Adhikari berjalan tergesa memasuki apartemen karena ia sudah terlalu lama meninggalkan Rosaline. Meskipun ia meninggalkan Rosaline bersama Badrika dan Ivana namun ia tetap merasa khawatir mrngingat bagaimana pucat dan tak bedayanya Rosaline.
“Adhi, kamu udah pulang?” sapa Ivana.
“Iya, Kak.” Adhikari mendudukkan dirinya di sebelah Ivana.
“Loh muka kamu kenapa kok jadi babak belur kayak gitu?!” seru Ivana panik saat menyadari wajah Adhikari yang berubah bonyok tak setampan tadi.
“Nggak pa-pa kok, Kak. Biasalah namanya juga habis nyakitin hati anak orang,” sahut Adhikari seraya terkekeh.
“Auuhhh ... sakit juga ternyata lama-lama, padahal tadi belum kerasa loh.” Ucap Adhikari seraya memegangi pipinya.
“Biar aku ambilkan kompres ya.”
“Iya, Kak. Makasih. Ohh iya, gimana sama Rosaline?”
“Dia baru saja tidur. Tadi sempat bangun dan nanyain kamu te
Tengah malam Rosaline terbangun karena tadi sebenarnya ia tak benar-benar tidur. Ia hanya tak ingin melihat wajah Adhikari dan menyahuti ucapan prianya itu.Tak terasa air mata menetes mengenai pelipisnya. Ia merasa apa yang sudah ia lakukan sekarang ini adalah hal yang salah. Semakin lama tangisannya semakin membuatnya terisak kala bayangan banyak orang yang datang mencemoohnya datang.“Loh Sayang, kamu kenapa?” Adhikari mencoba membalikkan tubuh Rosaline agar menghadapnya.“Kamu nangis?!” seru Adhikari setelah tubuh Rosaline sudah menghadap ke arahnya.Rosaline menggelengkan kepalanya namun ia malah semakin terisak.“Sayang, kamu kenapa sih?” Adhikari menarik Rosaline kedalam pelukannya.Setelah sedikit tenang, Rosaline meloloskan dirinya dari pelukan Adhikari.“Adhi, apa nggak sebaiknya kita nggak sama-sama dulu sebelum kita nikah?”“Kamu ngomong apa sih, Sayang?”&n
Adhikari begitu memanjakan Rosaline. Apapun yang Rosaline minta sebisa mungkin akan ia usahakan. Seperti sekarang ini ia mengantarkan Rosaline yang ingin shopping setelah sekian lama tak menginjakkan kakinya di mall.“Aku lapar deh, kita makan yuk,” ucap Rosaline.“Iya, kita cari tempat makan yang kamu mau. Lagian aku juga udah capek keliling.”Rosaline tersenyum pada Adhikari yang saat ini sedang merangkul pinggangnya mesra. “Maaf ya, Sayang, aku udah bikin kamu capek. Akhir-akhir ini aku juga udah banyak buat kamu susah.”“Kamu ngomong apa sih, Sayang?! Nggak ada kata susah kalau buat nyenengin kamu sama anak kita,” sahut Adhikari.“Aku makin cinta sama kamu.” “Aku apalagi. Cinta ... cinta ... cintaaaa banget sama kamu. I love you, Say
Rosaline meremas tangan Adhikari saat mereka masih berada di dalam mobil. Mereka berdua belum juga keluar dari mobil walaupun Adhikari sudah memarkirkan mobilnya di depan pintu gerbang pintu rumah orangtua Rosaline selama lima belas menit.“Ayo turun.” “Aku deg-degan, Sayang.”“Kita hadapi bersama.” Ucap Adhikari penuh keyakinan.“Kalau Papa kembali menghajar kamu kayak dulu gimana? Soalnya waktu itu Jagat juga habis dihajar sama Papa gara-gara dia udah menghamili Jasmine,” ucap Rosaline.“Semua resikonya akan aku terima, termasuk aku akan babak belur dihajar sama Papa kamu. Yang penting kita akan selalu bersama. Kamu tenang aja ya, buktinya Jagat juga dinikahkan sama Jasmine kan,&r
“Kapan kamu akan menikahi Rosaline?” tanya Benjamin kepada Adhikari.Saat ini Adhikari sedang duduk berhadapan dengan Rosaline dan orangtuanya. Mereka sedang duduk santai di ruang tengah dengan disuguhi teh dan camilan. Benjamin juga sedikit lebih tenang dan sudah bisa menerima kenyataan yang telah terjadi.“Secepatnya, Pa.”“Lalu perceraianmu?”“Sedang dalam proses.”“Apa orangtuamu dan keluargamu su
Sampai di kamar, Adhikari langsung menghubungi Rosaline lewat vidio call agar kekasihnya itu percaya bahwa dirinya memang sedang berada di dalam kamarnya yang ada di rumah orangtuanya.“Hai, Sayang,” sapa Adhikari.“Kamu baru sampai rumah?”“Enggak. Udah dari tadi sih tapi aku bicara sama Papa Mama dan yang lainnya dulu soal hubungan kita.”“Terus reaksi Papa Panji sama Mama Ruwina gimana? Mereka marah nggak sama aku?” tanya Rosaline penasaran. Ia begitu takut dengan reaksi orangtua Adhikari saat mereka mengetahui hubungannya yang terjalin kembali secara diam-diam di saat Adhikari masih memiliki istri sahnya.“Nggak tahu, Mama nggak ngomong apa-apa. Papa juga.”“Aku kok malah ngrasa takut ya,” ucap Rosaline.“Loh takut kenapa, Sayang?!”“Takut kalau mereka nggak merestui hubungan kita,
Ponsel Adhikari berdering saat ia dan Rosaline sedang bersantai di depan TV.“Siapa yang telpon, Sayang?” tanya Rosaline.“Mama.”“Ya udah angkat aja, siapa tahu penting,” ucap Rosaline yang kini sedang berada di pelukan Adhikari.“Halo, Ma,” sapa Adhikari saat ia sudah menyambungkan telponnya.“Adhi, kamu di mana?” tanya Ruwina.“Aku lagi ada di luar. Ada apa, Ma?”“Kamu pulang secepatnya. Mama mau bicara sama kamu.”“Iya.” Sambungan telponnya terputus, Adhikari kembali meletakkan ponselnya di atas meja.“Ada apa, Sayang?” tanya Rosaline.“Mama minta aku pulang. Kamu ikut sama aku pulang ya. Kamu kan udah lama nggak ketemu sama Mama Papa.”&
Sampai di rumah sakit Rosaline langsung dimasukkan ke ruang IGD. Adhikari, Ivana dan Badrika menunggu di luar.Adhikari semakin panik karena saat di perjalanan menuju rumah sakit tadi Rosaline sudah tak sadarkan diri.Tak lama kemudian Benjamin dan Mardina berlari tergesa memasuki gedung rumah sakit. Mereka mencari-cari keberadaan Rosaline. Sampai di depan ruang IGD, mereka melihat keberadaan Adhikari dan dua kakaknya.“Kamu apakan anakku?!” Benjamin langsung menarik kerah kemeja Adhikari membuat Ivana dan Mardina berteriak. Badrika langsung menarik lengan Benjamin agar tak terjadi pukulan lagi.“Om Ben, saya mohon sabar dulu. Rosaline masih diperiksa Dokter di dalam,” ucap Badrika.Ruwina menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangannya saat ia melihat Benjamin menarik kerah kemeja Adhikari dan hampir saja memukul Adhikari jika saja Badrika tak menghalanginya.“Adhi, bagaimana Rosaline bisa terjatuh?&rdq
“Suster, saya ingin bertemu dengan Rosaline. Bagaimana keadaannya?” Adhikari berlari menghampiri seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD dan perawat itu jugalah yang tadi menggiring Benjamin dan Mardina masuk ke ruangan.“Maaf, Pak, tapi tidak ada pasien bernama Rosaline di sini.”“Tidak ada? Tidak ada gimana maksudnya?! Bukannya tadi kamu yang memanggil Papa Ben dan Mama Mardina masuk untuk menemui Dokter?!” seru Adhikari. Ia merasa pusing dengan pernyataan suster di hadapannya ini.“Maaf, Pak. Di sini memang sudah tidak ada lagi pasien yang bernama Rosaline, Pak.”“Jelas-jelas tadi kamu membawa orangtua Rosaline masuk ke sana!” sentak Adhikari.“Pasien bernama Rosaline memang sudah tidak ada di sini karena sudah keluar dari rumah sakit ini dua jam yang lalu, Pak.”“Apa?!” Bukan hanya Adhikari yang terkejut atas ucapan suster itu, namun semua an