Share

34

Harsa

Hari ini aku sengaja langsung bertemu papa budi, sekaligus di temanin budi juga, ada hal lain selain check up yaitu mau lebih tau lebih dalam tentang nia dari test kepribadian yang di lakukannya kemarin.,

“ini hasil tentang partner kamu” ucap papa budi kasih lembaran berkas.

“dan ada kabari baik untuk kondisi kamu,”

“saya nyatakan gak perlu obat penurun hormon,.”

“serius om??” angguk senyum, kabar baik yang aku tunggu-tunggu.

“jadinya harus perlu treathment lagi?”

“Kalau di bilang butuh, masih butuh, kalau di bilang gak perlu yang bisa juga”

“kalau tidak mau threatment lagi, harus banyakin kegiatan di luar kantor, jalan-jalan, atau sejeninsnya. yang penting ”

“oh ia, ada penyebab libido kamu selain genetic, yaitu tekanan psikis kamu, mungkin jabatan yang kamu emban sekarang membuat kamu tertekan” ucapan papanya budi benar-benar tepat adanya.

“jadi selama kamu bisa lepasin beban itu, dan sibukin diri berbagai aktifitas normal, kamu akan sembuh dengan sendirinya.” jelasnya

“jadi keputusan di saya sendiri yah? Dan kalau di rumah sakit bisa di bilang rawat jalan?” angguknya senyum,

“bijak kan bokap gue?”

“ya lah, beda sama lo” aku meminta berkas aku dan punyaku untuk di baca di kantor, untungnya papanya budi kasih semua. karena yang aslinya harus tak boleh di bawa pulang.

Sesampainya di kantor, aku langsung baca hasilku terlebih dahulu. Dan selanjutnya punya nia. kalau punyaku sendiri bisa di bilang delapan puluh persen benar, kepribadian.

Awalan sama seperti kemarin, tapi ada dua lembar lagi, hasil dari test dan penjelasnnya, aku gak begitu paham karena aku langsung ke inti penjelasannya. Yang mengatakan, dia sedikit keras kepala, ambisius ingin menjadi pusat perhatian, mudah terbawa lingkungan yang baru.

Dan salah satu yang sedikit menyentil, nia mempunyai fantasi sendiri dalam urusan sex, tapi tak detail itu hanya garis besarnya aja. aku terdiam sejenak membayangakan nia semakin hari semakin agresif dan tak menolak apa yang aku pinta.

“bisa jadi, dia gak nolak di ajak anal sex lagi” gumamku.

“tapi rahasia biarkan jadi rahasia,” ucapku langsung merobeknya dan langsung buang ke tempat sampah.

Pagi nya aku mendadak ke kantor papa. Atau bisa di bilang induk perusahaan lainya. dan tentunya perusahaan ini papa yang pegang. rasanya udah lama banget gak kesini, tepatnya setelah si harsa pergi dari rumah,

“paaa, harsa udah di depan” ucapku sambil ketuk pintu kantornya.

“masukk” ternyata bukan hanya papa, tapi ada mama juga disana, aku langsung duduk berhadapan dengan papa. Pasti ini masalah soal kabar burung sampai terdengar di telinga papa mama.

“baca ini!” pintanya kasih berkas yang di ipad.

Aku langsung shok dan terdiam, karena itu berkas soal threatment yang pertama. Tak sampai situ, ternyata ada lembar berikutnya foto berkas yang aku sobek kemarin dan buang di tempat sampah. Tapi tak ada hasil berkas punya nia, hanya aku aja.

“kenapa gak bilang ke papa sama mama harsaa?” ucap mama sepertinya ikut tertekan.

“maaf pa ma” ucapku menghela nafas panjang.

“jadi ini benar semua?” angguk aku pelan

“tapi harsa udah lima puluh persen sembuh, pa ma..” jawabku.

“tapi itu gak membantu, kabar ini sudah sampai ke lain, dan ada yang membuat kabar kamu mempunyai kelainan seksual” ucap papa

“besok pagi disini ada rapat tertutup, kamu akan tau hasilnya. Papa gak bisa banyak membantu banyak” mama pegang pundaku dan sedikit elus punda papa agar lebih tenang.

Papa sama mama gak banyak soal threatment yang aku lakukan, karena semua udah terlambat. Aku yakin papa menahan emosinya soal ini. Biasanya dia selalu to the point ke masalahnya.

Papa mulai menahan emosinya di mulai sejak pertengkaran hebat dengan hara, dari sana papa sedikit berubah. Sampai emosinya tenang baru berbicara empat mata. Mama juga ikut coba mencairkan suasana. Itu yang di lakukan papa ke anak-anaknya sekarang,

“kamu boleh keluar. pembicaraan cukup sampai sini” ucap papa berdiri sambil melihat keluar jendela,

“kamu pulang aja dulu, papa masih sedikit shok aja karena soal berkas soal kamu” ucap mama pelan

“ini bukan soal jabaatan, tapi nama keluarga” ucap mama

“iah ma harsa paham,”

Aku merasakan firasat yang tak enak, ini pasti ada hubungan dengan orang dalam, Tapi aku masih yakin bukan nia melakukannya karena dia orang yang dapat di percaya, aku langsung balik ke kantor untuk kasih soal masalah ini.

Saat sampai nia tak ada ruangan, harusnya jam segini dia ada ruangan. Tetapi ada office girl yang masuk kedalam, padahal bukan waktunya.

“suruh siapa kamu masuk?” tegurku melihat tag name beranama sherly. sedang berada di meja nia dan sedang menyapu.

“maaf pak saya sudah izin bu nia, tadi“

“nia?”

“iah, saya selalu izin kalau mau bersihin ruangan, pas pak harsa gak ada.”

“sekarang dia dimana?”

“saya tadi lihat sedang berbicara dengan pak rudy di ruangannya” ucapnya meyakinkan. dengan firasat yang benar-benar tak enak.

“maaf pak, saya permisi” lanjutnya keluar dari ruanganku membawa perlengkapan bersih-bersihnya.

aku langsung mengecek satu persatu mejaku, tapi tak ada apa-apa, tak ada lat sadap atu sejenisnya, dan aku ccek meja kerja nia.

“ini flashdsik nia” aku rasanya penasaran dengan isinya, aku langsung buka

“inii slide yang sama kayak kasih soal aku, termasuk hasil terapi”

“gak mungkin yang melakukannya”

“braaaaakk” aku memukuk meja cukup keras.

“ini semua kerjaan nia?”

“aaahh” kepalaku langsung pusing memikirkannya, tapi aku gak berasumsi sendiri, ini bisa jadi barang bukti, yang jelas aku harus bertemu nia untuk meminta penjelaskan flashdisk ini.

aku langsung ke gedung tempat rudy berada, dan benar nia sedang ada di dalam, pintunya sedikit terbuka aku bisa lihat nia berdiri agak jauh, tapi tak terlihat rudy disana.

“terima kasih, berkat kamu, semua berjalan lancar” ucapnya, buat tubuhku merinding dari ujung kaki ke ujung kepala,

“ya pak, sama-sama” ucap nia, buat aku menelan ludah sendiri, aku lari kembali ke kantor, aku benar-benar butuh penjelasan ini ke nia, tapi aku masih belum percaya nia orang sebenarnya si duri

“SIAAAALLLLLLLLLLL” teriakku saat di luar gedung, banyak karyawan yang melihatku, tapi aku gak perduli sama sekali. aku berharap ini mimpi buruk….

***​

Mada-

Ada mobil terpakir di depan kontrakan, jenisnya mobilnya sedan mercy. Gue seperti gak asing sama ini mobil. Karena mirip mobil papa Tapi gak mungkin papa kesini, atau juga mama. Gue langsung mundur perlahan karena belum siap ketemu mereka seperti ini.

“haarrrrrraa” teriak iwan yang keluar dari mobil, iwan tak sendiri melainkan dengan orang yang gak gue kenal sama sekali.

“sini sebentar” gue cuman berdiri sampai mereka berdua berdiri depan gue.

“takut amat har, yang mau di culik aja” celetuk iwan.

“silakan om, ngomong langsung sama hara”

“gue mada, bukan hara”

“ya apalah itu, silahkan om” lanjutnya buat gue semakin bingung.

“apa kabar hara?” ucapnya langsung ajak salaman, gue langsung salaman. Karena gak sopan juga kalau gue menolaknya.

“kamu lupa ya sama om?”

“ia hehe, lupa”

“saya roni teman papa kamu, ingat?” gue semakin gak ingat karena teman papa banyak.

“lupa om, hehehe”

“dulu anak om sama kamu seumurann pas TK, ingat?” gue sedikit samar-samar ingat tapi tetep.

“sedikit hehe,”

“gak ingat juga gak apa-apa kok, om kesini di suruh papa kamu, dan mau kasih tau kamu, kalau kamu boleh pulang kapan aja, “

“semua fasilitas yang di tahan papa kamu sekarang kamu boleh gunain”

“haaaa~~~~percuma om”

“aku belum waktunya pulang, lagian kalau papa ngomong begitu, harusnya papa ngomong langsung” entah rasanya itu yang mau aku rasain,

“apa dengan papa kamu bicara langsung, kamu pulang?” tanya om roni. itu buat gue terdiam

“belum tentukan?” tannya senyum.

“tapi om kenapa jadi driver?” aku ingat di awal om roni bilang jadi rekan bisnis papa, tapi sekarang pakaian seperti driver.

“om kerja sama papa kamu saat ini, jangan sungkan panggil nama atau apa boleh” ucapnya senyum.

“ngak lah tetep harus panggil om”

“ini ponsel buat hubungin om kalau minta jemput atau mau pulang ke rumah” ucapnya kasih sebuah ponsel yang masih terbungkus.

“kamu tinggal pakai, kontak om ada disana, jadi jangan sungkan panggil om kalau butuh bantuan” jelasnya. Mau gak mau gue terima pemberian ponselnya.

Gue langsung ajak ke kontrakan, sediain seadanya karena memang isinya gak ada apa-apa Cuma air putih sama biscuit bungkusan seribuan yang kemarin gue beli di pasar.

“wah gak usah repot-repot har, om cuman mau kasih itu aja” ucapnya.

“gak apa-apa om, “

“maaf om, aku masih gak percaya om bisa jadi driver papa sekarang,” aku mulai ingat om roni yang sering main ke rumah Bersama keluarganya setiap minggu. Tapi setelah masuk SD gak pernah ketemu lagi sama om roni sampai sekarang.

“om juga gak percaya kamu berubah drastis dari penampilan kamu juga” balasnya tertawa.

“panjang kalau di certain, yang jelas om dan keluarga sudah cukup jadi driver keluarga kamu untuk sekarang” lanjutsenyumnya sambil tepuk Pundak.

“tapi jauh om dari rumah ke sini?”

“setiap satu minggu atau kerjaan gak ada om pulang kok, lumayan jauh dari sini juga rumahnya”

“oh ya dimana?”

“ya sekitar daerah sini, kalau om sebutin kamu gak bakalan mau telepon kalau butuh” ucapnya tertawa kecil,

“ya, tapi tetep aku gak mau pulang, belum waktunya”

“tapi pernnikahan kakak kamu satu bulan lagi loh, acaranya gak jauh dari sini kok,”

“aku tau gedungnya, soalnya pernah kirim barang kesana beberapa kali”

“dan?”

“dan apa om?”

“ketemu sama kakak kamu?”

“ngak, aku disana kan kuli panggul, jadi gak bakalan mereka kenalin aku”

“sebelas dua belas ya kamu sama papa kamu, om gak bisa maksa, cuman informasi soal itu aja,”

“oh ia, om gak bisa lama, soalnya mau ke papa kamu,”

“dan jangan lupa simpan nomor om, om tunggu, “ ucapnya langsung menghabiskan air putih dan langsung ke mobilnya.

“kita balik om?’ tanya iwan yang makanin biskuit yang harusnya buat om roni.

“iah pulang”

“kita pamit hara,, ingat satu bulan lagi kak yua nikah, gue tunggu, ituu kesempatan emassss” ucap iwan masuk ke dalam mobil.

Gue cuma kasih lambaian tangan, saat mobil sudah menjauh, Walau kata-kata om roni benar adanya, gue masih belum mau. Di tambah semua berharap gue datang pas acara kak yua nikah. Itu semakin hati gue bimbang,

Apa mungkin papa yang lakuin apa pun demi gue datang ke pernikahan kak yua, andai gue datang pasti hanya buat buah bibir buat kolega papa yang lain.

Tap jujur rasanya gue mau dengar papa ucap itu langsung di hadapan gue, dan gue merasa menang selama ini, tapi gak di punggkiri ucapan om roni ke gue, yaitu gue sama papa sama – sama KERAS KEPALA, jadi gak mungkin bisa bicara langsung seperti tadi.

“ohh tuhaann, kenapa rasanya begitu bimbang” gue lihatin langit gelap,

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status