Ada kepanikan di dalam hati Elyana ketika menyadari bahwa pria itu adalah David—pria yang bersamanya satu bulan yang lalu.
Waktu itu, Elyana pergi tanpa pamit dari rumah David. Padahal pagi harinya, pria itu melarang Elyana meninggalkan rumah dan berjanji akan mengajaknya makan malam untuk merayakan kesembuhannya. Tapi, Elyana teta pergi dari rumah mewah tersebut. Di siang harinya sebelum Elyana pergi, David mengirim makanan yang sangat lezat untuk dirinya.
Dan sekarang .... 'Bagaimana aku menghadapinya?'
"Eli, ayo!" bisik Nosy sambil menarik lengan Elyana. Ia sedikit mencubitnya agar menyadarkan wanita itu.
"Kau tidak bisa mudur di tengah jalan seperti ini. Uang satu juta dolar sudah kami transfer ke rekeningmu. Jika sekarang berubah pikiran, kau harus membayar tiga kali lipat," ancam Nosy dengan mengeratkan gigi. Ia menarik tangan Elyana, memaksanya untuk berjalan.
Mendengar ancaman dari Nosy, Elyana segera tersadar. Ia melanjutkan langkahnya berjalan menuju altar pernikahan.
Acara yang sakral pun dimulai. Elyana dan pria itu mengucap janji suci pernikahan di hadapan semua orang. Mereka berdiri berdampingan tanpa menatap wajah pasangannya masing-masing.
Setelah selesai menandatangani akta pernikahan yang sudah disiapkan oleh petugas catatan sipil, tanpa permisi, David pergi meninggalkan tempat itu dan meninggalkan istri yang baru dinikahinya. Dari langkah kakinya yang cepat, pria itu terlihat sangat kesal.
Semua orang yang ada di sana merasa kasihan pada Elyana karena ditinggal pergi oleh pria yang baru menimahinya. Tidak terkecuali dengan Alex.
Alex mendekati Elyana, menepuk bahunya sambil berkata, "Kau harus menahan dirimu. Jangan merasa berkecil hati dengan sikap dan perilaku David. Pria itu memang sangat acuh pada setiap wanita. Itulah alasan, mengapa Tuan Darwin ingin menjodohkannya dengan putriku."
"Ya, aku mengerti!" Elyana mengangguk. Sekarang semuanya sangat jelas, pria yang menikah dengannya benar-benar David.
"Duduklah dulu." Alex menarik tangan Elyana agar duduk. "Ada banyak tamu yang akan memberimu selamat. Sekarang, kau adalah putriku. Ya, anggap saja demikian. Kau harus bisa bersikap baik, layaknya putri kandungku," ucap Alex dengan ramah. Namun juga terdengar memerintah.
Ketika tamu semakin banyak, Elyana yang masih memakai tudung di kepalanya, merasa kepanasan. Ia segera melepasnya tanpa mempedulikan apapun lagi.
Dari awal datang ke aula ini, Elyana tidak pernah melepaskan penutup di kepalanya. Bukan hanya karena permintaan Nosy—orang akan melihat wajah jelek Elyana—tapi juga karena takut David akan mengenali dirinya. Tapi sekarang, David sudah tidak ada di tempat ini, ia bisa bebas membuka penutup kepala tanpa takut lagi.
Ya, David memang sudah tidak ada di tempat acara, tapi ... Felix dan Asisten Edwin masih ada di sana.
"Apa wanita itu adalah Elyana si wanita jalanan itu?" tanya Felix pada Edwin ketika melihat wajah Elyana tanpa penutup.
Edwin hanya terdiam sambil memperhatikan wajah Elyana yang terlihat ada tahi lalat di pipinya, namun tersamarkan oleh make up yang sangat tebal.
***
Setelah meninggalkan aula hotel—tempat acara berlangsung, David bergegas pergi ke lantai dasar menggunakan lift. Ia terus berjalan dengan langkah cepat menuju tempat parkir, dan segera mengendarai mobilnya meninggalkan gedung hotel tanpa memperdulikan perasaan siapapun, termasuk perasaan wanita yang baru ia nikahi.
Di dalam mobil, David melajukan kendaraannya tanpa arah tujuan. Tangannya terkepal erat sambil memegang roda kemudi. Mata elangnya menatap tajam ke arah depan dengan ekspresi wajah yang sangat dingin.
David merasa kesal dengan apa yang terjadi hari ini. Ia terpaksa menikah dengan wanita yang belum pernah ia temui sebelumnya. Dan nama wanita itu ... sama persis dengan nama wanita yang ia benci. "Elyana!"
"Aish, sial!" makinya sambil memukul roda kemudi.
Tadi, ketika di altar pernikahan, setiap kali David mendengar nama Elyana disebut, hatinya terasa sakit dan perasaannya sangat kecewa. Nama wanita yang menikah dengannya itu mengingatkannya pada seorang wanita yang pernah hidup bersamanya selama satu minggu.
Namun, walau sama-sama bernama "Elyana", mereka orang yang berbeda. Karena, dari kartu identitas yang pernah David lihat di dalam kopernya waktu itu, Elyana yang bersamanya berasal dari kota Lyon, bukan putri tunggal dari rekan bisnis ayahnya—Alex Danu.
"Bagaimana bisa di dunia ini ada kesamaan yang menyebalkan seperti ini?" ucap David masih dengan penuh kekesalan.
David tidak pernah lupa, satu bulan yang lalu ketika Elyana masih berada di rumahnya, ia sudah menyiapkan acara makan malam yang romantis untuk mereka berdua. Ia pun sudah menyiapkan sebuah buket bunga di dalam mobil untuk Elyana. Tapi, wanita itu malah pergi meninggalkan rumahnya begitu saja. Bahkan, wanita itu dijemput oleh seorang pria. Hati pria mana yang tidak akan tersakiti dengan hal seperti itu?
"Arghhh ... brengsek!" maki David lagi, seolah belum puas. "Bagaimana bisa, aku menolong seorang 'wanita jalanan' yang tidak tahu berterimakasih seperti Elyana?"
Ketika David ingin memaki lagi, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel dari saku jasnya. Ia menghiraukan panggilan itu, tidak berniat melihatnya. Namun setelah beberapa detik berhenti, suara dering ponsel itu kembali terdengar.
"Siapa yang berani menggangguku?" ucap David dengan kesal.
David masih mengendarai mobilnya, satu tangan mengambil ponsel dari dalam saku jas, dan melihat nama yang tertera di sana.
Di layar ponsel itu terlihat panggilan masuk dari Felix.
"Mau cari mati? Beraninya menggangguku!"
David segera menekan tombol merah, lalu menonaktifkan ponselnya.
Bukan hanya menolak panggilan masuk dari sahabatnya, tapi juga tidak membiarkan siapapun menghubunginya lagi.
Setelah dinonaktifkan, ponselnya dilempar ke kursi belakang tanpa berpikir panjang lagi. David hanya ingin melenyapkan sesuatu yang mengganggunya.
Ya, saat ini, orang lain memang tidak ada yang berani mengganggu Tuan Muda David, tapi Felix, punya alasan yang kuat untuk terus mengganggunya dan terus menghubunginya.
***
Di Aula gedung hotel tempat cara berlangsung, Felix sangat gelisah sambil memegang ponselnya. Ia duduk bersama dengan Edwin yang juga berekspresi sangat buruk.
"Bagaimana ini? Ponselnya sudah dinonaktifkan. Kita tidak bisa lagi memberitahu David bahwa Elyana adalah wanita yang baru saja dia nikahi," ucap Felix pada Edwin. Ia masih terkejut, menatap Elyana dengan gelisah.
"Coba, Tuan kirim foto nona Elyana ke Tuan David sekarang," perintah Edwin dengan serius.
"Bagaimana bisa mengirim fotonya ke David? Aku bilang, ponselnya mati. Percuma saja kita mengirim pesan apapun padanya. Tidak akan dibuka pula." Felix melipat kedua tangannya di depan, keningnya mengerut sambil menatap Edwin dengan heran.
"Jika kita mengirim foto Nona Elyana sekarang, nanti Tuan David bisa melihatnya setelah ponselnya diaktifkan. Sekarang, cepat potret Nona Elyana!" Edwin tetap saja memaksa. Ia masih duduk sambil memperhatikan istri majikanya yah ada di depan sana. Ia takut wanita itu akan menghilang lagi jika sampai dirinya lengah.
"Aish, kau!" Felix menatap Edwin dengan tajam. Tidak mengerti dengan jalan pikiran asisten pribadi David ini.
"Mengapa tidak kau saja yang mengirim foto Elyana pada David? Bukankah David adalah bosmu? Mengapa malah aku yang kau perintah?' tanya Felix sedikit kesal. Namun Edwin tidak mempedulikan ucapannya.
"Cepat, Tuan Felix! Potret Nona Elyana sekarang, sebelum dia pergi meninggalkan tempat ini," perintah Edwin lagi memotong lamunan Felix. Dari nada suaranya, Edwin sangat tidak sabar.
"Edwin! Kau berisik sekali! Ya ... ya ... ya, aku akan memotretnya sekarang. Puas?" Felix segera mengambil ponselnya, lalu mengarahkan kamera ponsel ke tubuh Elyana yang mengenakan gaun pengantin di depan sana.
Klik!
Satu foto sudah didapatkan. Felix segera mengirim foto itu ke kontak David.
"Sudah! Tuh, lihatlah!" ucap Felix sambil mengarahkan ponsel ke wajah Edwin.
"Sudah! Tuh, lihatlah!" ucap Felix sambil mengarahkan ponselnya ke wajah Edwin. Jarak dari ponsel ke wajah Edwin sangatlah dekat, hingga pria itu mundur ke belakang untuk menghindar. "Ya, Tuan! Tapi maaf, singkirkan ponselnya dari wajah saya!" Edwin memiringkan tubuhnya ke belakang, menghindari tangan Felix yang semakin lama semakin mendekat. "Aku hanya khawatir, kau tidak bisa melihatnya dengan jelas. Coba, lihat satu kali lagi. Kelihatan atau tidak?" Felix masih mempermainkannya. Membuat Edwin semakin memiringkan tubuhnya ke belakang. "I-iya, Tu-Tuan! Saya sudah melihatnya. Ahhhhh—" Tiba-tiba, terdengar suara gaduh diiringi tubuh Edwin yang terjungkal ke belakang bersama dengan kursi duduknya. Semua orang segera menoleh untuk melihat keributan itu. Edwin berbaring di lantai dengan kaki yang mengacung ke atas, karena kursinya masih diduduki. Ia segera menatap kiri dan kanan, melihat semua orang sedang memperhatikan dirinya.
"Pergi ke mana, Elyana?" tanya David dengan perasaan tidak enak. Ia khawatir akan kehilangan wanita itu lagi. "O, iya! Dari mana kau tahu bahwa Elyana sudah pergi? Jangan-jangan, kau menguntit Elyana di hotel?" tuduh David pada Edwin. Tuduhan itu membuat Edwin tidak enak. "Tuan! Jika sekarang saya tidak mengikuti Nona Elyana, mungkin Anda akan segera membunuh saya. Sekarang, taksi yang ditumpangi Nona Elyana mengarah ke jalan selatan. Saya masih menguntit taksi mereka dari belakang," jawab Edwin dengan berani. Ia tidak ingin dituduh sebagai penguntit oleh majikannya, karena itu terlalu kejam. "Hah? Jalan selatan?" tanya David dengan pelan. Juga merasa lega karena asistennya sedang mengikuti taksi yang ditumpangi oleh Elyana. "Ya, Tuan! Taksi Nona Elyana berjalan menuju jalan selatan." Edwin masih memegang roda kemudi dan menggerakkannya dengan lincah. Walau mata tertuju pada taksi yang ada di depan mobilnya, namun telinga tetap fok
Eyana merasakan jantungnya berdetak kencang ketika mendengar ucapan David tentang "Membuat perhitungan dengannya". Seolah ada sebuah hantaman yang sangat keras di dalam dadanya membuat napasnya terasa sesak dan berat. Apa yang harus Elyana lakukan? Elyana menarik napas panjang, berkata pada David, "Baik! Besok siang, kita bertemu lagi untuk membicarakan masalah ini. Sekarang aku lelah, ingin pulang ke rumah untuk istirahat. Bisa, kan?" Lebih tepatnya, Elyana ingin mencari hotel terdekat untuk dirinya menginap. Tidak mungkin Elyana pulang ke rumah Alex dan istirahat di sana, kan? Toh, ia hanya seorang pelayan di rumah keluarga Danu, bukan benar-benar putri mereka. David bersikap acuh. Ia tidak menjawab perkataan Elyana hingga mereka keluar dari gedung rumah sakit. Itu membuat Elyana merasa lega. "Sampai bertemu besok Tuan David! Hati-hati di jalan," ucap Elyana dengan melambaikan tangan ketika mereka sudah berada di luar.
Elyana bergidik ngeri ketika David terus menggosok pipinya dengan jari yang sudah diludahi. Ia segera menarik tangan David agar menyingkir dari wajahnya. "Sudah hentikan! Lepaskan aku." Elyana sudah tidak tahan lagi. Ia memberontak, berusaha melepaskan diri dari pria itu. Tapi David tidak mendengar. "Diamlah, sedikit lagi!" ucap David masih dengan memegang wajah Elyana. Setelah menggosok dua kali, barulah ia melepaskannya. "Nah, sudah bersih!" "Hah?" Elyana terdiam sambil melihat pria itu. David membersihkan tahu lalat yang sudah dirinya buat. Ketika Elyana akan berbicara pada David, terlihat Alex dan istrinya sudah berdiri di halaman rumah sambil menatap mereka yang masih berada di dalam mobil. Elyana dan David pun tidak membuang waktunya lagi, segera turun dan berjalan menghampiri kedua orang tua Isabel. Nosy berdiri sambil melipat kedua tangan di depan, menatap Elyana—yang berj
Di dalam kamar Isabel, Elyana melihat koper berwarna merah muda miliknya sudah ada di atas tempat tidur. Di dalam koper itu sudah ada pakaian milik Isabel, juga sepatu dan tas yang sangat bagus. Semua itu Nosy siapkan untuk Elyana demi menjaga citra baik keluarga Danu. "Dasar orang kaya tidak tahu diri. Hanya pakaian seperti ini saja, aku tidak buruh!" ucap Elyana dengan kesal. Elyana segera membalikkan kopernya, menumpahkan semua barang-barang itu ke lantai. Ia tidak menyisakan barang sedikitpun di dalam kopernya. Elyana merupakan nona kedua di keluarga Louis, sudah terbiasa hidup mewah sejak kecil, dan hidupnya tidak pernah kekurangan. Ia sama sekali tidak membutuhkan barang-barang bekas seperti ini. Jika mau, kapanpun, ia bisa membeli semua barang mewah yang lebih bagus dari ini. Bukan karena ada uang satu juta dolar di rekeningnya—pemberian dari Alex, tapi karena uang di rekeningnya sangatlah banyak. Setelah kopernya kosong, Elyana segera me
"Apa?" Pintu kamarnya dibuka kembali oleh David. "Apa yang kau katakan barusan? Elyana dirawat di rumah sakit? Kenapa?" David mengulangi ucapan Edwin. Ia tidak mengerti dengan perkataan asistennya tentang Elyana. "Iya, Tuan!" Edwin membenarkan. "Dari tadi, Tuan Felix sudah menghubungi Anda, namun tidak ada jawaban." David segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya, lalu melihat sepuluh panggilan tidak terjawab dari Felix. "Dua puluh menit yang lalu?" David mengerutkan kening, lalu menghubungi Felix kembali untuk memastikan ucapan Edwin barusan. "Aish, sial! Apakah ini balas dendam, dia tidak mengangkat panggilan dariku!" ucap David kesal ketika mengetahui Felix tidak mengangkat panggilan teleponnya. "Maaf, Tuan! Tadi, Tuan Felix berpesan, Anda jangan mengganggunya malam ini. Tuan Felix ingin tidur sambil memeluk istrinya. Masalah Nona Elyana, dia sudah mengirim pesan singkat pada Anda, di rumah sakit mana Nona El
Mendengar David sudah berjanji, Daniel pun merasa lega. Ia tidak ragu lagi untuk menceritakan semuanya pada suami Elyana tersebur. "Mungkin, kau pun sudah tahu sebelumnya, bahwa kalian berdua akan dijodohkan. Demi terhindar dari perjodohan itu, Elyana memutuskan untuk kabur dari rumah dengan meminta bantuan aku dan Arani. Setelah orang di rumahnya tahu bahwa aku membantu Elyana melarikan diri, tidak hanya membuatku terluka hingga harus dirawat di rumah sakit, juga membuat ayahku bangkrut. Begitu pun dengan Arani. Setiap hari, Arani didatangi orang suruhan keluarga Elyana, dan pada akhrinya, Arani pun menerima tindak kekerasan dari mereka hingga masuk rumah sakit karena tidak mampu membuat Elyana kembali pulang ke rumahnya. Itulah alasan mengapa saat ini aku ingin Elyana menjauh dari kami. Aku tidak ingin hal buruk terjadi lagi pada kami jika masih dekat dengan Elyana," jelas Daniel dengan perasaan berat. Sebenarnya, Daniel pun tidak ingin memutus persahab
Di ruang direktur perusahaan Demino, David duduk di kursi kebesarannya sambil menatap pria lusuh yang ada di hadapannya. Jari-jari rampingnya terus memijat pelipis mata yang mulai teras tega. Tiba-tiba, dari pintu masuk, Edwin datang dengan membawa koper yang sudah dibersihkan itu lalu membawanya ke hadapan David. Setelah itu, Edwin kembali ke belakang dan berdiri di samping pria lusuh yang tadi ia bawa. "Tuan, pria ini yang memungut koper milik Nona Elyana dari belakang!" jelas Edwin pada David sambil menunjuk pria di sampingnya. Pria lusuh itu terlihat ketakutan dan kedua kakinya mulai bergetar hebat. "Maaf, Tuan! Saya hanya pemulung yang biasa mengambil barang bekas dari bak sampah. Saya tidak tahu bahwa barang ini bukan barang buangan. Jika saya tahu, saya pun tidak akan berani untuk mengambilnya," ucap pria itu dengan perasaan takut. "Sekarang, mana semua barang yang ada di dalam koper?" tanya David dengan tegas. Sama sekali tidak menunju