"Ma." Renya memasuki ruang perawatan Bramantya pagi itu. Rencananya pagi hingga malam dia menggantikan Yuni yang selalu menemani suaminya yang belum sadarkan diri hingga saat ini.
"Kamu udah datang," ujar Yuni menoleh ke arah Renya.
"Iya, Renya harus membuatkan sarapan untuk Renata dulu. Renya juga bawain Mama sarapan, makan dulu yuk." Renya membujabdua paper bag berisi makanan untuk Yuni.
"Kamu bisa masak?" tanya Yuni mencicipi nasi goreng dengan topping udang dan bakso. "Enak," ujar Yuni lagi.
"Belajar, Ma ... dari YouTube," Renya terkekeh.
"Maaf, Mama merasa gak punya banyak waktu dulu bersama kamu."
Renya hanya tersenyum samar. Kedekatan Renya dan Yuni memang tak selayaknya ibu dan anak pada umumnya. Yuni terlalu sibuk dengan kehidupan sosialitanya dan semua yang berhubungan dengan karir sang suami. Wajar jika Renya mencari perhatian serta perlakuan dari orang lain yang bisa menghargai serta memberikannya kenyamanan.
"Sudah
Usia kehamilan Ella sudah memasuki tujuh bulan. Ia mulai terbiasa dengan kebaikan ibu mertuanya, meski kadang Ella menilai kebaikan itu terlalu berlebihan dan dibuat-buat. Tapi, ia tak mau berkomentar apa pun kepada suaminya. Bagi Ella, yang penting ia dan Daru bisa hidup bahagia serumah. Merawat dan membesarkan Bayu bersama-sama. Pada masa awal kemarin, frekuensi kedatangan Anneke ke rumah Daru, memang lebih sering dari biasanya. Ella sedikit risi karena Anneke terlalu banyak bertanya soal ayahnya. Mungkin dikarenakan Ella tidak memberikan jawaban yang memuaskan, Anneke lama-kelamaan menjadi bosan dengan sendirinya. Bukannya Ella jahat terhadap wanita yang telah melahirkan suaminya itu. Tapi, Ella kurang suka membicarakan hal pribadi yang mungkin selama ini begitu ditutupi oleh ibunya. Sore itu, Ella dan suaminya ada janji akan mendatangi apartemen tempat ia sebelumnya tinggal. Pakaian serta
Hidup yang nyaman dan bahagia ternyata memang mudah melenakan siapa saja. Sejak pulang ke rumah sore tadi, harusnya dalam rencana Daru akan bertemu pihak pengelola properti sebelum malam. Tapi ia dan Ella baru tiba di apartemen itu, saat langit sudah gelap. Daru memarkirkan mobilnya tak jauh dari lobi apartemen. Pria itu berlari kecil memutari bagian depan mobil untuk membantu istrinya turun. Perut Ella tidak terlalu besar, tetapi dada dan pinggul wanita itu mengembang dengan sempurna. Hal itu yang membuat Daru merasa semakin gemas terhadap istrinya. Setiap membantu Ella turun dari mobil, atau membantu istrinya melakukan sesuatu, daru tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengusap perut istrinya. Bayangkan saja, Ella mengandung anak pertamanya di usia hampir 21 tahun sangat muda sekali. Dan karena godaan Ella sore tadi, Daru memang berencana untuk cepat-cepat menyelesaikan urusannya dengan agen properti. Mumpung Bayu berada di rumah ora
Ella sadar bahwa sekarang Ia dan Daru saling menyembuhkan atas rasa sakit yang mereka alami di masa lalu. Terlebih, suaminya yang telah kehilangan seorang wanita yang ia cintai bertahun-tahun yang lalu. Persaingan yang paling berat adalah ketika harus bersaing dengan seorang wanita yang telah tiada. Seberapa pun beratnya Ella mencoba untuk memberikan keutuhan cinta pada Daru, jika laki-laki itu tak melepaskan sosok wanita yang dicintainya dari dalam ingatan, maka semuanya akan sia-sia.Kejadian-kejadian di masa lalu memang tidak dapat dihapuskan. Tetapi kebersamaan mereka saat ini, yang bisa menerima ketidaksempurnaan dalam diri mereka masing-masing, sebenarnya sudah lebih dari cukup.Ella bisa mendengar gesekan suara pengait celana yang dilepas dan suara resleting yang diturunkan. Lalu, hempasan kain jatuh menyentuh lantai.Daru melingkarkan tangannya ke pinggang Ella dan menarik tubuh wanita itu lebih rapat. Bagian baw
Yuni berjalan ke arah dapur, ia ingin mengambil minum untuk dirinya dan beberapa makanan ringan untuk Bramantya yang sudah pulang dan sedang duduk di taman belakang rumahnya. Iya ... suaminya sudah pulang. Namun, hanya raganya entah ke mana jiwa suaminya itu, seharian ini Bramantya hanya duduk dan menatap dengan pandangan kosong, entah apa yang suaminya itu pikirkan. Prang .... Yuni kaget saat mendengar suara benda jatuh di dapur, bergegas ia mendatangi sumber suara. “Haduh, kenapa ini?” tanya Yuni saat mendapati Renata yang menatap dirinya dengan tatapan takut-takut. “Maaf, Oma, tadi Renata nggak sengaja,” ucap Renata sambil menatap manik mata Yuni dengan perasaan bersalah, dengan cepat Renata mengambil tisu dan melap air putih yang ada di lantai dengan serampangan. “Aduh ... jangan begitu, Rena, yang ada malah meleber,” ucap Yuni sambil membawa lap dan membantu Renata membersihkan lantai. “Maaf, ya, Oma,” ucap Renata sambil menundukkan wajah
Renya berjalan bersama Renata dan Yuni menghampiri Bramantya yang ada di taman belakang, mereka memutuskan untuk berbincang di taman belakang rumahnya itu. sedikit bersantai, setelah Yuni mengungkapkan permintaan maafnya karena telah menyia-nyiakan Renata. “Renya, Mamah benar-benar meminta maaf, ya, andai waktu bisa diputar mungkin Mamah akan mengizinkan kamu menikah dengan David.” Yuni duduk di samping Bramantya yang masih menatap kosong ke depan. Bramantya sadar namun hanya bisa diam tidak mau berkomunikasi sama sekali, entah kenapa. Bahkan, Dokter yang memeriksa Bramantya hanya bilang ini masalah psikologis, karena penyakit jantungnya sudah berangsur-angsur pulih. “Mah ....” Renya duduk di hadapan Yuni dan Bramantya sambil menggendong Renata. “Andai, andai, dulu Papa dan Mamah tidak terlalu egois mungkin kamu sudah sangat berbahagia bersama Renata dan David. Mungkin, mungkin ....” Suara Yuni tiba-tiba tercekat karena menahan tangis akibat kesedihannya meli
David mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, dia tidak mendapati Renya ataupun Renata di setiap ruangan. Sayup terdengar celotehan Renata di taman belakang, David melangkah perlahan ke arah dapur, meletakkan barang belanjaannya tadi saat Renya meminta tolong padanya untuk dibelikan sesuatu di supermarket yang tidak jauh dari rumah Bramantya. David mendengarkan percakapan antara Renya dan Yuni saat menemani Bramantya berjemur dan menunggu terapis datang."Sayang," ujar Renya menoleh saat David meletakkan tangannya di pundak Renya. "Ada titipan aku?" tanya Renya pada David, memastikan permintaannya sudah dibelikan oleh David."Ada ... kamu yakin makan itu habis, aku belinya banyak banget.""Renya minta apa?""Aku minta chiki Ma, yang bulat-bulat rasa keju dan coklat, dulu waktu kecil Mama sering banget beliin aku itu.""Chiki Balls?" Yuni terkekeh."Rena boleh makan chiki ya, Bu.""Boleh dong, tapi setelahnya harus minum yang bany
"Ibuu ... Ibu buka pintunya, Rena mau masuk." Suara gadis kecil itu menghentikan aktivitasnya, Renya tersenyum kala melihat wajah David yang kecewa. "Nanti lagi," bisik Renya. Renya membukakan pintu kamar, Renata sudah menunggu dengan bibir yang mengerucut karena lama menunggu pintu kamar orangtuanya terbuka. "Ibu habis mandi, Sayang ... lama nunggu ya?" Renya mengangkat tubuh Renata membawanya masuk ke dalam. "Bapak mana?" "Bapak mandi ... Rena mau apa? Makan? Ngemil? Apa mau jalan-jalan?" "Mau, Ibu ... Rena mau jalan-jalan," ujar Renata kegirangan. "Tapi, kalo kita jalan-jalan terus Oma gimana?" "Oma di rumah, jagain Opa." "Kalo gitu Rena di rumah aja, kasihan Oma jaga opa sendirian." "Ya ampun, anak Ibu baiknya." Renya menciumi Renata bertubi-tubi di seluruh wajah putri kecilnya itu. "Bapak juga mau dong di cium gitu," ujar David yang datang dari arah kamar mandi. "Gak boleh," uj
Ella turun dari mobil dengan susah payah, kandungannya yang lumayan besar membuat Ella kesulitan untuk keluar dari dalam mobil. Tiba-tiba saja Ella merasakan lengan-lengan kokoh membantunya untuk berdiri, lengan miliknya, lengan Daru. "Ah ... Mas, makasih, maaf aku susah keluar,"ucap Ella sembari berusaha untuk berdiri keluar dari dalam mobil dengan cara bertumpu pada lengan-lengan kokoh Daru yang selalu siaga menolongnya. "Nggak papa, perut kamu juga udah mulai besar, La," ucap Daru sambil menutup pintu mobil setelah mengeluarkan Ella. Tangannya membuka pintu belakang, agar Bayu bisa keluar. "Mama Ella, kenapa, Pa?" tanya Bayu yang memicingkan matanya karena terpaan sinar matahari. "Mama Ella, sakit?" tanya Bayu lagi yang cemas dengan keadaan Ella, yang detik ini sudah menjadi kesayangannya.