Ibell berlarian sambil mengangkat dua keranjang kuenya. Pagi ini ia kesiangan karena semalaman tidak bisa tidur. Pertemuan dengan dua keluarga besar kedua orang tuanya begitu menguras emosi dan air matanya. Apalagi sepedanya hari ini sedang rusak. Rantai sepedanya putus. Makanya ia harus mengantar kue-kue dengan menaiki angkutan umum. Alhasil pagi ini ia harus berlarian untuk mempersingkat waktu. Ia takut terlambat mengantarkan kue-kuenya. Belum lagi ia juga masih dalam masa training di restaurant Nikmat Rasanya pacar Nisa. Ia sampai ngos-ngosan demi mengejar waktu.
Saat langkah Ibell mencapai jalan raya, ia kaget saat tiba-tiba saja, ada yang merampas paksa dua keranjang kuenya. Ternyata orang yang merampas keranjangnya adalah daddynya. Daddynya mengangkat dua keranjang kuenya dan kini, berjalan mensejajarinya. Ibell mencoba merebut kembali keranjangnya. cuma bisa menggapai angin. Namun daddy<
Pukul lima pagi, adalah waktunya Ibell mengantar kue ke warung-warung sekitaran kontrakkannya. Ibell selalu menggunakan sepeda karena alasan kepraktisan. Kue-kue basahnya biasanya dikonsumsi sebagai sarapan pagi bagi anak-anak sekolah dan para pekerja kantoran yang tidak bisa mengkonsumsi makanan berat di pagi hari. Kalau jam tujuh pagi, biasanya Ibell mengantarkan kue ke kampus dan sekitaran komplek perumahan di sana dengan angkot. Karena setelahnya ia langsung berangkat kerja di restaurant. Karena di restaurant, Ibell masuk kerja pada pukul delapan pagi tepat dan pulang pukul empat sore. Ibell biasa mandi dan berganti pakaian di restaurant sebelum ke kampus. Hidupnya sangat teratur dan telah tersusun jadwal-jadwalnya. Tidak ada sedikit pun waktu baginya untuk berleha-leha. Hanya saja sekarang, kue-kue sore untuk kafe telah diantarkan melalui jasa kurir. Karena Ibell sekarang sudah mulai kuliah."Mbok, Ibell berangkat ya?Asalamualaikum." Ib
Ibell baru saja mempersilahkan duduk boss besarnya dan Nisa, saat pandangannya tidak sengaja bersirobok dengan dosen mafianya, Arkan.Astaga, baru kemarin bertemu di kampus, dan kini bertemu lagi di acara gathering. Sepertinya dia dia terus yang dilihatnya akhir-akhir ini."Tempat duduk saya di mana, Petite? Tapi jujur, kalau boleh memilih, saya inginnya duduk di pangkuan kamu saja," bisik Arkan pelan di telinga kiri Ibell. Arkan bahkan sempat-sempatnya menggigit kecil telinga Ibell, saat Ibell sedikit meleng. Ibell langsung gugup saat Arkan kembali mendekatkan bibirnya ke pipi kirinya. Menyentuh kemulusannya sekilas dengan ujung hidungnya. Ibell segera bergeser menjaga jarak. Ia ingin terlihat professional. Di sini, ia dibayar untuk bekerja. Bukan membuat masalah yang bisa mengacaukan pesta. Sebisa mungkin ia mencoba untuk menghindari sumber utama masalahnya, yaitu Arkansas."Jangan
"Dia itu orang yang mengaku-ngaku sebagai pemilik dari Isabelle, Om!" Revan menjawab santai sembari menunjuk Arkansas dengan dagunya."Apa? Anda ini siapa, sampai Anda berani mengaku-ngaku sebagai pemilik dari Isabelle?" Raven mulai panas mendengar ada orang yang dengan seenak perutnya mengklaim putrinya."Anda sendiri siapa?" Arkan berkacak pinggang seraya menunjuk wajah Raven dengan jari telunjuknya."Saya ini daddynya. Ibell itu anak kandung saya!" Wajah Raven sudah merah padam karena emosi. Ia geram melihat sikap meremehkan yang terang-terangan diperlihatkan Arkan. Sementara Arkan mengangguk-anggukan kepala dengan gaya menjengkelkan, saat mendengar pengakuan Raven."Ooo... jadi si Pet-Bella ini anak kandung Anda? Tetapi kalau dia memang anak kandung Anda, seharusnya saat ini ia sudah duduk cantik sambil ongkang-ongkang kaki di meja dua puluh lima. Bersama dengan Reksiva Digdaya Al Ras
Setelah mengobati tangannya yang melepuh, boss ketusnya sebenarnya sudah menyuruhnya untuk beristirahat saja. Tetapi Ibell yang tidak ingin terlihat bermalas-malasan di masa trainingnya mulai kembali menyibukkan diri. Setelah menenangkan dirinya sejenak dan memperbaiki penampilan, Ibell kembali membawa coupe plate dan menghidangkannya pada para tamu undangan. Tetapi kali ini Ibell begitu hati-hati setiap akan melangkah. Ia tidak ingin kejadian terjegal kaki terulang kembali.Mendekati meja dua puluh tiga, Ibell seperti kehilangan orientasi penglihatan. Di sana, di sisi kiri Dewa, tampak mommynya memandanginya dengan mata berkaca-kaca. Ya, mommy Ory yang dulu ingin sekali dibelinya di supermaket, tapi tidak bisa di scan barcode harganya. Mommy yang begitu diinginkannya untuk dibawa pulang sebagai hadiah ulang tahunnya yang kelima. Kini ia bisa kembali menatapi mommy cantiknya yang semak
"Eh bentar-bentar. Lo berdua sampe niat banget tanding beginian ini demi memperebutkan apa coba? Nggak mungkin beut 'kan kalau itu semua demi mencoba memperebutkan cinta dan kasih sayang gue? Secara gue ini kagak doyan batangan Men!" Satria langsung nyengir kuda saat Arkan langsung menggeplak kepalanya."Bacot lo ya, emang nggak ada filternya dari zaman kuliahan dulu. Jangan IOS ponsel mulu yang lo upgrade, tapi tingkat kepekaan bacot lo juga harus naik standarisasinya. Kalo bisa buat jadi berlisensi SNI," decih Arkan."Etdah, lo kata mulut gue helm, pake lisensi SNI segala. Atau jangan-jangan lo demen sama cem-cemannya si Revan ya, Ar? Makanya lo nantangin ini banteng kolor ijo di singgasananya sendiri?"Satria yang sangat piawai menyamarkan kekepoannya dalam pertanyaan yang nyerempet-nyerempet bahaya, mulai beraksi."Sorry banget ya Sat
Ibell buru-buru menghampiri Revan yang terduduk lemas di sudut ring, saat melihat Arkan berjalan ke arah ruang ganti pakaian. Wajah Ibell mendung melihat betapa babak belurnya Revan. Seorang dokter bergegas menghampiri. Ibell dalam diam memperhatikan dokter yang mengobati dan memelester luka di pelipis Revan."Sakit nggak, Pak? Maafin Pak Arkan ya? Beliau emang suka banget mukulin orang. Tapi kalau penyakit marah-marahnya udah hilang, biasanya beliau baik lagi kok. Saya mewakilinya untuk minta maaf pada Pak Revan ya?" Ibell meminta maaf tulus. Sungguh ia tidak tega memandang wajah Revan yang hancur. Semakin dilihat, semakin tidak tega dirinya."Ngapain kamu yang minta maaf, hm? Dalam duel itu menang kalah adalah hal yang biasa. Tidak usah terlalu kamu fikirkan. Ini tidak begitu sakit kok. Rasanya cuma seperti digigit semut. Kami pasti sering digigit semut 'kan? Soalnya Ibell 'kan manis?"Revan mulai mencoba
"Pak, boleh tidak kalau saya membayar hutang saya dalam bentuk uang saja. Tetapi, ya tetap dengan cara mencicil. Sa-saya tidak mau lagi melakukan kerajinan tangan dalam membayar hutang. Bagaimana, Pak?" tanya Ibell harap-harap cemas. Semoga saja Arkan mengabulkan permintaannya. Karena Arkan diam saja, Ibell pun melanjutkan kalimatnya."Alhamdullilah, selain menjual kue, saya 'kan juga sudah bekerja di restaurant. Jadi mudah-mudahan saya bisa mencicilnya tiap bulan. Bagaimana, Pak? Boleh?"Ibell menatap takut-takut netra mata Arkan. Seperti tadi, Arkan sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. Di dalam keremangan cahaya lampu tidur yang redup, wajah Arkan datar tanpa ekspresi. Sesungguhnya di dalam hati Arkan mengalami perang bathin yang luar biasa. Ia tahu bahwa dia sudah salah dasar.Seharusnya ia tidak boleh menyertakan hatinya dalam permainan ini. Dan kini ia t
Baru lima menit mobil Arkan meninggalkan kontrakan, sebuah mobil mewah terlihat memasuki halaman rumah kontrakan. Raven datang sambil menjinjing sebuah plastik yang berisi beraneka macam makanan untuk sarapan."Ealah, Den bagus pagi-pagi buta sudah mampir toh. Mari-mari masuk, Den. Ibell itu baru saja minum teh anget. Nggak mau sarapan katanya.""Kenapa dia nggak mau sarapan sih Mbok? Kan sebentar lagi waktunya dia mengantar kue. Mana punya tenaga dia nanti mengayuh sepeda kalau tidak mau sarapan."Raven khawatir mendengar bahwa putrinya tidak mau makan. Mbok Darmi pun menghampiri Raven sambil berbisik pelan."Ndak tau, Den. Tapi si Eneng nangis-nangis terus daritadi entah kenapa. Apa mungkin dia kecapekan belajar nyambi kerja ya, jadi gampang mewek? Si Mbok pun bingung Den."Mbok Darmi menarik nafas panjang bingung melihat sikap majikan kecilnya yang tidak