Angga yang melihat Riska menangis, langsung memeluknya dan menenangkannya.
Setelah merasa Riska sudah agak tenang, Angga melepas pelukannya. Menghapus sisa air mata Riska. "Gini aja, kamu tanya sama yang lain dulu. Kalau mereka mengizinkan, aku janji, aku bakal izinin juga. Tapi kalau mereka tidak izinin, kamu tidak boleh merengek lagi kedepannya. Bagaimana?" Angga menawarkan solusi pada Riska, yang sebenarnya bukanlah solusi, karena sudah bisa dipastikan, mereka tidak akan pernah memberi Riska izin untuk itu.
Riska tampak berpikir. "Sepertinya boleh juga usul Angga," pikir Riska.
"Janji! Kalau mereka izinin, kamu bakal izinin aku nyetir sendiri." Riska bahkan melupakan fakta, jika tidak mungkin keluarganya memberi izin.
Angga mengangguk tersenyum. Membujuk Riska seb
"Tidak boleh!" Teriak mereka lagi.Angga sudah tahu akan begini jadinya. Tidak mungkin mereka semua memberikan izin."Ris, kamu sudah lupa? Dulu pas kamu belajar nyetir sama aku, berakhir bagaimana?" tanya Fajar.Jelas saja Fajar sangat melarangnya. Dulu, pas Riska merengek padanya, untuk minta di ajarin menyetir, Fajar tidak tahan dengan rengekannya, sehingga akhirnya, Fajar bersedia mengajarinya.Saat itu, Riska tampak mendengarkan arahan dari Fajar dengan serius. Kecepatannya juga lambat, dua puluh kilometer per jam.Begitu Riska merasa jika jalan yang dilaluinya itu lenggang, dia tiba-tiba menambahkan kecepatannya. Berpikir tidak apa-apa, karena jalan nya sangatlah lenggang. Sampai tiba di sebuah tikungan, entah apa yang
Riska diam di dalam pelukan Angga. Mencerna apa yang baru saja diucapkan Angga. "Benar juga sih, apa yang dibilang Angga," batin Riska.Riska kini telah paham, akan maksud dari kata-kata Anga. Namun, meskipun begitu, Riska yang terlanjur merasa malu, bertekad tidak akan mengaku.Jadi Riska masih mencari-cari alasan, untuk pembenarannya. "Masa aku kalau mau pergi kemana-mana harus nunggu kalian dulu sih. Kalian kan pasti juga sibuk. Aku juga nggak mau merepotkan kalian terus," alasan Riska."Kamu nggak merepotkan. Aku malah senang kalau kamu repotin, jadi aku merasa berguna," ucap Angga.Riska mendongak, menatap Angga. "Benar? Aku nggak merepotkan?" tanyanya."Iya. Aku jadi merasa berguna kalau kamu merepotkan aku." Tepat sepe
Tidak mendapatkan respon dari Riska. Orang itu langsung duduk di kursi, yang berhadapan dengan Riska. Tanpa perlu repot-repot meminta izin terlebih dahulu. "Kamu minumnya masih es jeruk saja, kayak nggak ada minuman yang lain aja," ucapnya basa-basi. Melihat Sherly yang sudah duduk di kursi di depannya. Riska terpaksa, memaksakan diri untuk menyapanya. "Sher, apa kabar?" tanya Riska tanpa minat. Orang itu bernama Sherly, dia salah satu teman SMA Riska. Meskipun Riska sebenarnya tidak suka dengan Sherly, tapi demi menjaga image, Riska mau menyapanya. Meskipun sejujurnya, Riska sangat enggan. "Kabar aku baik," jawab Sherly. "Eh, ngomong-ngomong, aku denger kamu udah nikah ya? Dan nikahnya sama Angga?" tanya Sherly.
Sudah beberapa hari ini, Angga merasa jika ada yang berbeda dengan Riska. Terhitung sejak pertemuan mereka dengan Sherly beberapa hari yang lalu. Riska memang masih berbicara padanya seperti biasa. Namun, menurutnya, kini Riska tengah memikirkan sesuatu yang mengganggunya pikirannya. Sehingga membuatnya sering melamun belakangan ini. Seperti kali ini. Angga baru saja menjemput Riska dari butiknya. Mereka kini tengah berada dalam mobil, yang membawa mereka kembali ke kediaman nya. Angga melirik Riska yang tengah termenung, entah memikirkan apa. "Ris, kamu baik-baik saja?" tanya Angga. Sudah beberapa hari ini Angga menahan diri untuk tidak bertanya. Berharap jika Riska sendiri yang akan mengatakan, apa yang ada dipikirannya. Namun, pada akhirnya, Angga sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi.
Angga menghapus air mata Riska. "Sensitif sekali hatinya," pikir Angga.Angga menenangkan Riska yang masih saja menangis. "Mungkin, ini karena Riska dari dulu sudah kita manjakan. Sehingga hatinya menjadi sangat sensitif," pikirnya.Begitu Riska sudah tenang Angga langsung bertanya. "Apa kamu sudah mencintaiku?""Aku tidak tahu! Tapi aku hanya ingin pernikahan sekali seumur hidup. Kamu sendiri juga yang bilang, kalau pernikahan kita akan menjadi yang pertama dan terakhir. Aku nggak mau hanya dianggap Adik sama kamu," ucap Riska.Riska sendiri belum yakin dengan perasaannya. Yang Riska rasakan selama ini, sayang? Iya, nyaman? Sudah pasti. Riska tidak pernah berpacaran, juga belum pernah merasakan jatuh cinta, jadi Riska tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.
Karena mereka semalam menginap di hotel. Pagi ini mereka akan langsung pergi ke tempat kerja masing-masing. Angga sudah mengabari orang rumah, jika semalam mereka menginap di hotel."Ga! Bajunya kok belum datang juga sih? Ini sudah jam tujuh lebih lho." Riska menunjukkan jam di ponselnya."Tunggu sebentar lagi ya!" ucap Angga.Mereka sudah selesai mandi, bahkan mereka juga sudah selesai sarapan. Tetapi, baju yang Angga pesan, belum juga datang."Tau gini, tadi aku minta Riri anterin saja dari Butik," ucap Riska."Lah! Terus kalau kamu minta di kirim baju dari butik, aku gimana dong?" kata Angga.Riska ingin membalas ucapan Angga. Namun, begitu teringat, jika butiknya hanya menyedi
Jam enam lebih, Angga dan Riska baru sampai di rumah. Tadi setelah menjemput Riska, Angga mengajaknya dulu jalan-jalan sebentar ke taman kota.Setelah turun dari mobil, mereka melihat jika ada mobil yang terlihat tidak asing, terparkir di halaman rumah."Kayaknya kok nggak asing ya," pikir Riska. "Ga! Itu mobil siapa sih? Kok terlihat tidak asing?" tanya Riska.Angga melihat-lihat mobil itu, memang terlihat tidak asing. Tapi Angga lupa, pernah melihatnya di mana."Aku lupa, pernah lihat dimana," jawab Angga.Angga lalu menggandeng tangan Riska, berjalan masuk ke dalam rumah. "Ayo masuk! Kita lihat, siapa yang datang," ucap Angga.Setelah membuka pintu rumah, Angga melihat jika ter
Saat makan malam pun, Riska masih bersikap judes dengan Randy.Riska hanya berbicara pada Kakek dan juga Papanya. Sesekali dengan Angga. Bahkan Riska juga mengabaikan Fajar."Ris! Mau rendangnya dong. Tolong ambilin!" pinta Randy.Riska melirik Randy sebentar. "Ambil sendiri!" balas Riska.Padahal letak rendangnya berada persis di depan Riska. Namun, karena Riska masih kesal dengan Randy, jadi dia menjawabnya dengan judes."Ris!" Rosyad memperingati Riska."Tidak apa-apa Om! Aku ambil sendiri saja," balas Randy kikuk."Riska! Geser rendang di depanmu!" Tidak melihat tanda-tanda Riska akan memindahkan rendang di depannya. Rosyad lalu me