Ana baru saja mengambil beberapa dokumen, wanita itu mengecek dokumen itu sambil berjalan, hingga seseorang menarik lengan dan mengajaknya masuk ke pintu darurat. Ana begitu terkejut hingga akhirnya sedikit lega ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya.
"Ga, kamu ini ngagetin saja!" Ana menghela napas pelan, ia memeluk dokumen yang dibawa.
"Kenapa tidak menjawab panggilan telponku?" tanya Arga menatap curiga pada Ana.
Ana terkesiap mendengar pertanyaan Arga, ia pun mencari ponselnya di kantong kemeja dan tidak mendapatinya.
"Sepertinya tertinggal di meja," jawab Ana dengan senyum kecil karena merasa bersalah.
Arga mencebik kesal, sempat berpikir kalau Ana mengabaikannya. Hingga akhirnya Arga berkata, "Ya sudah, nanti makan siang bersama! Aku sudah menyiapkan makan siang untuk kita, di ruangan seperti biasanya."
"Ah, oke!" Ana mengangguk.
<
Hari-hari Ana dilalui penuh rasa bahagia, terlebih karena Arga sangat perhatian padanya. Namun, ia juga harus sering berbohong pada Zidan kalau lembur karena terkadang Arga mengajaknya pergi untuk sekedar duduk minum kopi bersama. Sore itu Zidan pulang lebih awal, ia duduk di tepian ranjang seraya menatap layar ponselnya, air mukanya terlihat begitu serius, ada sesuatu yang membuatnya pulang lebih awal dan merasa tidak fokus dengan pekerjaannya. Zidan menatap nomor ponsel Ana, ia pun mendial nomor itu untuk menghubungi sang istri. "An, apa hari ini kamu lembur? Aku merasa tidak enak badan," ucap Zidan begitu panggilan itu terhubung. Zidan tampak menganggukkan kepala, ia lantas mengakhiri panggilan itu. - - - Ana sedang berjalan keluar dari gedung studio ketika ponselnya terus berdering, ia pun langsung menjawab panggilan itu karena nama Zidan terpampang di sana.
Zidan mengajak Ana makan di restoran barbeque, mereka sudah memesan tempat dan juga memesan makanan."Apa kamu mau menu lainnya?" tanya Zidan ketika pelayan sedang menyajikan pesanan mereka."Tidak, Mas! Ini saja udah banyak," jawab Ana menolak tawaran suaminya.Zidan tersenyum kecil, mereka pun mulai memanggang daging. Zidan tampak melayani Ana dengan baik, ia memanggang dan memberikan daging yang sudah matang untuk sang istri."Makan yang banyak, karena sering lembur kamu sekarang sedikit kurusan," ujar Zidan yang menaruh potongan daging ke piring Ana.Ana hampir tersedak ketika Zidan membahas masalah lembur, ia menoleh pada Zidan dengan senyum canggung, sedangkan Zidan sendiri terus mengulas senyumnya. Ana memakan apa yang diberikan oleh suaminya, sedikit merasa tidak enak hati ketika Zidan kini begitu sangat perhatian dengannya.Mereka pun sudah selesai makan, Ana mengusap mulut
Ana benar-benar pergi ke rumah orangtuanya, ia masih tidak rela kalau kafe milik keluarga diserahkan begitu saja kepada Radhitya."Tumben kamu datang." Ibunya Ana seakan tidak senang dengan kedatangan putrinya, atau lebih tepatnya tidak menginginkan Ana pulang."Bu, aku mau tanya sesuatu," ujar Ana yang langsung duduk berhadapan dengan ibunya."Katakan!" Wanita paruh baya itu tidak terlalu merespon, malah terkesan tak acuh pada Ana.Ana menghela napas panjang, ia lantas memberanikan diri mengungkapkan apa yang ada di hatinya."Kafe kita apa sekarang kak Aditya yang mengurusnya?" tanya Ana.Ibunya tampak terkejut karena Ana sudah tahu, wanita itu tetap bersikap tenang dan menatap pada Ana yang terlihat menanti jawabannya."Iya, bagaimanapun kakakmu lebih berhak atas kafe itu, selain dia itu anak laki-laki juga putra pertama, membuat Aditya memang layak mendapatkannya
Zidan baru saja kembali dari kantor, melihat Ana yang ternyata sudah berada di rumah, pria itu pun menghampiri Ana yang tengah menyusun berkas."Kamu bawa pulang pekerjaan ke rumah?" tanya Zidan yang duduk di samping Ana.Ana menoleh pada Zidan, sedikit menggigit bibir bawahanya sebelum pada akhirnya menjawab, "Ini Mas, ada yang mau aku omongin."Zidan sedikit terkejut, entah kenapa ada rasa takut di hati pria itu. Namun, Zidan tetap berusaha untuk tenang."Ngomong apa?" tanya Zidan."Emm ...." Ana terlihat berpikir, hingga kemudian mulai bicara. "Aku akan resign, Mas! Cuman bukan untuk tinggal di rumah. Aku dapat tawaran investasi di sebuah kafe, temanku ingin aku mengelolanya."Zidan terdiam sejenak, menatap ekspresi Ana di mana ada sebuah keseriusan dan juga rasa bahagia di wajah sang istri."Aku lebih senang kalau kamu resign karena m
Berhari-hari Arga tidak melihat Ana, hanya berkomunikasi melalui sambungan seluler, selain Arga yang sibuk latihan, Ana pun sibuk mengurus persiapan pembukaan kafe mereka. Hari ini Arga baru saja selesai latihan, beberapa hari lagi mereka harus ke luar kota untuk menghadiri sebuah konser musik.Arga menatap layar ponselnya, berpikir akan sangat menyenangkan kalau Ana bisa ikut, tapi hal itu pasti akan mustahil karena tentu saja Ana menolak dengan alasan sang suami. Arga terlihat begitu senang ketika melihat ikon pesan terpampang di layar ponsel, Arga pun langsung membukanya.ANA[Ga, tanggalnya sudah ditetapkan. Apa kamu bisa mengisi acara musiknya?]Arga membaca pesan Ana, lantas dengan cepat mengetik untuk membalas.ARGA[Tentu saja, aku tidak akan melewatkannya. Tanggal berapa?]Arga sudah mengirim balasan, sekarang menanti balasan dari Ana. Balasan dari Ana pun
Alisya turun ke lantai bawah setelah puas bertemu dengan band idolanya, hingga menjumpai Zidan yang hendak naik ke atas."Di mana kakak iparmu?" tanya Zidan."Oh, kak Ana sedang ke toilet," jawab Alisya menunjuk pada lantai atas. "Kenapa?" tanya gadis itu kemudian."Ada orang yang mencari. Tolong panggilin!" pinta Zidan.Alisya mengangguk, lantas kembali ke lantai atas untuk memanggil Ana. Alisya berjalan menuju toilet, tapi memperlambat langkahnya ketika mendengar suara dari kamar mandi. Alisya pun mendekat perlahan, mencoba menguping percakapan yang terdengar dari dalam."Ga, banyak orang! Aku harus keluar!""Tidak melihatmu beberapa hari, membuatku sangat rindu. Tidak bisakah kita seperti ini sebentar!""Hentikan, di sini juga ada mas Zidan. Jangan buat dia curiga.""Kenapa? Aku tidak takut!"Alisya mengepalkan kedua tangan yang berada di samping tubuh, tidak menyangka sang kakak ipar yang sangat dikagumi sedang bersa
Alisya baru saja pulang kuliah, hingga ketika sedang berjalan menuju halte bis, sebuah mobil berhenti di sampingnya, membuat Alisya terkejut dan langsung menoleh."Alisya, iya 'kan!" tegur seorang pria dari dalam mobil yang tak lain adalah Dio."Eh, Kakak! Iya, Kak!" Alisya sedikit membungkuk dan memberi salam pada pemuda pemain bass di band kesukaannya itu."Mau ke mana? Butuh tumpangan?" tanya Dio sedikit melongok keluar.Alisya menggaruk belakang kepala tidak gatal, bingung harus menerima tawaran Basis itu atau tidak. Jika ditolak tapi itu basis dari band yang lagi naik daun, mau diterima tapi malu karena tidak terlalu kenal dan akrab."Nggak usah, Kak! Aku naik bis saja!" tolak Alisya menunjuk halte setelah mempertimbangkan banyak hal."Yakin? Padahal aku juga sekalian mau minta tolong," ucap Dio lagi.Alisya terlihat bingung, kenapa
"Ga, kamu nggak dengerin aku ngomong!""Apa sih An? Serius, aku hanya mau begini saja!" ujar Arga yang masih tidak mau melepas pelukannya.Ana mendesau, tidak mengerti kenapa Arga bersikap begitu manja."An, kenapa kamu masih tidak mau bercerai?" tanya Arga kemudian.Ana terkejut mendengar apa yang diucapkan Arga, hendak membalikkan tubuh tapi Arga menahan hingga Ana masih berdiri memunggi pria itu."Ga, ada beberapa hal yang harus aku pikirkan. Perceraian bukan hal yang bisa aku ajukan tanpa alasan, terlebih karena mas Zidan sekarang benar-benar perhatian padaku. Lalu, bagaimana bisa aku menggugatnya begitu saja?" ujar Ana.Arga tidak senang dengan jawaban Ana, merasa Ana kini tidak mau berpisah dengan Zidan."An, kenapa kamu mempermainkan diriku? Bukankah kamu mengatakan kalau tidak mencintainya? Kenapa sekarang aku merasa k