Pria paruh baya itu menggigit bibirnya, merasakan nyeri akibat cengkraman pemuda yang tersisihkan itu.
"Dasar laki-laki tak tahu diuntung, beraninya kau bersikap kurang ajar," jawab Howard dengan suara yang tertahan."Siapapun tak kuijinkan untuk menyakiti Istriku," jawab Nicko kemudian menghempaskan tangan Ayah Damian.Damian yang sudah mengetahui bagaimana kekuatan Nicko pun memilih diam tak membela ayahnya. Tak ingin merasakan ngilunya pukulan yang disebabkan oleh kepalan tangan suami sepupunya itu lagi."Siapa yang tak memiliki sopan santun di sini. Ibu kandung kalian sedang berbaring lemah, tapi kalian malah sibuk membicarakan perceraian. Sibuk menyalahkan Jo dengan apa yang terjadi," kata Nicko yang mampu membungkam seluruh anggota keluarga Windsor."Kalian semua orang yang memiliki pendidikan tinggi, seharusnya di saat seperti ini kalian fokua pada kesembuhan pasien. Lakukan sesuatu yang membuat Nenek menjadi leDokter cantik itu hanya menutup mulutnya begitu melihat kondisi Elizabeth. Tubuh rampingnya terasa lemas dan seolah akan tumbang."Dokter Ryan, bagaimana ini?" tanya Howard sang putra tertua mewakili Keluarganya yang terlihat panik.Tak satupun dari mereka tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan sang dokter pun tak tahu. Gadis itu hanya bisa menunduk sambil memainkan jemarinya."Dokter, apakah Ibu akan semakin buruk?" tanya Ayah Josephine, sementara Catherine hanya bisa menangis tersedu-sedu. Kakak kandung Josephine itu sangat takut melihat keadaan sang Nenek.Frekuensi kejang pada tubuh Elizabeth semakin sering. Wanita tua itu pun terlihat sangat sulit untuk bernapas.Sebagai profesional medis, tentu ia sangat tahu apa yang terjadi pada Elizabeth. Ia tahu kalau ia telah melakukan kesalahan fatal yang dapat menyebabkan kematian pada pasiennya. Namun ia masih mencoba untuk mengelak dengan apa yang terjadi sekarang.
Pasangan muda itu pun melangkah cepat menuju ruang tempat Elizabeth dirawat. Wanita tua itu sempat tenang sejenak, tapi kembali kejang. Dolores yang mencoba memberikan pertolongan pun semakin bingung.Mungkin jika ada seorang yang ahli pengobatan di ruangan ini akan berpikir yang dilakukan oleh Dokter Dolores adalah sebuah kekonyolan. Mereka pasti akan berpikir kalau dokter ini begitu gegabah dan bertindak ngawur. Konsentrasinya telah pecah oleh kegugupannya."Aduh, bagaimana ini. Buku panduan akupunturku pun tersimpan di mobil," batin dokter Ryan.Perempuan muda ini pun mencoba untuk menenangkan diri dengan menghela napas sambil memejamkan mata sejenak. Jemarinya mencoba untuk meraba-raba kulit Elizabeth.Brak!Pintu kamar pun dibuka dengan kasar. Kehadiran Nicko bersama Josephine oun memecah keheningan mereka.Seketika pandangan keluarga Windsor pun mengarah kepadanya."Datang juga kau rupan
Kepergian dokter Dolores Ryan menimbulkan tanda tanya bagi keluarga besar Windsor. Tak seorangpun mengira dokter terkenal itu mengundurkan diri secara tiba-tiba. Apalagi keputusan pengunduran dirinya disebabkan oleh seseorang yang tak pernah dianggap oleh keluarga itu.Meskipun yang dilakukan oleh seseorang yang tak dianggap itu dibenarkan oleh dokter Dolores, tapi tak seorangpun dari mereka yang peduli. Status sosial dan ekonomi sang menantu itulah yang membuat mereka enggan menganggap apalagi berterima kasih.Tanpa berpikir panjang, Nicko mengambil tas peralatan kedokteran milik dokter Dolores dan bergegas meninggalkan ruangan tanpa pamit. Apa yang dilakukan olehnya tentu menimbulkan kecuriagaan tersendiri pada sang istri."Nicko mau apa ya?" pikir Josephine kemudian ikut keluar ruangan dan mengejar suaminya. Entah apa yang dipikirkan olehnya, rasa cemburu ataukah penasaran.***Lelaki berjaket sport itu tampak seten
Pemuda tampan itu tetap bersikap tenang dengan kejutan yang ditemukannya saat membuka pintu. Sementara dokter Dolores melangkah mendekat ke punggungnya.Josephine, sang istri tercinta tengah berdiri mematung di sana. Memperhatikan suaminya yang berduaan dengan sang dokter di tempat yang sepi."Kau sudah lama di situ?" tanya Nicko sambil melangkah mendekat pada istrinya, tapi perempuan itu justru melirik ke arah Dolores."Ya, aku sudah lama di sini dan aku mengetahui apa yang kalian lakukan," jawab Josephine tegas dan membuat dokter Dolores merasa tidak enak."Maaf Nona Windsor, apa yang Anda lihat tak sesuai dengan apa yang Anda pikirkan, kami tak melakukan apa-apa," Dolores mencoba membela Nicko.Josephine mengetuk-ngetuk kakinya yang bersepatu tinggi, dengan tangan bersedekap ia melirik ke arah Dolores. Pandangannya cukup tajam, entah apa arti dari pandangannya, hanya ia sendiri yang tahu."Huh, jangan s
Daisy menyambut pasangan muda ini dengan tidak bersahabat. Tatapan penuh amarah ditujukan pada menantunya."Kalian ini selalu bertingkah seperti layaknya pengantin baru saja. Setiap hari berjalan-jalan dan pulang larut," cibir Ibu mertua Nicko saat mereka baru saja memasuki rumah."Maaf, kami tadi menemani dokter Dolores Bu," jawab Josephine."Memangnya menemani dokter itu harus berdua. Kau saja kan sudah cukup? lihat, suamimu yang bodoh ini sampai lupa menyiapkan makan malam untuk kami," protes Daisy."Ibu tidak bertanya padamu!" balas Daisy ketus. Kemudian perempuan ini pun menatap ke arah menantunya."Jangan sombong mentang-mentang berhasil menyelamatkan Ibu, maka kau lalai akan tugasmu," tambah wanita berambut pirang ini dengan nada tinggi."Sudahlah Daisy, biarkan saja mereka istirahat. Lagipula kita berdua kan sudah makan karena kiriman dari keluarga Law tadi," kata Edmund."Huh memang b
Josephine langsung membersihkan semua obrolan yang ada pada grup chat teman SMA nya. Sebenarnya ia masih ingin sekali bercengkrama dengan teman-temannya dulu. Terutama pada tim pemandu sorak yang juga ada dalam grup member.Namun pengakuan-pengakuan yang diucapkan oleh teman-temannya itu membuatnya sangat risih. Dalam hati ia ingin sekali bisa membanggakan sosok lelaki yang menikah dengannya, tapi apa yang bisa ia banggakan dari sosok Nicko selain kebaikan.Jo langsung meletakkan ponselnya dan menyunggingkan senyum dengan terpaksa begitu suaminya masuk ke dalam kamar. Melihat perangai yang tak biasa, sang suami pun mencoba untuk mencari tahu."Ada apa, Sayang?" tanya Nicko."Hmm tidak apa-apa, aku hanya memeriksa ponselku saja. Kau mengantuk?" tanyanya berusaha menyembunyikan sesuatu."Hmm tidak juga," balas Nicko kemudian melepas celana panjangnya, menyisakan boxer dan mengambil tempat di sisi Josephine.
Nicko memperhatikan istrinya yang seolah kehilangan semangat. Sejak pagi perempuan yang menemaninya dua tahun belakangan ini lebih banyak berdiam diri."Kau ingin sesuatu?" tanya laki-laki bermata hazel sambil memegang kemudi. Namun perempuan di sampingnya hanya menggeleng pelan."Mungkin ice cream, atau ada tempat yang ingin kau tuju, biar aku mengantarmu ke sana," Laki-laki ini mencoba untuk menawari lagi. Berharap bisa menyenangkan hati istrinya."Sudah, aku mau pulang saja," jawab sang istri singkat dan membuat suaminya hanya bisa mengangkat bahu saja.Sang istri kembali menekuni ponselnya. Sibuk memperhatikan obrolan pada group chating sekolahnya dulu.Semua tampak antusias membicarakan reuni yang akan dibicarakan sebentar lagi."Hei aku sangat merindukan kalian," tulis salah seorang temannya."Aku juga," sahut yang lain."Bagaimana kabar kapten pemandu sorak kita, kudengar i
Tanpa sadar Josephine menutup mulutnya, saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. Dalam hati ia berkata apakah ia telah salah dalam pengucapan. Namun jika tidak diungkapkan tentunya tak akan nyaman karena ganjalan di hati.Perempuan berambut pirang ini pun segera memperjelas maksud dari ucapannya. Takut kalau suaminya tersinggung."Bukan ... Bukan begitu maksudku. Maksudku mmm aku,—" jawab Josephine yang bingung bagaimana cara mengungkapkan perasaannya.Ia ingin sekali bisa membanggakan sang suami. Meski ia begitu mencintai Nicko, tapi kadang merasa lelah dengan semua hinaan yang ia terima.Ada sisi kewanitaannya yang ingin dimanja, ingin mendapatkan sentuhan kemewahan seperti kerabat dan temannya. Diam-diam ia ingat bagaimana kehidupan masa lajangnya yang gemerlap. Sebagai idola sekolah, tentu saja banyak laki-laki yang mencoba mencuri perhatiannya dengan banyak hadiah."Lalu apa yang sebenarnya kau ing