Kilatan cahaya kamera yang mengambil gambar Mona dan Marfin yang tanpa mereka sadari. Suasana tenang terhenti ketika Mona tiba-tiba beranjak dari duduknya, menarik perhatian Marfin yang duduk di sebelahnya.Marfin dengan cepat meraih tangan Mona dengan ekspresi penuh harap, namun tindakannya langsung ditepis oleh Mona sebagai penolakan yang tegas."Maaf, Marfin. Aku sudah memilih jalanku," ucap Mona dengan suara lembut namun mantap, mencoba menjelaskan tanpa melukai perasaan Marfin.Marfin terdiam sejenak, matanya mencerminkan kekecewaan yang mendalam. "Tapi, Mona, aku masih mencintaimu. Kita bisa memperbaiki semuanya," desis Marfin dengan nada penuh harap.Mona menggeleng pelan, ekspresinya penuh dengan campuran antara belas kasihan dan ketegasan. "Kita sudah berada di titik akhir, Marfin. Aku harap kau bisa mengerti," ucap Mona sambil menatap mata Marfin dengan penuh empati.Marfin terdiam, tak mampu berkata-kata dalam kekecewaannya. Mereka berdua terdiam sejenak. Yang detik kemudia
Mona mencoba melepaskan diri dari cengkraman kuat Alexander. Dia merasa terjepit dan memberikan ancaman kepada Alexander bahwa dia akan melaporkan kejadian ini pada suaminya, Alexander tidak gentar sedikit pun dan tetap terus menggenggam tangan Mona dengan kuat.Mona berusaha melepaskan diri. "Tuan, lepaskan aku! Aku akan melaporkan ini pada suamiku! Dia tidak akan tinggal diam melihat perlakuanmu!"Alexander dengan nada sinis. "Laporkan saja, cantik. Tapi apakah kamu yakin suamimu akan menyelamatkan mu? Dia tidak berada di sini untuk melindungimu."Mona merasa tertantang oleh kata-kata Alexander. Di satu sisi, dia merasa takut karena benar Leo saat ini sedang berada di luar kota. Sibuk dengan pekerjaannya."Suamiku pasti akan melindungi ku! Dia bukan tipe pria yang membiarkan orang lain menyakiti istrinya!" Teriak Mona.Alexander tersenyum sinis. "Kita akan lihat, cantik. Tapi sekarang, kamu harus menghadapi akibat dari ancamanmu."Tuan Alexander mengambil sesuatu dari sakunya. Kemud
Leo langsung menghindar dari rangkulan seorang wanita yang jelas-jelas dia kenal, meskipun dari baunya saja. Alexa tersenyum manja di hadapan Leo, mengenakan pakaian seksi yang menggoda. Leo menatap dengan ekspresi tidak suka.Leo menghindar dengan tegas. "Jangan berpikir bahwa aku tertarik denganmu."Pria tampan berwibawa itu tidak habis pikir. Apa sih maunya sehingga terus menguntitnya.Alexa meraih tangan Leo dengan penuh percaya diri. "Oh, Leo, jangan berpura-pura. Aku tahu kamu masih memiliki perasaan padaku. Kita bisa melanjutkan apa yang dulu kita miliki."Leo melepaskan tangan Alexa dengan tegas. "Salah. Aku tidak membutuhkannya."Bagi Leo. Masa lalu sudah berlalu dan dia telah melangkah maju. Tidak ingin terlibat dalam hubungan lagi.Alexa: menggoda dengan senyuman nakal. "Tapi, Leo, kita memiliki kenangan yang begitu indah bersama. Apa kamu benar-benar bisa melupakannya begitu saja?""Aku telah belajar dari kesalahan!" Tegas Leo. Tidak pernah terbesit di kepala Leo untuk kem
Leo memasuki kamar dengan langkah ringan, setelah melepas jasnya. Dia melihat pada Mona, yang sibuk membuka sepatunya sambil berjongkok dihadapannya.Wajah Mona terlihat sedih, memancarkan ketegangan yang baru saja dia alami."Sayang," panggil Leo lembut, menyuruh Mona untuk duduk di sampingnya.Mona mengangkat wajahnya yang sedikit kusut, mencoba tersenyum. "Iya, Om suami," jawabnya dengan suara yang sedikit tertekan.Leo mengambil tangan Mona dengan penuh kelembutan. "Apa yang terjadi, hem?" menatap wajah sang istri yang tampak risau.Mona menghela nafas, mencoba mengungkapkan perasaannya. "Om suami, tadi aku dan ibu Anda berdebat tentang memiliki anak. Dia seolah memaksa agar kita segera punya anak. Padahal aku kan tidak menjaganya sama sekali. Malahan ... menganggap aku mandul "Leo menatap Mona dengan penuh perhatian. "Memangnya kau mandul?" tanya Leo sambil mengerutkan keningnya."Iih ... mana aku tahu, aku juga dibandingkan dengan Laksmi yang jelas sudah matang, anak itu kan ti
Leo menatap jauh ke arah matahari yang mulai tenggelam. Melalui jendela ruang kerjanya."Aku tidak suka membahas mantan," ucapnya pelan, suara terbawa oleh angin senja.Mona mengangguk memahami. Sambil menatap mata Leo, dia tersenyum hangat. "Aku mengerti, Om. Kita lebih baik fokus pada masa depan kita bersama aja ya," ujarnya lembut.Leo tersenyum lega. Dia merasakan getaran hangat dari pelukan Mona yang erat."Terima kasih, sayang," ucap Leo, menggenggam erat tangan Mona.Mona tersenyum bahagia. Dia pun mengucapkan kata-kata yang selama ini terpendam di hatinya. "Aku sangat merindukan mu."Keduanya saling berpelukan kembali. ..Malam itu, suasana konferensi semakin hening ketika juru bicara Leo kembali mengambil mikrofon untuk melanjutkan penjelasannya kepada wartawan yang hadir."Demi menjaga transparansi, saya ingin menegaskan sekali lagi bahwa foto-foto yang beredar itu benar-benar jebakan," ucap juru bicara Leo.Dengan suara yang mantap. "Tuan Leo dan Alexa hanya sebatas manta
Leo menatap layar CCTV dengan pandangan tajam, melihat dengan jelas Laksmi yang tengah mengambil gambar Mona dan Marfin secara diam-diam. Wajahnya langsung memucat dan dipenuhi dengan rasa geram dan kekecewaan yang mendalam. "Benar-benar tidak bisa diterima," desis Leo dengan suara berat, matanya masih tertuju pada layar CCTV yang menampilkan Laksmi.Mona, yang merasakan ketegangan yang memuncak, segera mendekati Leo dan memegangi tangannya dengan lembut."Om, tenanglah. Kita bisa mengatasi ini dengan tenang dan bijaksana," ujarnya dengan suara yang penuh ketulusan.Namun, Leo masih terus mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari keberadaan Laksmi yang membuatnya semakin geram."Apa tujuannya?" geram Leo, suaranya terdengar bergetar oleh emosi yang meluap.Mona mencoba menjelaskan dengan lembut. "Mungkin ada alasan di balik tindakannya ini. Kita harus mencoba mengerti dan mencari solusi yang terbaik."Ibunya yang juga merasa khawatir dengan situasi ini, mencoba memberikan saran. "Leo
Mona terkejut dengan pintu yang diketuk kasar dari luar. Suaranya mengganggu kedamaian malam yang tenang. Dengan langkah hati-hati, ia membuka pintu dan menemukan Marfin di luar, terlihat mabuk dan terguncang."Marfin, apa yang terjadi? Kenapa kau datang ke sini seperti ini?" tanya Mona dengan nada khawatir.Marfin menatap Mona dengan mata yang sayu, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap. "Mona, maafkan aku. Aku bodoh. Aku telah mengkhianati cintamu sebelumnya, dan sekarang aku menyesalinya dengan segenap hatiku."Leo yang terbangun dari suara pintu yang dibuka, keluar dari kamarnya dan melihat Marfin dengan tatapan tajam."Marfin, kau apa-apaan?" Tegas Leo yang terganggu dengan semua ini tegurnya dengan suara tegas.Marfin menunduk, merasa menyesal atas perbuatannya. "Aku tahu aku telah salah besar. Tapi aku mencintai Mona, lebih dari yang bisa kubayangkan. Aku akan melakukan apapun untuk memperbaiki kesalahanku," ujarnya dengan suara lirih.Mona menatap Marfin dengan campuran pe
Mona merasa perutnya mulai tidak enak, jadi dia melepaskan tangannya dari Leo dan bergegas ke toilet yang berada dekat dapur.Sementara itu, Marfin turun dari tangga bersama dengan Oma dan istrinya, Laksmi, yang gelayutan terus pada tangan Marfin. Mereka berjalan mendekati Leo untuk berpamitan."Pah. Aku harus pergi sekarang. Terima kasih atas dukungan Papa." Marfin memeluk sang papa."Marfin. Semoga berhasil." Balas Leo sembari menepuk bahu putranya.Laksmi tersenyum penuh misteri pada Leo, "Kau tega pisahkan kami, saya sedang hamil. Harus jauh dari suami.""Semoga selamat, sampai tujuan." Leo menatap putranya tanpa pedulikan ucapan Laksmi."Iya, Pah!" Marfin mengangguk.Leo memandangi putranya yang tampak berat tuk pergi dan matanya seolah mencari seseorang.Marfin mengucapkan selamat tinggal pada Leo, kemudian meninggalkan rumah dengan berat hati.Setelah Mona keluar dari toilet dekat dapur, dia dengan sengaja menghindari pertemuan dengan Marfin yang mau berangkat ke luar Negeri un