Justin dan Athena berlari menelusuri koridor rumah sakit menuju ruang rawat Brian. Ketika mereka tiba di rumah sakit, Athena langsung terburu-buru dan tidak lagi bisa menahan diri untuk menemui pria yang telah mengorbankan nyawa untuk dirinya. Namun, langkah Justin dan Athena terkenti kala mereka mendengar suara jerit tangis dari dalam sebuah ruangan. Seketika tubuh Athena membeku, mendengar jeritan tangis dari dalam ruangan Brian Smith. Wajah Athena begitu pucat dan ketakutan, pikirannya terus berpikiran buruk dengan apa yang terjadi pada Brian Smith.“J-Justin ...,” ucap Athena lirih, matanya mulai berkaca-kaca, menatap Justin dengan begitu rapuh.“Jangan berpikir yang tidak-tidak.” Justin mengecup kening Athena, lalu merengkuh bahu wanita itu. “Kita ke dalam, aku akan selalu berada di sisimu. Percayalah, tidak akan adahal buruk terjadi. Teruslah berpikir positive.”Athena mengangguk lemah. Kemudian, Justin menghapus air mata Athena yang mulai berlinang dari sudut matanya—lalu dia m
“Maaf, aku baru datang.” Seorang wanita melangkah masuk ke ruang rawat Brian, membuat semua orang yang ada di sana mengalihkan pandangannya melihat wanita cantik berambut cokelat itu. Begitu pun dengan Athena, dia menatap sosok wanita yang sangat cantik masuk ke ruang rawat Brian.“Adelia? Kau sudah datang?” Irina tersenyum hangat melihat putrinya yang baru masuk itu, dia langsung memeluk tubuh putrinya itu. Ya, wanita yang tiba di ruang rawat Brian adalah Adelia, putri tunggalnya.“Mom, Dad sudah sadar?” Mata Adelia berkaca-kaca, menatap Brian kini sudah membuka matanya. Terlihat wajahnya begitu bahagia melihat keadaan Brian baik-baik saja.Irina mengangguk, dia mengurai pelukannya, lalu menatap putrinya dengan lembut. “Sudah, Sayang. Daddy-mu sudah sadar.”“Adelia,” panggil Brian menatap Adelia dengan lembut.“Dad ....” Adelia langsung memeluk erat tubuh Brian, tangisnya pecah di dalam pelukan Brian. Athena yang berada di samping Brian, dia pun sedikit menyingkir, memberikan putri d
Nathan duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Kini dia tengah fokus pada iPad di tangannya. Sudah hampir satu minggu Nathan di rumah sakit. Dia tak kunjung diperbolehkan pulang ke rumah karena Bianca, ibunya tidak mengizinkannya untuk pulang. Tidak hanya itu, tapi Justin, kakaknya juga tidak membiarkannya pulang. Mau tidak mau, Nathan menghabiskan waktunya di rumah sakit. Meski dirinya merasa bosan dan jenuh, tapi tidak ada pilihan lai. karena jika dia sampai tetap bersikeras ingin keluar dari rumah sakit, maka dia sendiri yang akan mendapatkan masalah.“Tuan Nathan,” Cedric, assistant Nathan melangkah masuk ke ruang rawat Nathan. Dia menundukkan kepala saat tiba di hadapan Nathan.“Ada apa?” tanya Nathan dingin, tanpa mengalihkan pandanganya. Dia terus fokus pada iPad yang ada di tangannya itu.“Tuan, saya sudah mendapatkan informasi lengkap mengenai Nona Marinka Addison,” ujar Cedric hati-hati.“Marinka Addison?” Mendengar nama itu, Nathan langsung menata
Justin turun dari mobil, dia membanting kasar melangkah masuk ke dalam kantor polisi, tempat di mana Marinka dan Enrico di tahan. Saat tiba di kantor polisi, Justin meminta pengawalnya, untuk menyediakan tempat berbicara dengan Marinka. Terlihat kilat mata Justin penuh dengan kemarahan dengan sorot mata yang begitu tajam. Sudah sejak tadi dia ingin segera menemui Marinka, memberi pelajaran pada wanita yang selama ini berani menipunya."Tuan Justin, Nona Marinka sudha berada di ruangan," ucap Peter memberitahu seraya menundukan kepalanya.Justin mengangguk singkat, dengan raut wajah datar daan menahan amarahnya, dia melangkah masuk ke dalam ruangan yang telah disiapkan oleh assitanynya itu."Justin..." Marinka berlari, dan menghamburkan pelukan pada Justins seraya terisak di dada Justin dengan keras. "Aku tahu, kau pasti ingin membebaskanku. Kau pasti tidak mungkin membiarkanku di sini selamanya. Aku tahu itu, Justin. Kau pasti sangat mencintaiku," lanjutnya dengan masih terisak di dad
Hujan turun membasahi kota Manhattan, dengan begitu deras. Suara kilat petir terdengar kencang. Athena yang tengah tertidur pulas langsung membuka matanya, dia mengerjap beberapa kali, menatap ke arah jendela—gorden terbuka. Kemudian, Athena langsung bangkit dari ranjang, dan menutup gorden itu. Tatapan Athena teralih ke jam dinding, kini sudah pukul delapan malam, namun Justin belum juga pulang ke rumah."Apa Justin meeting? Tapi kenapa tidak memberi kabar padaku?" gumam Athena yang tampak berpikir Justin belum juga kembali ke rumah. Lalu dia mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas, dan langsung menghubungi Justin. Namun, satu, dua hingga tiga kali dia menghubungi Justin, tapi tidak ada jawaban dari pria itu. Athena mendengus, tidak biasanya Justin pulang terlambat tanpa memberitahu dirinya.CeklekSuara pintu terbuka, Athena mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Senyum di bibir Athena terukir kala melihat Justin melangkah masuk ke dalam kamar."Justin? Kau baru pulang? Ken
Athena menatap Justin yang masih tertidur pulas. Seketika senyum dibibirnya terukir, mengingat setiap sentuhan pria itu. Sentuhan yang sejak dulu, tidak mampu dia tolak. Tidak pernah Athena bayangkan hidupnya akan seindah ini.Setiap bangun pagi, dia melihat suaminya berada di sampingnya. Kini Athena mulai membawa tangannya, menyentuh wajah Justin. Rahang tegas, hidung mancung, alis tebal, membuat pria itu benar-benar sangat tampan.Athena tidak mungkin tidak mengakui, pria yang menjadi suaminya itu sungguh tampan. Walaupun terkadang jika Athena mengingat pertemuan awal mereka, tentu saja dia tidak mungkin percaya, akan bisa menjalin rumah tangga bersama Justin dengan baik."Kau sangat tampan," gumam Athena yang tak lepas menatap Justin. Dia terus menelusuri rahang Justin dengan jemari tangannya dengan lembut."Aku tahu kau mengagumiku," Justin menjawab dengan mata yang masih terpejam. Athena yang mendengar suara Justin, sontak membuatnya terkejut. Athena hendak menarik tangannya dari
Sepanjang perjalanan, Athena melihat ke luar jendela, musim semi akan segera berganti dengan musim panas. Tentu dengan bahagia Athena menyambut musim panas dengan antusias. Kini Athena mengalihkan pandangannya, menatap Justin yang tengah fokus melajukan mobil."Justin, nanti kita berhenti di toko kue. Aku ingin memberikan sesuatu untuk Julia, Nathan dan Tuan Brian," ujar Athena seraya menatap Justin yang tengah menyetir mobil. "Hari ini kau akan menemui Nathan dan Tuan Brian, kan?" lanjutnya yang bertanya."Ya, ada hal yang ingin aku bahas dengan Nathan dan Brian Smith," jawab Justin datar tanpa mengalihkan pandangannya, dia tetap menatap ke depan. "Aku sudah meminta pelayan membelikan kue dan buah-buahan untuk mereka. Kau tidak perlu lagi membelinya."Athena mengangguk. "Baiklah, setelah aku menjenguk Julia, aku akan menemui Nathan dan Tuan brian. Terutama Tuan Brian, aku ingin tahu bagaimana keadaannya, Justin. Dia sangat baik padaku. Jika saja dia tidak menyelamatkanku, aku tidak p
Justin terdiam sesaat mendengar perkataan Brian. Dia menatap lekat mata Brian yang tampak penuh dengan penyesalan. Hingga kemudian, Justin semakin melangkah mendekat ke arah Brian dan berkata, "Aku yakin, kau bisa memberikan penjelasan yang baik pada Athena. Aku sangat mengenal sifat Athena. Dia wanita yang sangat baik. Meskipun apa yang kau katakan melukai hatinya, tapi aku tahu, dia tidak akan membencimu.""Justin...." Suara seorang wanita memasuki ruang rawat Brian—membuat Justin dan Brian mengalihkan pandangan mereka ke arah pintu. Seketika wajah Brian terkejut melihat sosok wanita yang melangkah masuk ke dalam ruang rawatnya. Terlihat Brian yang berusaha memaksakan senyuman diwajahnya dan seolah tidak terjadi apa-apa dengannya."Athena?" Tidak hanya Brian, tapi Justin pun terkejut melihat Athena melangkah mendekat ke arahnya. "Kau sudah selesai menjenguk Julia?" tanyanya kala Athena tiba di hadapannya.Athena mengangguk. "Iya, aku juga sudah mengunjungi Nathan tadi. Aku pikir kau