"Tapi, Om, ayahku sakit dan aku ingin menjaganya," ucap Mona dengan nada memelas.Leo tetap teguh dengan pendiriannya. "Sudah kubilang, ikut denganku," katanya.Karena dia juga memiliki pertimbangan sendiri. Leo telah menyiapkan pengobatan untuk ayah mertua Mona serta perawat yang akan merawatnya.Hati Mona mencelos dan sedih, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa jika suaminya memutuskan seperti itu."Baiklah, kalau begitu, tapi aku sudah menyiapkan pengobatan untuk ayah dan perawatnya," kata Mona dengan sedikit kekecewaan.Leo menghela nafas dan berkata bahwa semuanya akan beres. Mereka pun bersiap pulang untuk mempersiapkan diri sebelum berangkat ke Makassar.Di dalam mobil, Mona merasa lapar karena belum makan. Namun, Mona hanya melamun sambil menatap keluar jendela, memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang. Cuaca terlihat indah, langit cerah dengan awan biru yang menghiasi cakrawala.Mobil berhenti, tetapi Mona tidak memperdulikannya dan tetap terbuai dalam lamunannya. Pikiranny
Akhirnya, Leo memutuskan bahwa ia akan pergi sendirian, dan ia meminta Mona untuk menjaga ibunya di rumah. "Tapi, Om, aku lebih baik ikut saja," protes Mona.Pikirnya Mona, menjaga ayahnya saja tidak boleh. Lah ini harus menjaga ibu mertua yang jelas-jelas tidak menyukai dirinya. "Jangan membantah," sambil mengenakan jas dan kata-katanya penuh penekanan. Sang ibu sudah diperiksa oleh dokter dan hasilnya adalah ia harus istirahat total. "Gimana sih, aku mau merawat ayah! tidak boleh, ini harus merawat ibu mertua. Gimana sih, kamu aneh deh Om," keluh Mona.Leo menatap kosong ke arah Mona yang tampak keberatan.Mona terus menggerutu hingga bibirnya komat-kamit tampak lucu. "Sayang, cuma nemenin," kata Leo, karena bukan Mona yang merawat tapi banyak orang, Mona hanya bertugas sebagai pengganti kehadiran Leo saja. "Kalau aku kangen kamu gimana?" kata Mona dengan nada manja sambil merapikan dasi Leo.
Mona terkejut ketika merasakan getaran ponselnya dan mengetahui bahwa pesan tersebut berasal dari rumah yang memintanya untuk pulang segera."Ayah, aku pulang dulu ya. Suamiku sedang pergi ke luar kota. Nanti aku akan datang lagi," pamit Mona kepada ayahnya."Baiklah, pulanglah dan hati-hati. Kamu harus patuh pada suamimu dan menyayangi keluarganya, terutama karena suamimu sangat baik dan bahkan mau membiayai ayah di sini," kata ayahnya dengan lirih.Mona mengangguk dan mencium tangan sang ayah seraya berkata."Ya sudah, Ayah. Aku pulang dulu ya." Mona berjalan cepat menuju mobilnya, di mana sopir setia menunggunya."Pak, segera pulang ya," ucap Mona pada sopir."Baik, Nyonya muda!" sopir itu mengangguk dan menyalakan mobilnya setelah Mona tampak duduk dengan manis."Ada apa aku disuruh pulang segala? Leo kan tidak tahu aku pergi. Lagian dia nggak akan marah," gumam Mona sambil menatap ke arah luar jendela yang hanya terlihat kegelapan dan sinar dari penerangan jalan.Mona menghela na
Mona menjerit kaget saat melihat keberadaan Leo yang berdiri tidak jauh dari tempat tidur."Om, suami apa benar itu kamu?" tanya Mona sambil melonjak bangun dan dudukkan dirinya."Memangnya ku pikir aku ini siapa?" pria dingin itu balik bertanya dengan tatapan datar kepada Mona."Tidak, tidak, tidak. Mungkin itu kamu, suamiku sedang pergi, dan sebaiknya kamu pergi jauh-jauh dariku," kata Mona sambil mengibaskan tangannya.Mona beranjak berdiri dan mendorong bahu Leo agar pergi dari kamarnya."Ini saya, Mona," ucap Leo dengan tegas.Mona menghentikan langkahnya yang berusaha menyeret tubuh Leo agar keluar dari kamar."Beneran, Om? Suami kamu balik lagi?" selidik Mona dengan tatapan yang menyelidik."Kau pikir saya setan?" Leo balik bertanya."Em... beneran ini kamu, Om?" tanya Mona kembali seraya mengerjapkan kedua manik matanya dan menepuk kedua pipi Leo yang lebih tinggi darinya, ingin memastikan apa benar ini suaminya atau bukan.Mona yakin kalau suaminya sedang pergi ke luar kota.
Ketika Mona membuka mata, ia dikejutkan dengan setangkai bunga mawar merah di sampingnya saat berbaring. bibir Mona tersenyum mencium bunga mawar tersebut."Wanginya segar ...."Kepala Mona celingukan mencari keberadaan Leo yang tidak ada. Setelah menggosok matanya dan turun dari tempat tidur, Mona mengibarkan selimut dari tubuhnya."Om, kamu di mana?" gumam Mona sambil berjalan ke arah jendela dan membuka gorden. Di luar sudah mulai terang.Waktu menunjukkan pukul 04.50, Mona terdiam sejenak setelah menatap jarum jam. Mona mengusap wajahnya seraya menghela nafas dalam-dalam, "Om, kamu di kamar mandi kah?"Manik matanya mendapati piyamanya di bagian dada terbuka, membuat Mona bengong, mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. "Ah, aku tidak melakukan apapun. Aku masih datang bulan kok," bergumam Mona sambil menggeleng."Oh, iya, Om Leo pasti sudah berangkat," kata Mona saat tersadar bahwa Leo pergi ke luar kota. Mona merapikan pakaiannya dan melihat sekeliling, di mana tas dan koper L
Mona melirik ke arah ketiga asisten yang sedang berbisik-bisik, lalu pandangannya beralih ke pintu lift. Ternyata, ibu mertua dan Marfin sedang menuju ruang makan. Mona segera berdiri untuk menyediakan kursi bagi ibu mertuanya."Mana sarapan untukku?" tanya ibu mertua dengan nada tegas."Ini sarapan untuk ibu," jawab Mona sambil menyajikan semangkuk bubur putih setengah matang yang sudah dikupas dan segelas susu murni."Ibu mertua, ini sarapan yang dibuat oleh nyonya muda," cepat-cepat kepala asisten menjawab sebelum Mona bisa berkata apa-apa.Ibu mertua mengangguk tanpa banyak bicara selama sarapan. Setelah itu, Mona kembali ke kamarnya dan menerima panggilan video dari Leo."Syukurlah kamu sudah sampai dengan selamat di tempat tujuan," ucap Mona dengan lega."Ya, sudah sampai dan sedang sibuk," jawab Leo dengan datar."Kalau kau sedang sibuk, kenapa telepon aku?" suara Mona sedikit kesal."Kenapa kau marah?" tanya Leo, pandangannya terarah ke arah Mona."Siapa yang marah? Aku tidak
"Aduh. Kepala ku pusing sekali!" gumam Mona seraya memijat pelipisnya.Tiba-tiba, Mona merasa pusing. Kepalanya begitu berat, pandangannya pun kabur, dan akhirnya dia tidak sadarkan diri.Salah satu asisten yang melihat Mona tergeletak di pinggir kolam berteriak-teriak heboh meminta tolong sambil menghampiri."Tolong, tolong! Nyonya muda pingsan!" teriak asisten sambil menepuk-nepuk pipi Mona.Kebetulan, Marfin yang baru saja pulang kuliah mendengar teriakan tersebut dan menghampiri, bersamaan dengan datangnya seorang security. "Mona, Mona!" panggil Marfin sambil menepuk-nepuk pipi Mona dan mengangkat kepalanya ke dalam pangkuan."Bangun Mona! hey bangun." Marfin terus menepuk pipi Mona yang terpejam.Security yang hendak mengangkat tubuh Mona, yang saat mengenakan celana pendek dan kaos putih pendek, namun segera dilarang oleh Marfin. Lantas Marfin sendiri yang mengangkat tubuh Mona ke dalam dan menyuruh asisten untuk
Leo menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari luar kamar. Ia beranjak hendak melihatnya, penasaran suara apa itu?Marfin yang menonjok dinding, meringis kesakitan! tangannya berdarah. Marfin segera menyembunyikan tangannya saat papanya muncul dari balik pintu."Kenapa?" tanya Leo, penasaran dan menatap pemuda yang wajahnya mirip dengannya."Eh, em ... tidak apa-apa, Pah," jawab Marfin lalu pergi meninggalkan papanya.Leo mengerutkan keningnya dan masuk ke dalam kamar, menutup pintu dengan rapat."Ada apa, Om?" Selidik Mona saat melihat Leo mendekatinya.Leo menjawab. "Entah, saya tidak tahu," sambil membuka jasnya.Leo kemudian mulai menyelidiki dan bertanya. "Kamu kenapa bisa pingsan?"Kepala Mona menggeleng dan ia melonjak naik, berlari ke kamar mandi. Muntah lagi yang hanya air pahit saja. Oo ... Oo ....Leo yang merasa khawatir, melompat mengikuti langkah Mona, sang istri."Sayang!" gumam Leo sambil memijat pundak Mona yang sedang muntah-muntah."Oo ... Oo ..." Mona terus mun