Sejak malam tadi hingga pagi ini Meika belum bangun sama sekali. Malvin menyuntik Meika dengan bius yang sangat ampuh yang bisa membuat mereka yang terkena suntikannya tertidur dalam waktu yang cukup lama.
Malvin adalah dalang di balik insiden malam tadi. Semua ia rencanakan dengan amat matang. Bermain secara tenang, lihai, dan cerdik. Sehingga rencananya tidak terendus sama sekali oleh Azkara, tangan kanan beserta ajudan dan anak buahnya.Ia memendam rasa cintanya pada Meika dan tak pernah menunjukkannya sedikit pun pada siapa pun. Saat mengetahui dambaan hatinya akan menikah dengan orang lain sebulan yang lalu, ia tak rela. Timbul hasrat untuk merebut dan memiliki Meika yang kini sudah bersuami. Sungguh ambisinya begitu besar.Azkara kini berada di rumahnya. Ia masih tidur. Sejak dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya malam tadi, Azkara masih merasakan kantuk yang luar biasa. Kepala terasa berat dan pusing, tangan kebas kesemutan, serta napasnya pun tersengal-sengal. Alhasil dirinya kembali tertidur dan tak bisa menahan diri.Ia sudah khawatir terhadap ledakan yang terjadi di gedung dan berusaha untuk menangani masalah tersebut, tetapi ia tak kuasa menahan kantuk. Jadilah Arland yang mengurus segalanya. Obat pereda yang ia minum hanya memberikan sedikit pengaruh. Nampaknya obat tidur yang diminumnya sudah termasuk dosis tinggi.Di ruang kerja, Arland sedang mengutak-atik laptopnya. Ia mencari rekaman CCTV yang dipasang di samping gedung yang sempat ia salin sebelum ledakan terjadi. Saat mencari, ia tak menemukan kejanggalan. Rekaman CCTV di samping gedung tersebut merekam sekitaran tiang kabel listrik yang terputus. Anak buahnya telah menyelidiki dalang dari putusnya kabel itu dan melapor padanya bahwa rekaman CCTV pada waktu sebelum padamnya listrik tidak ada. Melainkan sudah dihapus permanen."Ada yang menghapus rekaman sebelum listrik padam. Pasti ada seseorang yang masuk ke ruangan kontrol CCTV," gumam Arland yang sedang berpikir.Gio datang ke ruangan Arland. Tangannya mengetuk pintu seraya berkata, "Permisi Pak.""Silakan masuk!" jawab Arland dari dalam ruang kerja."Pak, ini data kerugian gedung yang harus dibayarkan beserta kerugian lainnya," ucapnya. Map yang dibawanya diletakannya di atas meja Arland."Terima kasih. Bagaimana keadaan Vyan dan ketiga lainnya? Apa lukanya parah?" tanya Arland.Gio menarik napas dalam. "Rio salah satu dari mereka, dikabarkan pagi ini menghembuskan nafas terakhirnya, Pak. Sejauh ini keadaan yang paling kritis adalah dia. Vyan menderita luka bakar kecil di bagian punggungnya Pak, tapi sekarang ia masih belum sadarkan diri. Sementara dua orang lagi luka bakarnya juga tidak terlalu serius dan sekarang sudah siuman," tukasnya."Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Sampaikan belasungkawa dari kantor terutama dari Tuan Muda Azkara kepada keluarganya dan berikan pada keluarganya santunan belasungkawa, nominalnya akan saya kirim. Kau datanglah ke sana sebagai perwakilan dari Tuan Muda dan Perusahaan. Tetap jalankan perawatan yang kondusif pada mereka sampai mereka benar-benar pulih. Saya butuh penjelasan dari Vyan.""Siap laksanakan, Pak! Saya permisi," pamit Gio lalu melenggang pergi.Arland lanjut memeriksa rekaman CCTV yang terpasang di tempat kontrol atau tempat pemantauan CCTV. Pasti orang yang menghapus rekaman itu akan terekam."Tidak ada juga, apa-apaan ini!" pekiknya.Ia tak menemukan adanya orang yang mengutak-atik layar monitor ataupun menghapus memori penyimpanan juga Micro SD. Hanya ada dia dan beberapa anak buahnya yang terekam, selebihnya tidak ada yang mencurigakan.'Aku akan membicarakan ini dengan Tuan Azkara saat ia sadar nanti,' ungkapnya dalam hati.Tangannya kemudian beralih mengambil map yang tadi dibawa Gio. Matanya awas membaca, tak ada satu huruf dan satu angka pun yang terlewat.Ia menyibak rambutnya yang sedikit panjang itu ke belakang karena menutupi matanya.Arland memijit pelipisnya. "Kerugiannya cukup lumayan. Diperlukan tanda tangan Tuan Azkara secepatnya untuk menyetujui anggaran yang dikeluarkan untuk hal ini. Bisa saja mereka akan menuntut lebih."Ia menelepon mamanya Azkara. "Assalamu'alaikum, Nyonya, selamat pagi! Maaf menganggu waktunya. Apakah Tuan Muda sudah bangun?" tanyanya."Wa'alaikumussalam, belum Lan. Tadi saya lihat dia tertidur masih lelap sekali. Coba kamu ke rumah saja jika memang ada hal penting yang ingin dibahas dengannya. Sekalian saya mau bicara denganmu," pinta Mahira padanya."Baiklah, Nyonya, sekarang saya akan ke sana. Karena memang ada hal yang sangat penting menyangkut Tuan Azkara dan perusahaan. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam." Sambungan telepon pun terputus.Saat ia hendak bangkit dari duduknya, seorang perempuan datang dan menggebrak mejanya. Hal itu pun membuat Arland terkejut dan mengurungkan niatnya untuk bangkit dari duduk."Kau!" bentak perempuan itu. Telunjuknya menunjuk wajah Arlan."Apa yang terjadi pada adikku, hah?! Kondisinya buruk, dia dicekoki obat tidur! Kemana pula istrinya itu? Lalu terjadi ledakan bom di gedung pernikahan mewah adikku. Keamanan macam apa yang kau siapkan untuknya?! Sampai-sampai di sana terdapat bom! Sungguh kau tidak becus menjalankan tugas hingga adikku, keluargaku, dan juga perusahaan harus kena imbasnya. Nama perusahaan ini bisa rusak akibat ulahmu yang tak becus! Berapa banyak kerugian yang harus dibayarkan?!" tuntut perempuan bernama Liza. Ia sangat geram dan benci pada Arland."Maaf, Nona Liza bersabarlah. Ini semua sudah di luar kendali saya," sela Arland dengan wajah tanpa ekspresi."Maaf kau bilang? Cihh! Seharusnya kau menyewa polisi atau ajudan saja atau kalau perlu tentara. Sekaligus kau undang saja semuanya untuk datang!" cetusnya."Dan perempuan itu, ada baiknya dia menghilang. Jangan-jangan ini siasatnya, hah?! Atau kau bekerja sama dengannya atas kejadian itu?" sambungnya ceplas ceplos."Anda salah paham, Nona Liza! Saya tidak bekerja sama dengan Nyonya Meika atas kejadian itu. Tuduhan Anda itu salah besar! Nyonya Meika menghilang, bisa saja ia diculik oleh orang yang menyebabkan ledakan bom itu. Kami masih mencari Nyonya Meika dan menyelidiki masalah yang terjadi ini. Mengenai Polisi atau ajudan, itu juga sudah saya siapkan, hanya saja kejadian itu sangat cepat dari kesigapan kami. Bukankah Tuan Azkara selalu memiliki banyak ajudan?" sergah Arland pada Liza lalu ia berdiri dari duduknya."Pandai sekali kau mengarang cerita! Aku tak peduli. Secepatnya kau akan berhenti dari pekerjaanmu ini. Aku tak sudi lagi melihatmu bekerja pada adikku dan perusahaan ini. Kau tak becus!"Lagi-lagi Liza mendoktrin dirinya. Arland yang malas menghadapi perempuan itu beranjak pergi. Tanpa adanya masalah pun Liza tetap mencari-cari kesalahannya sekecil apa pun itu lalu membesar-besarkannya agar Arland dipecat dan terusir. Sedari dulu wanita itu memang tak pernah berubah. Selalu saja membenci dirinya.Sebelum pergi ia berkata, "Maaf Nona, terserah Anda saja. Saya juga tidak peduli. Saya harus pergi karena ada hal yang lebih penting untuk saya urus. Saya permisi," kilah Arland lalu pergi membawa laptop dan map meninggalkan Liza seorang diri."Hey! Aku belum selesai bicara!" teriak Liza, ia memandang punggung lelaki yang semakin menjauh itu."Dasar anak pungut tak tahu diuntung!" cibirnya. Kakinya menendang kursi Arland."Awss, sakit." Ia meringis kesakitan setelah punggung kakinya meleset membentur kaki meja."Tidak orangnya, tidak benda mati yang ia punya pun selalu saja menyusahkanku. Sungguh menjengkelkan!" teriaknya marah-marah.Ia mengusap punggung kaki kanannya yang memerah. Setelahnya, ia berjalan keluar dengan keadaan yang masih jengkel dan sesekali ia mengangkat sebelah kakinya itu hanya untuk sekedar mengelus agar sakitnya hilang.Azkara sudah bangun, tampaknya ia tak merasakan kantuk lagi. Bergegas ia mandi. Setelahnya, ia bersiap-siap memakai kemeja dan jas kerja.Ia bercermin memandang dirinya, sesaat kemudian Azkara terbayang wajah istrinya. Dia menunduk lalu menyugar kasar rambutnya yang sedikit panjang.Rambut dengan model Comma Hairstyle sangat cocok dengannya. Kulit putih dan jambang tipis yang ia punya menambah kesan ketampanannya. Hidungnya pun mancung, serta warna matanya cokelat terang.Ia juga tinggi, postur badannya bagus. Dia sering berolahraga dan ngegym sehingga menghasilkan otot lengan dan otot perut yang indah. Meski sekarang ia agak kurusan, tak menampik karisma yang ia miliki.Wajahnya terlihat masih murung. Hal yang ia idamkan nyatanya pagi ini tak terjadi padanya, padahal ia adalah pengantin baru. Belum sehari ia menjadi pasangan suami-istri, Meika menghilang.Semalam selesai ijab qabul pada pagi hari, mereka langsung mengadakan pesta resepsi pernikahan di malam harinya. Resepsi pernikahan rencanya akan diadakan dua kali, yang pertama pada malam hari di gedung megah yang sudah disewanya itu dan yang kedua adalah dua hari setelahnya di hotel yang ia miliki.Azkara menyalakan laptop yang tergeletak di atas meja kerjanya lalu membuka file rekaman CCTV kamar pengantin. Ia menonton rekaman yang di mana terdapat ia dan istrinya serta beberapa orang MUA.Ia mempercepat rekaman menjadi pukul delapan malam. Terlihat ia sedang meminum teh yang diberikan Meika, setelahnya mereka berbincang sebentar. Meika terlihat beranjak dari kasur tempat di mana ia dan Azkara duduk. Dia masuk ke dalam kamar mandi dengan tangannya menenteng gaun pengantin.Beberapa menit kemudian Azkara tertidur lalu lampu yang tadi menyala seketika padam. Kamera CCTV pun otomatis berhenti merekam."Agghhrr," teriak Azkara.'Apa yang terjadi selama listrik padam?' ucapnya dalam hati.Wajahnya tampak tak tenang, ia geram pada keadaan."CCTV itu juga tidak bekerja!" gerutunya. Ia menyandarkan tubuhnya di senderan kursi lalu memandang langit-langit ruang kerjanya.'Aku yakin pasti telah terjadi sesuatu pada Meika saat lampu itu padam,' batinnya.Arland sudah sampai di kediaman Azkara. Mereka tengah berada di ruang kerja Azkara, sebuah ruangan khusus yang Azkara siapkan di rumahnya, tepat di sebelah kamar tidurnya."Apa Meika sudah ditemukan? Di mana dia dan bagaimana keadaannya?" tanya Azkara penuh harap."Tidak, Tuan. Kami belum berhasil menemukannya. Tapi, ada satu titik lokasi bahwa Nyonya Meika diduga berada di sana. Namun, setelah didatangi, Nyonya tidak ada," ungkap Arland."Di mana lokasinya?" tanyanya lagi."Lokasinya di hotel G Foresst sebelah sela
Yasmin menunggu sendirian di aula. Sudah hampir tiga puluh menit, rekannya tak jua kembali. Gadis itu mulai kesal dan bangkit dari duduknya."Kemana dia? Apa dia sudah pulang? Kenapa tidak mengabariku?" gerutu Yasmin. Ia lalu berjalan mondar-mandir.'Jika tidak terpaksa. Aku tak sudi bekerja sama dengan Oliv. Modelan orangnya saja begitu. Dasar jutek!' ucapnya dalam hati.Ia ingin sekali menelepon rekannya itu. Tetapi, ia takut akan mengganggu percakapan antara Oliv dan si Nyonya Muda."Yas!" tegur Oliv.Ia sudah tiba di aula. Kali ini tangannya membawa sebuah map berisi perjanjian kontrak kerja sama dengan Nyonya Muda."Lama sekali kau! Aku muak menunggu di sini," keluh Yasmin padanya."Anggap saja kita impas. Beruntung Nyonya Muda itu mau bekerja sama dengan kita. Nampaknya ia sangat menyukai desain gaunmu. Kode desainmu yang ZD09X.""Oh, yang itu. Aku pikir tidak akan ada yang menyukainya. Karena model yang kubuat itu cukup abstrak. Tetapi biar bagaimana pun itu terlihat unik! Janga
Liza buru-buru beranjak dari sana. Sesampainya di kamar, ia berjalan mondar-mandir. Ia terlihat sedang cemas.'Apa benar itu adalah Meika?''Apa dia berhasil lolos? Tapi kenapa dia tidak langsung pulang ke sini saja?''Apa wanita itu punya rencana lain?'Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Liza kemudian menelepon seseorang. Namun, nomor yang dihubungi tidak aktif."Bisa-bisanya saat keadaan gawat seperti ini, dia malah tidak bisa dihubungi!" geramnya.Liza lalu duduk di kasur, dengan kesal ia melempar bantal.***"Arland, siapkan saja semua dana untuk membayar kerugian ini," pinta Azkara."Baik, Tuan Muda!"Arland lalu beranjak pergi membawa beberapa berkas dokumen yang sudah ditandatangani oleh Azkara.Saat hendak berbelok arah ke kanan koridor, tiba-tiba muncul tangan seseorang di balik tembok koridor tersebut yang mencegatnya. Ia sontak berhenti. Hampir saja dadanya mengenai tangan itu. Orang di balik tembok akhirnya keluar berdiri tepat menghadapnya. "Emm ... dengar!
Wanita bersanggul itu kemudian meletakkan cangkir kopinya."Maaf, Nyonya Ira. Mengapa Anda begitu membenci Nyonya Meika?""Apa kau ingin tahu penyebabnya?" tanya Mahira. Arland mengangguk. "Iya, Nyonya.""Arland, bukankah kau tahu bahwa aku tidak membenci sembarang orang tanpa sebab yang fatal. Meika yang kelihatan polos itu benar-benar telah menyakitiku sebagai seorang ibu!" sergah Mahira."Dia memaksaku agar menyetujui pernikahannya dengan Azkara karena rahasiaku yang diketahuinya. Dia menjadikan itu sebagai senjata untuk mengancamku. Apa kau masih berpikir dia wanita tulus dan baik?""Rahasia?" tanya Arland."Ya, aku akan mengatakannya padamu. Aku rasa kau adalah orang yang tepat untuk kuberitahu. Aku mempercayaimu, Arland. Kuminta setelah kau mendengarnya, jangan beritahukan pada siapapun termasuk Azkara dan Liza.""Tapi kenapa, Nyonya Ira? Kenapa mereka tidak boleh tahu?""Mereka mungkin akan terluka," jawab Mahira. Sesaat ia termenung mengingat kejadian dua puluh delapan tahun s
"Baiklah, aku punya sesuatu untukmu," imbuh Oliv."Apa?"Oliv mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang membuat Yasmin semakin heran."Botol parfum?" tanya Yasmin. Sedari tadi ia terus memperhatikan botol di genggaman Oliv."Iya! Ini bukan sembarang botol parfum.""Tapi kenapa warna airnya begitu?" Jarinya menunjuk botol parfum.Oliv meletakkan botol itu di meja. "Ini isinya bukan parfum atau air bibit wangi, melainkan air cabai." "Untuk apa kau membawanya?" Yasmin tercengang tak mengira Oliv bisa menyediakan benda seperti itu di dalam tas. Ia sebenarnya sempat melihat di televisi dan sosmed mengenai botol parfum atau botol semprot yang diisi air cabai sebagai senjata wanita saat bepergian. "Untuk jaga-jaga. Ini bisa jadi senjata pamungkas bagi seorang wanita. Apalagi jika sendirian. Tidak mungkin, kan, kalau kita pergi kemanapun harus membawa pisau atau pistol? Jadi lebih baik pakai ini saja. Kita bisa membawanya di dalam tas. Tapi, tetap harus hati-hati jangan sampai tertukar. N
"Tidak. Aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Mama pasti tidak akan mengizinkan karena kondisi mental dan fisikku. Semalam saja Mama terus menyuruhku untuk istirahat akibat obat tidur dan ledakan itu, padahal aku baik-baik saja. Kuminta jangan beritahu siapa pun. Untuk pekerjaan di kantor pusat Kak Liza dan kau yang meng-handle," tutur Azkara. Arland tak habis pikir, kenapa seorang suami harus diam-diam pergi untuk mencari istrinya. "Azkara, kau pergi dengan siapa?" tanya Arland. "Beberapa ajudan dan seorang supir.""Aku akan beri tahu Akbar supaya mereka tidak usah kembali ke sini. Biar mereka tetap di sana saja menunggumu. Mereka yang terlebih dulu tahu info tentang istrimu.""Baiklah, ide yang bagus!" Azkara menaiki tangga menuju pintu perpustakaan diikuti oleh Arland di belakangnya. Saat mereka mendekat, pintu terbuka otomatis. Pintu tersebut terbuat dari mirror glass dengan ukuran besar dan tinggi. Dari dalam bisa terlihat dengan jelas keadaan di luar ruangan.Lain halnya jika
Aldrich sudah tiba di mension. Ia membuka bagasi lalu menggendong Yasmin yang berada dalam kantung jenazah. Pintu mension dibukakan oleh pengawal. Ia masuk kemudian menaiki tangga menuju lantai dua. 'Menyebalkan! Bisa-bisanya dia menempatkan kamar wanita ini di lantai atas,' omelnya dalam hati. Setibanya di kamar, ia membaringkan Yasmin di kasur pasien. Datanglah dua orang perawat yang membantunya mengeluarkan Yasmin dari kantung janazah.Kamar itu berisikan alat-alat medis seperti di kamar rumah sakit pada umumnya. Bahkan yang ada di kamar itu jauh lebih lengkap. Sekarang Yasmin sedang ditangani oleh seorang dokter dan dua perawat. ***Aldrich sedang menunggu seseorang di lantai bawah. Ia meregangkan otot-ototnya. Menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sehingga menimbulkan bunyi gemeretak. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. "Oh, Aldrich! Ternyata kau sudah sampai. Di mana Yasmin? Apa dia telah tiada?" tanya seorang wanita dengan gaun hitam yang melekat di tubuhnya. S
"Azkara!" panggil Liza sekali lagi. Ia mengitari kamar adiknya. Mengecek ke kamar mandi dan balkon. Tak jua didapatinya keberadaan sang adik. Pantang menyerah, dia lalu mendatangi seluruh ruangan di lantai dua. Hasilnya nihil. Ia kembali ke kamarnya dan menghubungi Azkara. Namun, nomornya tidak dapat menerima panggilan. "Dia tidak ada di mana pun. Ditelepon juga tidak aktif. Kemana dia selarut ini? Arland, dia pasti tahu ke mana Azkara." Ia kembali turun untuk menemui Arland. Bukannya permisi atau mengetuk pintu, Liza malah menerobos masuk begitu saja."Kau tahu kemana Azkara pergi? Dia tidak ada di kamarnya.""Dia pergi untuk mengurus suatu hal yang penting," jawab Arland. Matanya menahan kantuk. "Iya, tapi kemana, hah? Jangan bilang kalau kau tidak akan memberitahuku. Dengar! Aku berhak untuk tahu.""Saya sudah berjanji padanya untuk tidak memberitahu siapa pun.""Ya ampun! Jangan bilang karena alasan itu makanya Azkara menyuruhmu untuk tinggal di sini kembali.""Saya hanya tingg