Saat ini Revanno tengah bersiap-siap di halaman depan rumah Starla. Tidak hanya sendirian tetapi di sana juga ada Andra, Saga dan Starla tentunya. Selepas bercumbu di kamar tadi Starla memutuskan untuk ikut Revanno keluar dari kamar. Meskipun hatinya merasa sedih, tapi Starla tetap berusaha terlihat kuat untuk mengantar kepulangan Revanno.Starla hanya bisa terdiam saat melihat Revanno berjabat tangan dan berpamitan dengan Papanya. “Saya pulang terlebih dahulu, Om. Jangan lupa istirahat ya, Om. Biar bisa cepat sembuh.” Kata Revanno sambil tersenyum.Andra mengangguk. “Kamu juga jaga diri dan semoga selamat sampai tujuan, ya,” balasnya sambil menepuk bahu Revanno.Papa Starla memang sangat baik. Bahkan cara Andra menepuk bahu Revanno pun sama seperti yang Ayah Revanno lakukanRevanno kini berganti menatap Saga. Pria yang berstatus sebagai Kakak dari kekasihnya itu hanya memasang wajah datar saat Revanno mengulurkan tangan padanya.“Aku pulang dulu. Tolong jaga Starla dan juga Om Andra
Begitu masuk ke apartemen, Marcus tidak langsung meminta agar Revanno menceritakan masalahnya. Marcus lebih memilih untuk menyuruh putranya itu untuk membersihkan diri dan merapikan barang-barangnya terlebih dahulu. Revanno tidak menolak. Ia justru menuruti permintaan Marcus dengan begitu patuh.Revanno segera masuk ke dalam kamar sementara Marcus menunggu di ruang TV. Begitu Revanno sampai di dalam kamar, ia segera meletakkan tas ranselnya yang berisi pakaian kotor selama beberapa hari itu ke atas tempat tidur. Niatnya Revanno ingin segera membereskannya. Namun, tiba-tiba saja ia teringat dengan Starla ketika ia menatap sekeliling kamar miliknya.Kamarnya memang banyak sekali menyimpan kenangan indahnya bersama Starla. Terutama kenangan indahnya di atas ranjang. Tepat saat itu juga pandangan Revanno langsung beralih menatap ranjang tempat tidurnya. Revanno lalu mendekat dan perlahan mendudukkan diri di atas tempat tidurnya. Setelah itu tangannya mu
Hari berikutnya, Revanno sudah bersiap untuk kembali bekerja seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda kali ini. Jika biasanya Revanno akan tampil rapi karena ada sang sekretaris yang selalu memperhatikan penampilannya. Tetapi hari ini semua itu tidak berlaku. Sekretarisnya yang sekaligus menjadi kekasihnya itu kini tidak ada di sisinya lagi. Revanno mendesah saat menatap penampilannya pada cermin besar yang ada di lemarinya.“C’mon, man. Kamu sudah terlihat sangat tampan. Tapi kenapa kamu masih lesu seperti ini, sih?! Ayolah, tersenyum,” gumam Revanno sembari menarik-narik pipinya hingga bibirnya ikut tertarik dan meringis, menampilkan deretan giginya yang rapi. “Ck! Terserah!” Ketus Revanno pada akhirnya karena ia rasa usahanya tidak membantu sama sekali.Tanpa mengenakan dasi terlebih dahulu, Revanno segera menyambar kunci mobil dan bergegas keluar dari kamarnya. Hari ini ia memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri, meski tadi sang sopir pribad
Seharian ini Revanno di sibukkan dengan berbagai macam pekerjaan yang selama beberapa hari lalu sudah ia tinggalkan. Meski tidak terlalu banyak karena sebagian sudah di selesaikan oleh Nathan, tapi tetap saja, pekerjaan itu berhasil menyita hampir seluruh waktunya selama berada di kantor. Sampai Revanno tidak menyadari kalau sejak tadi ada sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya.Bagaimana Revanno menyadarinya kalau sejak tadi ia terus saja sibuk dengan berbagai laporan yang ada di depan matanya? Bahkan ponselnya pun sampai tidak terlihat karena tertimbun oleh laporan-laporan yang ada di atas meja kerjanya.“Rev, meeting di lantai tiga puluh.”Revanno sedikit terkejut karena tiba-tiba pintu ruangannya terbuka dan Nathan muncul dari sana. “Apa nggak bisa kamu saja yang berangkat meeting? Aku sedang sibuk,” sahut Revanno sambil terus meneliti setiap dokumen yang sedang ia baca.“Ini penting, Rev. Ada Pak Dion juga di meeting kali ini. Tapi baiklah, jangan salahkan aku kalau dalam wa
Keesokan paginya saat Starla terbangun, hal pertama yang ia cari adalah keberadaan ponselnya. Meskipun semalam Starla ketiduran. Tapi Starla berharap pagi ini ia sudah menerima balasan pesan yang ia kirimkan kepada Revanno. Namun, lagi-lagi harapannya harus pupus ketika ia tidak melihat notif apapun yang ada pada layar ponselnya. Bahkan pesan yang ia kirim ke Revanno saja juga belum pria itu baca sama sekali hingga pagi ini.“Sialan. Revanno kemana, sih?!” Starla segera beranjak duduk.Starla berniat untuk menghubungi nomor Revanno saat tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya di ketuk dari arah luar.“Starla, kamu sudah bangun?” Suara itu terdengar beriringan dengan suara ketukan di pintu kamarnya. “Belum!” Teriak Starla malas.Bukanya berhenti justru suara ketukan pintu itu terdengar semakin keras saja.“Sialan!” Starla akhirnya beranjak turun dari atas tempat tidurnya. Wanita itu berjalan dengan langkah m
Starla masih merasa begitu kesal. Meskipun tadi Saga—Kakaknya sudah berjanji akan mengganti dan mengembalikan semua data yang ada di ponselnya. Tapi tetap saja Starla masih merasa kesal. Starla lalu mengambil ponselnya yang sudah rusak dan menatapnya sedih. “Bagaimana kalau nanti Revanno menghubungiku?” Pikir Starla. Namun, sedetik kemudian ia langsung menggeleng. “Nggak mungkin. Sejak tadi saja panggilanku sama sekali nggak dia angkat. Tapi bagaimana kalau Revanno tadi memang sedang sibuk dan baru sempat mengecek ponselnya sekarang?” Starla langsung menepuk keningnya. Memikirkan kemungkinan itu justru hanya akan membuat kepalanya terasa semakin pusing. “Biarkan saja deh. Biar gantian dia yang kebingungan karena nggak bisa menghubungiku,” gumam Starla sembari melempar kembali ponselnya ke atas meja.Starla melirik jam yang ada di dinding kamarnya. Pukul lima sore. Tidak terasa kalau sudah hampir setengah hari Starla mendekam di dalam ka
Saga yang tadinya sedang membereskan barang-barangnya terpaksa harus berhenti dan berjalan mendekati Andra. Terlebih setelah Papanya itu terus membujuknya agar ia bersedia mengajak Starla pergi ke Jakarta malam ini. “Apa Papa benar-benar serius menyuruhku untuk mengajak Starla pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Revanno lagi? Percayalah padaku, Pa. Itu adalah ide yang sangat buruk.” Kata Saga begitu ia dan Papanya sudah duduk di atas ranjang tempat tidurnya.“Ide buruk apanya? Adikmu ingin bertemu dengan calon suaminya. Papa rasa itu bukanlah ide yang buruk,” sahut Andra santai.Calon suami?Saga nyaris terbahak ketika mendengar kata-kata tersebut. Oh astaga, jadi Papanya benar-benar sudah menganggap Revanno sebagai calon suami Starla. Ck! Saga diam-diam berdecak kesal. Apa itu berarti kini sudah tidak ada yang berada di pihaknya? Apa ini adalah kekalahannya? “Mereka bahkan belum bertunangan, Pa. Bagaimana bisa Papa menyebut Revanno sebagai calon suami Starla?” Tanya Saga kemudian.
Jam sudah hampir menunjukkan pukul tengah malam saat mobil Saga sampai di perbatasan kota. Lelah dan mengantuk itu pasti, terlebih saat Saga terus melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh agar bisa segera sampai di rumahnya.“Starla,” panggil Saga pelan. Adiknya itu kini tengah tertidur pulas bahkan sejak dua jam yang lalu. “Bangun, Starla. Kita sudah hampir sampai.”Saga terus memanggil Starla pelan sembari sesekali menggoyangkan bahu sang adik.“Hmm.” Starla hanya bergumam sambil terus memejamkan matanya.Saga mendesah. “Bangunlah, Starla. Aku nggak mau kalau harus menggendongmu.” Starla kembali bergumam tidak jelas. Wanita itu tampak berusaha keras untuk membuka kedua matanya, lalu ia menoleh ke arah Saga.“Memangnya sudah sampai mana?” Tanya Starla dengan suara khas orang bangun tidur.“Pokoknya sebentar lagi kita akan sampai di rumah. Awas jangan tidur lagi. Kalau nekat tidur, aku akan meninggalkanmu di dalam mobil,” ujar Saga mengingatkan.Starla hanya mampu berdecih pelan. Ia