“Saga!” Starla melambai dan berlari-lari kecil menghampiri Saga. Pria itu kini tengah berdiri di sebuah taman yang tak jauh dari apartemen Starla. “Kamu apa kabar? Aku rindu sekali denganmu,” ujar Starla sambil menghambur ke pelukan Saga. Sedangkan Saga hanya bisa terkekeh dan membalas pelukan Starla. “Masa sih? Serindu apa coba?” Goda Saga. “Pokoknya benar-benar rindu seperti ...” Starla diam sejenak. “Seperti ini.” Starla kembali memeluk Saga dan setelah itu mereka tertawa bersama. “Lagaknya bilang rindu. Tapi sama sekali nggak membawakanku oleh-oleh. Padahal baru saja pulang dari Jepang.” Saga masih terus menggoda. Percayalah, ia tidak benar-benar membutuhkan oleh-oleh. Melainkan Saga hanya tertarik saja menggoda Starla. “Maafkan aku. Aku benar-benar kelupaan. Habisnya Bosku nggak mau mengantarku untuk membeli oleh-oleh di sana.” Starla mulai cemberut ketika mengingat kejadian sebelum kepulangannya dari Jepang. Revanno sama sekali tidak mau mengantar Starla berbelanja, meski
Tidak ada yang ingin Starla lakukan malam ini. Selesai mandi ia hanya makan malam dan menonton TV di dalam apartemennya. Kalau biasanya akan ada seseorang yang mengganggunya secara tiba-tiba, tapi malam ini tidak ada. Dan entah kenapa hal itu justru membuat Starla merasa … kesepian. Benarkah? Kesepian? Kenapa tiba-tiba Starla merasa seperti itu? Tiba-tiba ia teringat kalimat Revanno sore tadi. ‘Nanti malam kamu ada acara?’ Sejujurnya Starla tadi sedikit berharap jika ia menjawab tidak, maka pria itu akan mengajaknya pergi atau kemana. Tapi ternyata harapan memang tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Mungkin lebih baik ia segera tidur saja. Daripada memikirkan hal yang tidak-tidak. Namun, ketika Starla hendak mematikan lampu ruangannya, ia mendengar suara bell apartemennya berbunyi. Starla mengernyit seketika. Siapa? Benaknya bertanya-tanya. *** Revanno melangkah masuk ke Klub milik temannya—Daniel. Ia memang sengaja memilih ke sana daripada ke Klub Ayahnya, karena pasti sang A
“Kamu sudah membuat notulen rapat kemarin, kan?” Tanya Revanno yang tengah berjalan menuju lift.“Sudah, Pak.”“Good. Jangan sampai lupa apalagi salah, karena itu sangat penting.” Revanno segera melangkah ke dalam lift setelah itu di ikuti oleh Starla.Begitu pintu lift terbuka mereka berjalan beriringan menuju ruang kerja mereka. Dan saat Revanno membuka pintunya, ia merasa di kejutkan oleh kehadiran Ayahnya—Marcus“Ayah? Sedang apa di sini?” Revanno segera mendekat.“Hai, Starla. Apa kabar?” Marcus segera berdiri bukan untuk menyambut anaknya, melainkan menyambut Starla.“Baik. Om sendiri apa kabar?” Starla berusaha tersenyum seramah mungkin.“Om juga baik. Kamu—““Ayah!” Revanno segera menyela perbincangan dua orang yang seolah sengaja mengabaikan dirinya. “Sebenarnya ada perlu apa datang ke sini? Aku sibuk dan satu lagi jangan bersikap genit dengan sekretarisku,” bisik Revanno di akhir kalimatnya.Marcus terkekeh. “Oke, nggak akan lagi. Starla bisa tinggalkan Om dan Revanno berdua
“Revanno!” Kepala Starla mendongak ke atas ketika Revanno langsung menghujam masuk ke dalam tubuhnya yang sejak tadi memang sudah sangat basah itu. “Kamu sangat basah sekali, Starla.” Revanno menggerang sembari terus bergerak cepat di atas tubuh Starla. “Sial!” Umpatnya lalu mengangkat kedua tungkai Starla dan meletakkannya di bahunya. “Revanno! Ya ampun!” Starla terus meracau ketika merasakan hujaman Revanno semakin dalam dan cepat. “Aku merindukanmu yang berisik seperti ini,” ujar Revanno sambil terus bergerak. “Ah, ya ampun aku nggak tahan lagi. Revanno—akkhh!” Starla mencengkeram spreinya dengan kuat ketika Revanno semakin menekan di dalam sana. “Sebentar lagi, Starla. Bersama, oke?” Revanno semakin bergerak liar dan cepat. Kedua tangannya memeluk tubuh Starla dengan erat. “Starla!” Erangan panjang dari keduanya menandakan bahwa mereka telah mencapai puncak itu secara bersama. Baik Revanno ma
Revanno segera membuka pintu ruang kerja Kakeknya dan menatap William yang ternyata tengah sibuk membaca buku di sana. Bahkan pria tua itu sama sekali tidak menoleh saat menyadari kedatangan Revanno. “Kek, aku mohon jangan ikut campur ke dalam urusan pribadiku lagi. Aku nggak ingin dan nggak setuju dengan perjodohan ini,” ujar Revanno langsung. William menghentikan aktivitasnya. Ia meletakkan buku yang tadi ia baca ke atas meja lalu melepas kaca matanya. “Kamu ingin membantah permintaanku?” Revanno berdecak. “Bukanya selama ini kakek nggak pernah peduli dengan urusanku. Lalu, kenapa tiba-tiba Kakek jadi peduli? Dan lebih anehnya lagi kakek berani mengusik kehidupan pribadiku.” “Ini yang terbaik untuk kamu, Revanno. Kakek hanya berharap agar kamu tidak bernasib sama seperti Ayahmu!” William mulai meninggikan suaranya. “Selama ini aku baik-baik saja, Kek. Tanpa perjodohan inipun aku juga pasti baik-baik saja. Jadi berhenti mencamp
Starla masih terdiam. Matanya menatap Revanno yang kebetulan juga masih terus menatapnya. “Kamu nggak lupa, kan?” Revanno kembali bertanya memastikan. Starla menggeleng. Hatinya bahkan terus saja berteriak kalau ia tidak mungkin lupa. Sejak pagi saja Starla sudah sibuk mempersiapkan diri. Dan hasilnya siang ini justru Starla sudah tidak tahu ingin mempersiapkan apa lagi. Makanya ia hanya bisa berbaring malas di atas ranjang sembari terus memperhatikan jam. Tapi tidak mungkin Starla mengakui hal itu di depan Revanno. Bisa hilang harga diri Starla. “Katanya nanti sore. Kok kamu nggak bilang kalau berubah jadi sekarang?” Starla masih berusaha bersikap sebiasa mungkin. Revanno terkekeh. “Iya, nanti sore. Aku ke sini hanya untuk memberitahumu saja kalau sekarang aku ada urusan sebentar. Dan karena aku takut nanti nggak bisa menjemputmu. Jadi ... kamu nggak keberatan kan kalau nanti berangkat sendiri. Kita langsung bertemu di sana saja, bagaiman
“Baiklah. Mungkin respon Kakek kamu akan berbeda jika aku yang mengatakannya nanti.”Sial! Revanno langsung mencengkeram kedua lengan Cheryl dengan kuat hingga membuat wanita itu sedikit meringis kesakitan. “Kamu lihat saja, secepatnya aku akan mengakhiri semua ini!” Ucapnya penuh dengan penekanan.Revanno tidak main-main. Ia benar-benar akan segera mengakhiri permainan ini. Permainan yang membuatnya muak sekaligus jengkel.Srmentara itu, Starla masih terus berdiri di jembatan tempat di mana Revanno menyuruhnya untuk menunggu. Berkali-kali ia melirik jam yang sudah berjalan lewat satu jam dari waktu yang telah Revanno janjikan.“Tunggu aku di jembatan pantai pukul 5.”Starla kembali teringat pesan Revanno siang tadi. Tapi ini sudah lewat satu jam dan pria itu belum muncul sama sekali. Starla menatap layar ponselnya di mana pesan yang ia kirim ke Revanno tadi juga sama sekali belum terbaca.Kemana Revanno?
“Siapa yang menyuruhmu untuk menjawab panggilan teleponku, hah?!” Revanno langsung membentak. Seketika semua yang ada di meja makan kini menatap ke arah Revanno dan Cheryl. Tidak. Bahkan bukan hanya yang ada di meja makan Revanno saja, melainkan seluruh orang yang pada hari ini menjadi pengunjung restoran pun ikut menatap heran sekaligus terkejut ke arah Revanno. “Habisnya sekretarismu mengganggu saja sejak tadi.” Cheryl menjawab polos. “Apapun alasanmu, kamu nggak bisa seenaknya begitu saja menjawab panggilanku. Dan aku nggak suka sikap lancangmu saat mengambil ponselku seperti tadi.” Revanno memberikan tatapan tajam ke Cheryl yang sudah tampak takut. “Revanno jaga sikap kamu!” Bentak William. Ia tidak suka cara Revanno berbicara dengan Cheryl. Namun, apakah Revanno akan peduli? Tentu saja tidak. Ia justru sudah merasa semakin muak sekali berada di acara perjodohannya ini. Revanno langsung menepis tangan William yang