hukuman yang bisa buat anak orang mati beridiri!” dumel Meta memberengut kesal. Sesekali dia menghentakkan sapu dengan keras, pelampiasan emosinya.Gadis itu mendongak dan bertemu pandang dengan Edward yang hanya terfokus padanya. Pria itu mengulas senyum, yang manis? Meta mengucek matanya untuk memastikan.“Aku yakin Tuan Leonardo senyum manis banget tadi,” gumam Meta. Ekspresi penuh peringatan itu membuat Meta segera melanjutkan kegiatannya.Berjam-jam dia menyikat dan menyiram kolam renang tersebut, baru selesai setengah. Meta terduduk lemas, tenaganya benar-benar terkuras habis.“Tuan, beri hambamu air. Sungguh, aku haus,” pinta Meta menurunkan egonya. Edward tertawa, merasa terhibur. Segelas air diletakkan di pinggir kolam. Meta bergegas meneguknya, mengurangi kering di tenggorokannya.“Cepat selesaikan, setelah itu pergi ke ruanganku, dan ambil dokumen yang aku butuhkan, nanti aku kirimkan pesan dokumen seperti apa yang kubutuhkan,” jelas Edward sebelum pergi.Kini tersisa Meta yang mengejek pria itu. Kalau saja dia memiliki sedikit keberanian, dia pasti sudah menembak pria itu hingga mati.“Sepertinya aku harus belajar bela diri sama cara menembak deh, biar bisa kalahin dia,” dumel Meta.“Memangnya berani?” tanya seseorang berjalan mendekat. Meta mengerutkan kening, sepertinya pria itu salah satu tamu yang pernah datang ke rumahnya, artinya satu komplotan dengan Edward. Ah, Meta jadi malas meladeninya.“Kamu itu terlalu menawan untuk sekedar jadi babu. Aku benar-benaar berpikir kalau tuan muda Leonardo akan menjadikanmu istrinya. Kupikir dia menyukaimu pada pandangan pertama,” sambung pria itu tidak berhenti memancing Meta untuk berbicara padanya.Meta berhenti sejenak, mulai memikirkan perkataaan pria tak dikenal itu. Menyukainya? Apa begini cara memperlakukan seseorang yang disukai? Atau memang begitulah psikopat berhati dingin memperlakukan wanitanya?“Psikopat masih memiliki hati untuk jatuh cinta?” tanyanya tidak yakin.“Jaga bicaramu, Tuan Leonardo bisa membunuhmu jika mendengar perkataan lantangmu itu,” peringan pria itu lagi. Meta menutup mulutnya, kembali melanjutkan pekerjaannya. Sedikit lagi, dia meyakinakan diri sendiri.Meta menghela napas lega, akhirnya dia bisa menyelesaikan pekerjaannya.“Ngapain masih di situ?”“Mau menyampaikan pesan Tuan Muda, dokumennya di map warna biru donker, jangan salah bawa, antar ke kamar beliau,” jelas pria itu.Dia tersenyum manis sebelum meninggalkan Meta seorang diri.“Eh, boleh bantu aku naik?” ucap Meta menghentikan langkah pria itu. Dia berbalik, mengulurkan tangan, membantu Meta untuk kembali ke atas.Baru juga selesai, belnya sudah berbunyi lagi. Meta merutuki Edward yang tidak memberinya waktu untuk sekedar tarik napas.“Gih, Tuan bisa marah dan menghukummu lagi jika sampai terlambat,”Meta mengangguk, bergegas kembali ke dalam rumah yang seluas istana. Untuk mempercepat sampai di ruang kebesaran Edward, gadis itu menggunakan lift.“Map biru donker, yang mana satu dah. Ini ada beberapa lagi,” gumam Meta mulai keebingungan.Ting!Biru donker yang garis pinggirnya warna hitam, ada pembatas warna biru juga, pastikan sebelum dibawa kemariSebuah pesan dari Edward. Meta mulai mencari map yang dimaksud. Dia tersenyum lega kala menemukannya. Untuk memastikan mapnya benar, Meta memberanikan diri untuk membukanya.Tangan gadis itu bergetar kala menemukan sebuah foto gadis yang sangat dia kenal. Langkah kaki yang mendekat, sontak membuatnya menengok dan mendapati sosok Edward yaang tengah memperhatikannya.“Xadira..ternyata dia..” gumam Meta tak mampu mengeluarkan kata-kata laagi.Edward masih tenang, berjalan mendekat.“Kenapa lama sekali? Kamu tau aku sangat tidak suka menunggu. Itu membuatku sangat kesal,” dumel Edward masih tanpa ekspresi.Pria itu tersenyum devil kala melihat sesuatu yang babunya temukan.“Ah, rupanya kamu sudah menemukan jawabannya,” gumam pria itu.Meta terpaku, untuk membalas ucapan Edward dia sudah tidak sanggup. Sama sekali tidak menyangka akan menemukan foto Xadira, gadis yang sangat dia kenal. Otaknya berpikir keras, mencoba menyambungkan semua yang terjadi, mimpi buruknya itu dan foto Xadira yang ada di antara map milik Edward Leonardo, ditambah saat dia mengetahui nama lengkap gadis itu.Meta mengepalkan tangannya, semua benar-benar mengejutkan gadis itu, terutama fakta tentang Xadira. Dunia sesempit itu ternyata atau memang itu adalah kebetulan yang disengaja?Meta Marfora Anastasya, si anggun dan sempurna. Kerumunan seketika membelah, memberi jalan bagi model kebanggaan sekolah mereka itu. Tatapan kagum tampak jelas, mulai dari atas sampai ke bawah, penampilan Meta benar-benar tidak mengecewakan. Dia hanya mengenakan seragam seperti mereka, dimodif sedikit, ditambah tubuh Meta yang terbentuk sempurna.“Meta, punya waktu buat dinner? Aku ada tiket nontong film yang lagi trending,” tanya seorang pria berwajah blasteran. Meta tersenyum manis, melambungkan harapan tinggi akan diterima oleh gadis itu.“No, aku ada pemotretan dan sangat sibuk, jadi mungkin tak akan memiliki waktu bersama pria yang tidak penting,” sahut Meta tanpa menghilangkan senyumnya. Penolakan lagi. Sudah bukan hal baru Meta yang menolak pria tampan di sekolah mereka.“Apa dia tidak suka pria?” celetuk salah satu siswa yang menyaksikan penolakan tersebut. Perkataan itu terdengar ke telinga Meta. Dia melangkah begitu anggun, mendekati siswa yang mengejeknya?“Apa kamu punya
Tangannya penuh lebam, tubuhnya sudah tidak semulus dulu, dan wajahnya penuh bekas luka. Tubuh dan wajah yang dulu begitu dia kagumi, kini hanya sisa kenangan. Mimpi yang hampir dia gapai harus terkubur. Entah bisa dia bangkitkan lagi, atau akan berakhir sia-sia.“Apa mimpi terbesarmu?” tanya Xadira.Meta berhenti sejenak, memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu begitu sempurna, keinginan kaum hawa. Namun, terkadang Meta merasa ada yang berbeda saat menatap wajahnya sendiri.Meta menoleh, menatap Xadira yang tengah merapikan seragamnya. Pagi-pagi sekali, Meta meminta gadis itu datang, membantunya bersiap ke sekolah. Xadira terlalu baik dan polos, membuat semua orang meremehkan gadis itu.“Menjadi seorang model internasional, mungkin,” jawab Meta. Pada akhirnya, dia akan melanjutkan semua yang sudah dia mulai. Xadira tersenyum bangga, membantu Meta mengenakan seragamnya.“Kamu cantik, memiliki potensi untuk menjadi model terkenal. Aku percaya kamu akan mendapatkannya. Tid
Meta pasrah, hanya perlu menunggu sampai Edward selesai dan mengakhiri hidupnya. Akan lebih mudah jika Edward salah sasaran dan peluru itu menembus kepalanya. Semua akan berakhir. Dia tidak akan merasa sakit terus menerus, ditambah rasa bersalahanya akan selesai begitu saja.“Sangat tidak menyenangkan melihatmu mengorbankan diri seperti ini. Tunggu, apa kamu tau arti sebuah pengorbanan?” oceh Edward sembari mempersiapkan pistolnya. Meta hanya diam, dengan tangan memegangi apel yang menjadi sasaran peluru Edward di atas kepalanya.Meta tidak takut, sebaliknya dia begitu siap jika hidupnya berakhir detik itu juga.“Kamu pikir aku tidak mengetahuinya? Percayalah, pergorbanan ini akan berakhir sia-sia,” lontar Edward, bersamaan dengan tikus tadi dibawa masuk oleh pengawalnya.Edward tersenyum miring “Kamu pikir bisa menyelamatkannya dengan mengorbankan dirimu sendiri?” terkanya.“Bukan, aku hanya ingin mendapat hukuman. Siapa bilang aku mengorbankan diri sendiri,” sahut Meta akhirnya. Dia
Edward menggila, bukan hanya musuh yang menjadi sasarannya, tetapi juga orang-orang yang tidak berusaha melindungi Meta. Tanpa ampun, dia menghabisi orang di sekelilingnya.“Aku akan membawanya masuk,” tukas pria yang tengah menggendong tubuh Meta, yang tidak lain pria yang diselamatkan oleh Meta secara tidak langsung.Edward ingin mencegahnya. Namun, kekuasaan Regano sama besar dengan pria itu. Dia hanya bisa melampiaskan kemarahannya pada orang lain. Sampai punggung Regano menghilang, pandangan Edward masih mengawasi pria itu.“Mati kalian semua!”Selanjutnya Edward benar-benar tidak memberi ampun. Terutama untuk orang yang sudaah berani melukai tawannnya. Hanya dia yang bisa melakukannya.“Ampun!” mohon orang itu, mulai terbatuk dan mengeluarkan darah. Edward menginjak dada pria yang sudah tidak berdaya itu. Edward tersenyum miring, memohon ampun padanya justru membuat semakin senang bermain-main.“Tangan mana yang udah kamu gunakan menusuk wanitaku?”“Ampuni aku. Sungguh, aku tak
Nyawa lima orang berada di tangannya. Meta harus bangun jika ingin orang-orang yang tengah berusaha mengobati lukanya. Sungguh, Meta dibuat bimbang antara harus bertahan atau membiarkan hidupnya berakhir. Dia membuka matanya, kembali ke tempat yang sama saat di bertemu dengan Xadira.Gadis itu memilih berdiam diri, tidak siap jika harus bertemu dengan mimpi buruknya lagi. Suara langkah kaki yang mendekat membuatnya was-was.“Maafkan aku, Ta. Harusnya aku tidak pernah melibatkanmu,” mohon suara itu. Meta masih kukuh mempertahankan posisinya, tidak ingin melihat sosok itu. Dari suaranya dia bisa menebak bahwa itu adalah Xadira.“Tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu saat itu, Ta. Edward sakit, dan aku sungguh ingin menyembuhkannya,” lirih Xadira. Masih sama, gadis lemah itu selalu menyusahkan Meta, bahkan hingga saat ini.Meta mengangkat kepalanya, menatap mata Xadira yang berkaca-kaca. Seandainya gadis itu lebih berani, semua ini tidak akan terjadi. Seandainya Xadira bisa lebih jujur
Belum juga bisa mengetahu keberadaan rumah yang lama, kini suasana baru menyambutnya. Serangan beberapa waktu lalu sepertinya menghaancurkan banyak hal, membuat Edward terpaksa memindahkan mereka ke markas baru. Meta melangkah begitu hati-hati, lukanya masih terasa sangat perih. Rasa ingin tahu, membawanya keluar kamar. Sepi, kesan pertama yang Meta temukan. “Nona Meta, apa yang anda lakukan?” tanya Ren menghampiri gadis itu. Ren terlihat cemas, memeriksa luka Meta yang belum juga mengering. “Non sebaiknya kembali ke kamar, atau Tuan Edward bisa marah,” pintanya, Meta mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Regano dan Edward. Terbesit rasa khawatir, Edward akan melakukan hal buruk pada Regano. “Aku udah dengar semua. Terima kasih sudah menolong sahabatku,” ungkap Ren tiba-tiba, Meta menautkan alisnya. Wanita itu tersenyum begitu tulus. Meta mengangguk kecil, toh akhirnya Regano akan menerima hukuman dari Edward, jadi sama saja. “Regano adalah sahabat sekaligus tangan kanan Tu
Status sebagai babu benar-benar terlihat semakin jelas, dari gadis yang tengah memotong sayur-sayuran tersebut. Meta terkejut saat tangannya ditarik oleh seseorang, dan baru menyadari tangannya terluka.Regano mencuci cairan kental sampai bersih, lalu dengan telaten membalut luka tersebut. Meta hanya diam memperhatikan semua yang dilakukan pria itu.“Edward bisa marah kalau melihatmu melukai diri seperti ini,”Meta tersadar saat pria itu mengajaknya berbicara. Pikiran Meta masih dipenuhi oleh Edward yang tiba-tiba minta dipeluk olehnya. Malam itu, Edward berkali-kali mengubah posisi dalam pelukan Meta demi mendapatkan kenyamanan, sesekali Meta merasakan napas pria itu yang memburu, seperti mengalami mimpi buruk.“Apa yang kamu pikirkan?”“Entahlah, aku juga tidak paham isi pikiranku, terlalu rancu,”Dia hanya mengikuti nalurinya untuk mengelus punggung pria yang tengah tertidur tersebut, sampai pria itu bisa tidur dengan nyaman. Dulu, Yoona sering mengelus punggungnya agar dia bisa ti
Mobil mewah dengan berbagai jenis dan perusahaan produksi kini, telah berkumpul untuk aksi balapan. Masing-masing pendukung mulai berkumpul di sisi jalan, sementara mereka yang akan bersaing menakhlukkan jalanan mulai bersiap.Terhitung ada tujuh orang yang akan saling bersaing, masing-masing dengan mobil mewah terbaik dan kecepatannya tidak bisa diragukan.“Kamu hanya perlu menutup mata selama pertandingan,” ucap Regano memakaikan jaket yang cukup tebal pada gadis itu, tidak lupa penutup kepala agar Meta tidak kedinginan.“Apa aku bisa?” lirih Meta.Baru ikut latihan saja dia sudah muntah, bagaimana dengan pertandingan aslinya. Baru membayangkan saja sudah membuat perutnya terasa bergejolak. Meta meneguk air yang Regano berikan, mengatur napas untuk menenangkan diri.“Mereka pasti bukan orang biasa,” tebaknya menatap tujuh ooraang yang tengah berdiskusi tersebut. Edward bukan orang biasa, tentu tidak akan menghabiskan waktu untuk auto racing jika tidak ada yang sedang diincar pria