Laura berdiri sambil berkacak pinggang. Ia semakin muak dengan apa yang diutarakan oleh Nicko. Dalam hati ingin sekali ia menjejali mulut Nicko dengan ujung sepatunya.
"Tuan Evans, apa Anda bisa menjelaskan kepada mereka, terutama untuk Nona Dean yang terhormat," kata Nicko yang sengaja menekankan kata terhormat untuk menyindir Laura. "Baik Tuan Muda," jawab Raymond.Laura Dean mengernyitkan dahi, membuat wajahnya terlihat aneh akibat perawatan bedah estetika yang dilakukan olehnya. Ia mencoba mencerna kenapa atasannya menyebut Nicko adalah Tuan Muda. Namun ia memilih diam dan menghormati Tuan Evans yang tengah bicara memberikan penjelasan. "Begini, seperti yang kalian semua ketahui, kalau Richmond Group telah beralih kepemilikan menjadi milik keluarga Lloyd," kata Raymond mengawali. "Ya, kami tahu itu," kata Laura mewakili semua staf yang ada di ruangan itu. "Kalian jugaEntah bagaimana menggambarkan ekspresi wajah Richard Nelson. Kelopak matanya menyipit dan menggigit bibir lantaran menahan emosi. Sebagai seorang pimpinan ia merasa malu karena gagal mendidik anak buahnya."Maafkan saya, Tuan Muda," katanya merasa segan pada direkturnya yang baru."Ini bukan salahmu karena tak mengetahuinya. Aku yakin kau tengah melakukan suatu hal saat kejadian memalukan itu berlangsung," jawab Nicko dengan bijaksana.Memang saat kejadian yang tak semestinya itu berlangsung, Richard Nelson tengah menemui tamu dari pihak kepolisian. Membahas tentang kerjasama dengan polisi mengenai pelatihan ketangkasan penggunaan senjata pada beberapa petugas keamanan yang terpilih."Ya, Tuan Muda. Namun kegagalan anggota saya, adalah kegagalan pada saya. Untuk itu saya akan memberikan hukuman atas tindakan indisipliner mereka," kata Richard."Kerjakan!" kata Nicko.Richard Nelson pun mu
Tiga anggota keluarga Windsor saling pandang. Tingkah Adrian dinilai bodoh oleh mereka. Sepertinya cinta telah membutakan kedua matanya.Segera Elizabeth memerintahkan cucu kesayangannya menyusul putra mahkota keluarga Law. Bagi wanita yang selalu mencepol rambutnya ini, Tuan Muda Law adalah aset yang harus dipertahankan. Karena ada nilai milyaran dollar di sana."Cepat kau susul Adrian, jangan sampai kita kehilangan dia!" perintahnya."Untuk apa Nek, bukankah dia akan menemui Josephine," Damian mencoba untuk memprotes."Bodoh sekali kau! Josephine baru meninggalkan ruangan beberapa menit yang lalu, belum tentu si pirang bodoh itu menemui Adrian. Apa kau tak ingat dengan penolakan dan sifatnya yang keras kepala?"Tanpa menunggu lagi, pria muda ini meraih ponselnya di meja dan berlari meninggalkan ruangan. Ia sudah tahu kemana arah pembicaraan dari neneknya.Usianya yang beberapa bulan lebih mud
Kembali Josephine memperhatikan apa pesan yang dituliskan oleh sang suami. Terasa begitu menenangkan, dan perlahan membuat hawa dingin di tangannya hilang secara perlahan."Tenang saja, Sayang. Kau pasti bisa bekerja sama dengan Richmond," tulis sang suami padanya. Seketika senyumnya merekah dan kembali percaya diri.Seorang pria berdasi melangkah ke arah Josephine dari meja resepsionis. Kemudian mengarahkan senyum padanya. Dalam hati, Josephine berpikir kalau pria itu adalah Raymond Evans yang akan ia temui.Wanita berparas cantik seperti Barbie itu pun berdiri dan menyambut Tuan Evans."Anda Nyonya Josephine Windsor?" tanyanya sopan.Ini pertama kalinya ia dipanggil Nyonya Josephine Windsor, semenjak menikah. Meski panggilan itu memberi kesan lebih tua, tapi ia bangga. Dengan begitu, ia bisa menunjukkan statusnya yang sudah tak lagi lajang."Benar, Anda pasti Tuan Raymond Evans?" tanya Joseph
Perempuan berambut pirang ini duduk dengan tidak nyaman. Jantungnya berdegup kencang selayaknya dentuman musik cadas yang memekakan telinga.Sudah lebih dari lima belas menit ia berada dalam posisi seperti itu, karena pria yang ia temui barusan tak kunjung kembali. Membuatnya semakin lama semakin cemas memikirkan kegagalan yang akan datang."Sepertinya apa yang kulakukan ini akan sia-sia. Apa sebaiknya aku pergi saja ya?" pikirnya.Namun, kembali ia mengingat wajah suaminya yang tampan dengan rahang persegi. Mata hazel yang selalu memberikan kesan nyaman apabila memandang dirinya."Ah kenapa aku tak mencoba mengirim pesan pada Nicko saja, dengan begini aku bisa membunuh rasa bosan yang melanda," batinnya, kemudian meraih ponsel pintar dari dalam tas tangannya."Sukses ya, Sayang."Ternyata sang suami sudah mengirimkan pesan padanya sejak tadi. Namun sepertinya saat itu, ia tengah berbincang dengan Tu
Wakil direktur itu menunjukkan proposal yang diberikan oleh calon kliennya yang kini menunggu di bawah. Namun direktur baru itu tak ingin melihatnya."Aku sudah mengetahuinya, aku yang membuat proposal ini bersama Istriku. Tolong kau tanda tangani saja surat perjanjian kerja sama dengan pihak Windsor. Agar tak menimbulkan kecurigaan mintalah pihak Windsor untuk menyerahkan salinan neraca keuangan tahunan mereka. Satu lagi, pastikan nama Josephine Windsor ada dalam perjanjian kita!" perintah Nicko.Keputusan yang dibuat Nicko semata-mata adalah untuk mendukung istrinya. Hidup dua tahun di tengah keluarga Windsor membuatnya paham bagaimana keluarga Windsor bersikap pada istrinya yang cantik."Aku akan mentransfer 60% dari total 3 miliar ke rekening perusahaan Windsor, sisanya akan kutambah minggu depan. Kau perlu mengadakan pertemuan dengan keluarga Windsor dan meninjau perusahaan mereka!" tambah Nicko lagi."Baik, Tuan M
Mungkin hati Josephine saat ini seperti kebun bunga, penuh warna dan kegembiraan. Hari ini ia berhasil menunjukkan kemampuannya untuk menggandeng perusahaan raksasa seperti Richmond."Ini semua karena dia yang selalu percaya pada kemampuanku," ungkap Jo dalam hati.Dorongan dan kepercayaan dari sang suamilah yang membawanya pada posisi sekarang. Segera saja ia mengambil ponselnya begitu Tuan Evans tak nampak dari pandangannya lagi."Sayang, kau pasti tak percaya dengan apa yang akan kukatakan," ujarnya pada Sang Suami melalui panggilan telepon."Hmm, ada apa Josephine? Kau sudah bertemu kembali dengan Tuan Evans?" tanya Nicko berpura-pura tak mengerti.Padahal saat Istrinya menelepon, ia sedang berdiri di samping Olivia White yang tengah mengawasi Laura. "Aku sudah melakukannya, Sayang. Kau tahu, direktur baru itu tertarik dengan proposalku. Kau tahu apa yan
Mobil Van milik Nicko masuk ke dalam pelataran Richmond. Ia terpaksa berkendara memutar agar Istrinya tak curiga.Kali ini tak seorangpun berani mencegah mobil itu masuk ke dalam gedung. Semua karyawan sudah tahu kalau mobil itu adalah milik Nicholas Lloyd. Jika mereka berani bertindak semena-semena, maka mereka akan berurusan dengan kepala divisi SDM.Kejadian yang barusan menimpa Laura Dean telah terekam pada otak mereka. Tentu sangat memalukan jika hal ini tetjadi pada diri mereka.Seorang wanita berambut pirang segera melangkah ke depan lobi begitu melihat van putih itu dari kaca. Pemilik mobil juga telah memberitahunya kalau mobil ia sudah sampai."Sayang, keluarlah! Aku tak berani untuk masuk ke dalam gedung, pakaianku tidak pantas!" tulisnya begitu tiba di pelataran.Tanpa ada rasa canggung ataupun rendah diri, perempuan cantik itu masuk ke dalam mobil van. Tak perlu menunggu lama, ia pun
Adrian tak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Hampir tiga jam ia brrkendara bersama sahabatnya Damian, tapi Josephine tak juga ditemukan. Pria berambut pirang ini sudah mencoba menghubungi kantornya, tapi tak ada informasi tentang kedatangan Josephine. "Kita berhenti di sana!" pinta Adrian pada sahabatnya. "Kita mau ke mana?" tanya Damian. "Kau turunlah. Aku akan kembali ke kantorku," titahnya membuat Damian mengerutkan dahi. "Kau menurunkanku di jalan?" "Ya, aku masih banyak pekerjaan. Ingat aku tak akan memberikan apapun pada keluarga Windsor jika aku belum berkencan dengan Josephine!" katanya dengan ancaman. Mau tak mau, Damian pun menghentikan mobil Adrian yang ia kendarai dan keluar dari mobil mewah itu. Dengan terpaksa ia kembali ke perusahaan Windsor dengan mengendarai taxi. &nb