Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 37"Oke. Aku akan datang nemuin kamu. Kirim saja lokasi kamu sekarang, Mas." Laras berucap dengan suara agak rendah setelah berpikir cepat selama satu menit."Berarti kamu setuju ingin menjadi istriku, lagi?""Jelas bukan. Tapi aku akan mengajakmu berdiskusi soal hal lain. Jelas ini bukan merugikan kamu, akan tetapi sebaliknya."Oke. Tak masalah.""Huh, aku yakin. Laras akan memberiku posisi yang bergengsi di perusahaan yang dia pegang. Bagus. Tidak sia-sia atas apa yang aku lakukan penuh perjuang mencari semuanya sendiri," gumam Ibra. "Sip. Aku segera ke sana. Jangan sakitin Kinara meski setitik saja""Tergantung, kalau kamu ingkar janji. Ya, aku tidak akan segan dan pikir panjang lagi.""Kamu gil@, Mas! Perkataan apa barusan? Apa kamu amnesia.""Ya, aku memang gil@, tapi tidak amnesia. Kamu 'kan belum pernah kehilangan. Tidak perlu banyak bicara, Ras. Lakukan saja apa yang aku pinta.""Iya, share sekarang lokasinya. Biar aku langsung ke sa
Laras menoleh. Untung dia tidak salah memberhentikan mobil. Kalau tidak Kinara akan semakin terancam.Laras langsung berlari masuk ke dalam rumah."Mana Kinara?" tanya Laras dia sisir pandangan, rumah tamu rumah ini benar-benar tidak terawat. Entah sudah berapa tahun rumah ini kosong."Ras, Laras."Namun, Laras tidak menggubris Ibra. Dia menyisir ruangan demi ruangan."Mama!" pekik Kinara sembari memeluk erat mamanya itu. Laras yang sejak tadi sudah berkaca-kaca luruh juga air matanya."Nak, kamu!""Ya Allah, Kinara.""Mas, tadi kamu janji tidak menyakiti Kinara. Kenapa banyak jejak merah seperti ini. Kamu apa 'kan dia, hah?"Mata basah itu menatap Ibra penuh kebencian. Meski Ibra pernah menjadi lelaki yang sangat dia cintai."Oh, itu. Kamu jangan asal tuduh, Ras. Kinara alergi makan seafood aku tadi sempat ajak dia makan dulu sebelum ke sini,* kilah Ibra Hampir saja dia kehilangan alasan.Kinara tak berani menatap Ibra. Dia bersembunyi di balik tubuh Laras."Sejak kapan Kinara alerg
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 38Tubuh Ibra bersimbah darah. Tak berdaya. Meraung kesakitan saat dirinya diturunkan dari mobil polisi ke brangkar. Tadi, di rumah kosong itu, ada gorden lusuh, dibalut ke luka tusukan. Berharap juga tidak infeksi, hal itu juga terpaksa dilakukan supaya darahnya tidak mengucur deras. Entah dalam entah tidak tusukan di perut sebelah kanannya.Tak lama Ibra masuk ke IGD, mobil yang dikemudi Bryan pun datang."Ras, kamu jangan masuk dulu. Biar Uda aja mantau. Kalian duduk di kursi tunggu saja, di sana!" Bryan menunjuk kursi yang berjejer di teras IGD."Baik, Uda.""Ma, aku takut." "Tenang, Nak. Kamu tidak akan kenapa-kenapa. Jadi, tidak perlu takut.""Kalau aku dipenjara bagaimana, Ma?""Kinara, sekarang dengerin mama ya. Semua yang terjadi akan diperiksa semuanya oleh kepolisian. Termasuk mama, papi, dan kamu. Jadi, kamu nggak perlu takut. Bapak polisi tidak seseram yang kamu dengar, kok, Nak.""Beneran, Ma?""In syaa Allah, Nak. Kita serahka
Kinara tidak menjawab sama sekali.Laras berjalan mendekat tak lama kemudian."Gimana, Uda? Udah ditangani dokter?" tanya Laras."Sudah, alhamdulillah nya luka tusukannya tidak terlalu dalam. Akan tetapi, Ibra tetap di rawat dua hingga tiga hari paling lama."Ngobrol sama siapa tadi, Ras? Akrab sepertinya dari jauh kulihat.""Hmm ... sama ....""Sama siapa?" tanya Bryan lagi saat melihat tingkah Laras agak aneh, sudah dua kali dia menoleh ke belakang."Sama ....""Kamu kenal sama penjual di sana?" tanya Bryan lagi yang makin keheranan."Mama tadi sama tante Liana, Pi!" celetukan Kinara membuat Bryan menoleh ke samping kiri."Kamu serius, Ki?""Iya, Pi. Aku 'kan ke sana juga tadi.""Bener apa yang dikatakan Kinara, Ras?"Laras menarik napas panjang, lalu dilepaskannya perlahan. Hatinya merasa tidak baik jika berkata jujur. Namun, dia juga tidak hebat dalam berdusta."Iya, Uda. Itu Liana," jawabnya pasrah."Tapi --.""Uda, kita bahas besok saja ya soal Liana!" potong Laras.Dia merasaka
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 39"Mas Bryan! Mas di sini?" Ada seulas senyum yang tersuguhkan karena bagaimanapun Bryan adalah kakaknya juga. Meski almarhumah ibunya mengambil milik orang lain."Tidak perlu sok belagak kaget begitu kamu!""Astagfirullah, Mas. Aku memang kaget. Soal kak Laras, aku tidak pernah ganggu hidup dia lagi, Mas. Kami saja bertemu terakhir lima tahun yang lalu. Pas dia jenguk mas Ibra. Semenjak saat itu aku dan ibu tidak ada lagi mengusik.""Ck! Percaya omongan kamu sama saja menambah rukun iman ku. Tidak kamu, tidak ibumu, tidak suamimu kalian semuanya parasit. Apa tidak bisa hidup normal, hah?""Mas, aku sudah menuai apa yang aku dan ibu perbuat selama ini. Dan aku sadar. Kalau mas masih marah soal yang lalu aku nggak mengapa. Aku terima. Tapi kalau mas bilang aku masih mengganggu kak Laras, itu salah besar, Mas.""Halah ... terserah apa katamu. Lagian bagaimana mungkin Ibra dilarikan ke rumah sakit dan kamu menjual seperti ini di tempat yang sam
Mata Liana terasa memanas saat kata demi kata terlontarkan dari mulut Ibra. Kembali pada penyesalan, kata-kata yang dia dengar tentu tabur tuai atas perbuatannya dulu. Mata yang memanas itu perlahan menerbitkan air bening. Menggenang di bawah mata tanpa kedipan bulir bening itu lolos begitu saja. Sesak dada jangan ditanya lagi."Mas, aku tahu aku salah. Tapi apa yang kamu tuduhkan itu semua tidak benar.""Stop, kamu jangan mendekatiku. Aku tidak ingin ketiban sial lagi!" bentak Ibra saat Liana baru ingin melangkahkan kakinya."Aku hanya ingin mengetahui gimana kondisimu. Sangat kaget ketika tahu kamu masuk rumah sakit lagi. Itu luka apa, Mas?" tanya Liana."Tidak usah sok peduli. Sekarang kamu pasti tertawa kan karena aku kembali masuk rumah sakit.""Bukan, Mas. Bukan.""Permisi, ada apa ini?" Seorang petugas medis akhirnya menghampiri mantan sepasang insan yang pernah merajut kasih ini. Suara Ibra yang tak terkendali membuat salah satu petugas memutuskan untuk menemuinya."Pak Ibra.
Terbongkar Setelah 10 Tahun PernikahanBab 40"Ya sudah, Kak. Tapi tunggu sebentar biar aku rapikan dulu jualan ini.""Aku bantu ya, Li.""Makasih, Kak."Liana semakin malu, semakin rasa bersalah pun menghantui detik demi detik. Sesekali mereka saling menatap, akan tetapi tidak sampai beradu pandang. Liana yang semakin diselimuti rasa bersalah, lain hal dengan Laras yang merasa prihatin dengan kondisi serta nasib adik sepupu jauhnya itu."Kita naik mobil ya. Kruk-nya kita tinggal aja atau bawa?"Langkah Liana terhenti saat berjalan menghampiri Laras yang berdiri sekitar lima langkah dari dirinya."Kenapa, Kak? Kakak malu ya?""Malu? Malu apa maksud kamu, Li?" tanya Laras seiring kerutan di kening perempuan yang tengah memakai stelan gamis polos berwarna maroon itu. Tidak sungguh tidak mengerti apa yang dimaksud Liana."Iya, kakak malu 'kan karena aku pake alat bantu jalan ini. Lebih baik kita nggak usah pergi, Kak. Aku takut nanti kakak malu saat mereka melihat kita berjalan bagi bumi
"Innalillahi Wainnailaihi Raji'un."Laras menceritakan pada Liana semua hal sebelum kepergian Dennis."Ya Allah, Kak. Padahal mas Dennis orangnya baik.""Iya, Li. Aku titip doa buat dia ya.""In syaa Allah, Kak."Setelah selesai menikmati hidangan barulah Laras mengecek ponselnya. Puluhan panggilan telepon dari suaminya terpampang nyata di layar ponselnya."Uda, maaf. Nadanya silence.""Kamu sama siapa sekarang?""Kenapa Uda Bryan nanya seperti itu, ya?" tanyanya dalam hati."Aku sudah di restoran tempat kamu makan. Maaf aku terpaksa ngelacak kamu. Aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa, Ras. Kamu lagi sama siapa?""Aku sama Liana, Uda." Laras dengan jujur."Urusan apa? Kamu harus hati-hati!""Nanti aku ceritakan di rumah ya, Uda. Ini udah selesai kok. Abis ini aku mau antar Liana dulu. Baru langsung pulang. Kamu jadi ikut nanti?""Iya, aku ikut."Percakapan mereka lewat sambungan telepon berakhir tak lama kemudian."Mas Bryan marah ya, Kak?" tanya Liana saat Laras menaruh ponselnya di da