Mungkin keputusan Lizzie untuk menginap di kediaman Daxon di weekday bukanlah hal yang bijaksana. Namun semua sudah terlanjur berlalu dan yang tersisa hanyalah rasa sesal. Lizzie mungkin memang bahagia dan menikmati kebersamaannya, walau keesokan paginya leher dia pegal. Bukan karena eksploitasi seksual di malam hari, tapi lebih pada dia ketiduran di bahu Daxon yang saat itu memeluknya. Posisi mereka memang terbilang romantis, tapi rupanya posisi itu pula yang menyebabkan mereka pegal-pegal di keesokan harinya.Ini bisa dibilang adalah kali pertama dalam waktu yang terbilang sudah lama berlalu tatkala Lizzie terbangun dalam pelukan seorang pria tanpa hubungan seks sebelumnya. Sensasi yang dia dapatkan sangatlah asing tapi tidak seburuk yang dia bayangkan.Pagi ini, Lizzie juga diantar pulang langsung oleh Daxon mengingat dia ad akelas pagi. Mobil yang dia gunakan adalah Maserati. Tentu saja jenis yang lagi-lagi mencolok.“Aku bersenang-senang semalam,” ungkap Lizzie terus terang. Seny
Cat abu-abu dan biru tercecer diatas kanvas. Kali ini Lizzie sedang mencoba menciptakan pemandangan di bawah laut. Itu memang sedikit tidak biasanya, tapi entah kenapa Lizzie jatuh hati pada sebuah film documenter yang sempat dia tonton tentang kehidupan laut saat dia berada di kediaman Daxon. Dari semua mahluk, dia menganggap ubur-ubur adalah yang paling menarik.Untuk sekarang Lizzie telah berhasil membuat background di kanvasnya, sedikit banyak sesuai dengan ingatannya dan beberapa ornament sesuai imajinasi dan mulai sedikit demi sedikit membuat sketsa ubur-ubur yang akan dia timpa dengan warna lagi. Saat itulah Mina memperhatikan dari sofa, buku-bukunya terlempar ke samping dan catatannya berserakan di lantai. Hujan rintik sedang terjadi, makanya Lizzie berada dirumahnya alih-alih melukis di luar dan merasakan hembusan angin dan terik matahari.Ketika bentuk ubur-ubur telah mulai terbentuk. Gadis itu bersandar, dan menilai bahwa semuanya sudah cukup baik. Dia memberikan jeda wakt
Levin sudah berada dibelakang, bergegas untuk mengisi ruang kosong di sebelahnya. Lizzie hanya bisa memutar mata, berjalan menuju ke salah satu permainan tembak menembak yang kebetulan paling dekat dengan posisinya. Dia mengeluarkan kartu dan menggesekan benda itu pada mesin. Levin juga melakukan hal yang sama, sehingga kini mereka berdua berdiri sejajar disana.“Jangan jadi brengsek, dan tahu dirilah,” kata Lizzie sementara Levin hanya terkekeh. Permainan dimulai dan mereka berdua sama-sama melewatkan adegan pembuka dan langsung masuk ke misi. Keduanya mulai membidik dan bekerja. “Aku menyelamatkan hidupmu bangsat, kau hanya menghalangi permainan.”Levin mengerang saat dia mengisi ulang dan terus menembak tak tentu pada setiap zombie yang muncul di monitor. “Terserahlah, tapi serius. Bisa kau beritahu aku siapa yang mengantarmu waktu itu?”“Bukan urusanmu. Dia temanku, oh shit—fuck you zombie!” ujar Lizzie ketika zombie yang harus dia hadapi makin banyak.“Friends with benefit?” Levi
“Aku tidak akan melakukan tindakan abusive padamu.” Daxon mencibir tatkala mengatakan idenya pada Lizzie. Hanya saja gadis itu tidak habis pikir dengan gagasan si pria yang menurutnya jauh daripada ekspektasi yang dia bayangkan. Padahal Lizzie menunggu-nunggu sekali pertemuan mereka. Tapi yang dia lihat dan dapatkan justru berbanding terbalik. “Pet play bukan tentang hal abusive. Tapi lebih kepada kepercayaan terhadap patner. Memberikan kendali penuh kepada pasangan, mendapatkan pujian. Kau tidak mempermasalahkan hal ini sebelumnya, jadi aku pikir ini saat yang tepat untuk memperkenalkan ide ini kepadamu.” Lizzie langsung memerah. Bagaimana mungkin pria itu tiba-tiba saja membahasa soal ini di muka umum? “Fine! Tapi aku tidak mau menggunakan aksesoris ekor di pantatku.” Seorang pramusaji yang kebetulan lewat sempat tersentak dan menatap mereka berdua dengan pandangan terkejut, mukanya memerah. Untungnya baik Lizzie maupun Daxon tidak terlalu memperhatikan sekitar sehingga dia tidak
Lizzie berusaha sekuat tenaga menahan dirinya sendiri untuk tidak memohon kepada Daxon untuk menyentuhnya lebih intim. Namun dengkuran halus dari Lizzie dan deru napasnya yang memberat sudah cukup menjadi petunjuk bagi si pria dewasa untuk berbuat lebih. Dia menyentuhkan jarinya dengan lembut untuk membelai celah dari bagian dirinya yang menimbulkan erangan panjang dari si gadis yang telah cukup gemetaran dibawah kendalinya. “Oh, lihat dirimu my kitty. Kau sangat membutuhkan sentuhanku ya?” ujar Daxon lembut ujung jemarinya masih memainkan bagian yang mulai basah tersebut. Lizzie mencoba menahan desahannya karena sentuhan ringan namun intens tersebut dibagin dirinya yang paling sensitif. Lizzie hanya dapat memberikan respon dengan anggukan atas ujaran Daxon kepadanya beberapa saat lalu. Nyaris tidak mampu membentuk kata-kata dengan benar karena isi kepalanya kosong melompong. Daxon mulai semakin berani, memasukan jemarinya ke dalam dengan pergerakan yang pelan tapi intens. Lizzie h
Tangan Daxon yang kuat mendarat pada pinggul Lizzie yang bulat, dengan hati-hati memijat ototnya. Lizzie merengek, tekanan yang dia dapatkan dari tangan Daxon membuat bagian dari benda kecil di dalam dirinya menggesek ia. Kemudian dia mulai merasakan adanya tarikan, secara perlahan sebelum merasakan benda itu keluar sepenuhnya dari sana. Lizzie menghela napas lega, lantaran terbebas dari benda itu. Secara tidak sadar menyandarkan kepalanya di lengan Daxon. Lizzie sedikit merintih dalam pelukannya tatkala Daxon mengusap kulitnya yang mulus. “Fuck, Lizzie. Kau harusnya lihat bagaimana dirimu sendiri sekarang,” gumam Daxon. “Bagian dirimu sudah mengemis minta dimasuki. Sangat seksi.” Daxon merobek bungkusan kondom dengan giginya mengeluarkan bagian tubuhnya yang telah mengeras dalam satu gerakan. Lizzie memperhatikan segala upaya persiapan yang pria itu sedang lakukan, sementara tubuhnya sendiri masih gemetaran. Daxon mengusap bagian dirinya yang telah basah, seolah memastikan bahwa Li
Permainan panas yang berepetisi membuat Lizzie jatuh lemas di atas kasur. Dia terlalu lelah untuk menanggapi permainan Daxon, seluruh tubuhnya sudah tidak berdaya dan terlalu lemah. Rasa pegal mulai terasa di seluruh tubuh, terutama dibagian pinggang ke bawah. Untungnya Daxon membiarkan dia meringkuk, membenamkan wajahnya pada bantal sementara si Om sendiri meninggalkan dirinya dan memilih pergi ke kamar mandi.Hanya perlu kurang lebih dari dua puluh menit, Daxon sudah berdiri di dekat pintu kamar mandi mengenakan piyama tidur dengan senyuman yang segar di wajahnya. Dia menjauh dari kusen pintu dan kembali menuju kearah Lizzie yang terbaring ditempat tidur. Tidak mampu sedikit pun untuk menahan diri agar dia tidak menyentuh Lizzie sama sekali. Jemarinya yang gatal menyapukan rambut Lizzie yang basah oleh keringat. Senyuman mengembang dari bibir gadis itu.Dia menarik selimut ke atas bahu Lizzie dan menyelimutinya dengan penuh kasih sayang. Menatap gadis itu lekat-lekat, betapa senangn
Ucapan syukur datang lebih cepat daripada perkiraan dan diantara tugas akhir dari mata kuliahnya sekarang seluruh jadwal sudah sedikit longgar. Lizzie tahu bahwa dia harus pulang ke rumahnya, alasan merindukan masakan ibu adalah alasannya. Tapi pulang ke rumah itu juga berarti dia harus berhadapan dengan ayahnya. Itu membuatnya memikirkan ulang keputusannya.Sebab menghadapi ayahnya sama dengan dia harus kembali diingatkan bahwa dia bukanlah anak ideal yang didambakan oleh sang ayah. Membuat dia harus berkali-kali menghadapi cela bahwa dia adalah seorang anak yang mengecewakan dan gagal.Sejujurnya jika disuruh memilih tentu saja dia akan lebih suka datang ke rumah Daxon untuk liburannya, demi menghindari sang ayah. Tapi dia perlu beralasan dengan cara yang bagus kepada kedua orangtuanya yang akan bertanya-tanya bila dia tidak pulang saat liburan tengah semester tiba.“Oh photografi?”Hasilnya dia pulang ke rumah pada akhir pekan dan membicarakan soal rencana jangka panjangnya.Lizzie