Share

Chapter 06 | Gara-gara Kecoak

"Minum dulu, Mas." Clara menyodorkan segelas air dingin kepada Naresh.

Lihatlah! Betapa baiknya wanita cantik itu masih mau melayani suaminya setelah tadi di bentak habis-habisan.

Dengan sisa nafas yang masih tersengal, Naresh meraihnya dan langsung menenggaknya habis. Laki-laki itu beberapa kali menghela nafas kasar.

"Kapan Mama akan sampai?"

"Mungkin sebentar lagi, Mas. Kamu mau mandi dulu atau nanti saja?"

"Nanti saja, aku mau naik dulu ke atas."

Clara menangguk, setelahnya ia memutuskan menuju dapur untuk memasak. Mama Mertuanya sangat baik, ia harus melayani setulus mungkin untuk membalas kenaikannya. Sebenarnya wanita itu juga bingung, sifat suaminya menurun dari siapa?

tiga puluh menit berkutat di dapur, Clara sudah merampungkan masakannya. Masih dengan memakai celemek, ia menata semua masakannya di meja makan.

Tok! Tok! Tok!

"Ah, itu pasti Mama," gumamnya.

Gegas kakinya melangkah menuju pintu dan membukakannya. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan dandanan simpel namun sangat elegan, aura kecantikannya memancar dari dalam.

Anne langsung memeluk menantunya, dia memang sangat menyukai Clara, dan berharap Clara bisa merubah putranya.

"Mari masuk, Mah. Aku sudah masak banyak banget, sekalian kita makan, ya."

"Iya, Sayang. Naresh mana?"

"Mas Naresh lagi di kamar. Sebentar aku panggil dulu."

Anne mengangguk dan langsung mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, sementara Clara menapaki tangga menuju kamarnya. Saat tiba di lantai atas, nampak suaminya sedang berceloteh riang di telepon, bibirnya mengulas lebar, dan matanya juga berbinar.

'Aku tahu kamu mempunyai kekasih, Mas. Aku tidak akan melarang, ataupun meminta kamu untuk meninggalkannya. Namun aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku dengan caraku sendiri,' batinnya.

Clara menghela nafas kasar. Ia harus kuat, jika terus seperti ini suaminya akan semakin menginjak-injaknya.

'Ayo, Clara! Mumpung ada Mama kamu harus pergunakan kesempatan sebaik mungkin,' batinnya lagi menyemangati diri.

"Mas," ujarnya yang langsung membuat Naresh menoleh, "Mama ada di bawah," lanjutnya lagi.

"Ya sudah, Sayang. Nanti aku telepon lagi, ya."

Naresh meletakkan ponselnya ke atas meja, selanjutnya ia beralih pada Clara yang masih berdiri di sana dengan celemek yang masih terpasang di badannya.

"Kamu sengaja nggak lepas celemek buat narik perhatian Mama? Iya?!"

"Hah?" Clara lantas melepas celemek itu dengan bingung.

"Jangan berlagak polos di depanku, Cla! Kamu benar-benar munafik. Pintar sekali kamu menarik perhatian Mama? Kamu berharap Mama akan terkesan, begitu?!"

"Bukan gitu, Mas. Aku lupa buat lepas."

"Halah, alesan. Kamu itu cewek muka dua yang banyak alasan! Aku nggak suka!"

Naresh berjalan pergi meninggalkan Clara yang masih mematung di sana dengan perasaan hancur. Lagi-lagi ia mendapat kata-kata pedas dari Naresh. Kenapa suaminya itu tidak bisa melihat dari sisi baiknya? Selalu saja sisi buruknya yang di lihat.

Clara lantas mengganti pakaian dengan yang lebih layak, setelah memoles wajahnya dengan make up tipis ia memutuskan untuk turun. Nampak di ruang tamu Mama mertuanya tengah berbincang dengan suaminya. Beberapa kali Naresh tertawa, dan itu terlihat sangat manis bagi Clara.

"Sayang, lama banget ganti bajunya? Mama sudah lapar dari tadi cium aroma masakan kamu," ucap Anne.

Clara terkekeh kecil, "maaf, ya, Mah. Ayo kita makan sekarang."

Wanita cantik itu menggandeng tangan Mama mertuanya menuju meja makan, ia juga melayani mertuanya dengan sebaik mungkin. Mengambilkan setiap lauk yang di inginkan oleh mertuanya, tidak lupa juga ia mengambilkan minuman.

Semua itu tidak luput dari pandangan Naresh, tanpa di sadari olehnya bibirnya mengulas senyum tipis. Ada perasaan menghangat melihat sang Mama, Anne, begitu menikmati pelayanan dari Clara.

"Besok kamu masuk kantor, ya, Cla. Mama mau ajarkan kamu sedikit-sedikit, bagaimanapun juga nantinya kamu akan mendampingi Naresh memegang perusahaan."

"Iya, Mah, aku nurut saja."

"Aku rasa nggak perlu, deh. Biar Clara di rumah saja jadi ibu rumah tangga," sahut Naresh.

"Mau jadi ibu rumah tangga atau wanita karir terserah istri kamu, Nak. Mama akan tetap mengajarkan Clara dasar-dasarnya."

"Nanti dia capek, Mah."

"Kerjaan kantor nggak banyak, yang penting Clara tahu dan suatu saat bisa bantu kamu. Kalian ini 'kan akan pegang perusahaan bersama-sama, jadi keduanya harus sama-sama ngerti," jelas Anne yang langsung membuat Naresh mengatupkan mulutnya.

'Sial! Aku 'kan bakal ceraikan Clara, kenapa sekarang malah Mama nyuruh Clara belajar tentang perusahaan,' batinnya sebal.

***

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, semua penghuni rumah sudah masuk kamarnya setelah makan malam. Begitu juga dengan Naresh dan Clara yang malam ini harus berada dalam satu kamar.

"Kamu tidur sofa sana!"

"Iya, Mas."

"Ingat! Jangan ngadu ke Mama."

"Iya, Mas, iya aku tahu."

Wanita cantik itu langsung mengambil selimut di dalam lemari. Huh, dia harus banyak-banyak bersabar menghadapi sikap egois suaminya. Hanya malam ini, besok malam ia sudah bisa menempati lagi kasurnya.

"Argh..!" pekiknya saat melihat kecoak yang tiba-tiba keluar dari lemari.

"Kenapa?!"

"Ada kecoak, Mas. Aku jijik banget. Argh ... Tolongin aku."

Tanpa di sadari, Clara sudah memeluk Naresh dengan kencang. Sementara Naresh masih sibuk mengusir kecoak yang entah datang dari mana, sedangkan tangan kanannya merengkuh erat pinggang Clara.

"Kecoaknya sudah pergi, Cla."

"Beneran?" tanyanya. Ia masih menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Naresh.

"Beneran, coba kamu lihat dulu."

"Nggak mau, nanti kalau balik lagi gimana? Aku punya trauma sama kecoak, Mas."

Naresh membawa tangannya mengelus lembut rambut istrinya, perlahan ia mengurai pelukan dan mulai menarik wajah Clara untuk memandangnya. Wajah cantik yang sejujurnya membuat ia bergetar saat menatapnya, apalagi dengan posisi sedekat ini.

"Kecoaknya sudah nggak ada," ucapnya lirih, "kamu jangan takut lagi, ya," lanjutnya lagi.

Clara mengangguk, kedua tangannya masih melingkar di pinggang Naresh. Kedua insan itu masih saling berpandangan dengan perasaan yang sulit di artikan, ada debaran aneh di dada yang mereka sendiri tidak tahu apa itu.

Wajah keduanya kian mendekat, sampai hanya berjarak beberapa inci saja. Naresh memiringkan kepalanya, kemudian mengecup lembut bibir tipis kemerahan itu.

Manis

Kenyal

Lembut

Rasa yang tidak di dapatkan Naresh dari Bella. Bibir keduanya masih menempel seakan candu, dengan mata yang sama-sama terpejam menikmati waktu yang serasa terhenti.

Ceklek!

Keduanya sama-sama menoleh saat mendengar suara pintu terbuka, terlihat Anne berdiri di tengah pintu dengan senyum lebar.

"Maaf, Sayang, Mama nggak tahu. Kalian lanjutkan saja, ya. Semangat bikin cucu buat Mama!" ucap Anne dan langsung menutup pintu kembali.

"Mama..."

"Ah, Mama pasti salah paham," gumam Naresh.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aswan Said
belum puas membaca langsung pake koin,,, waduhhh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status