Genap sebulan sudah Naina tinggal di rumah orang tua angkatnya. Ia juga mulai aktivitas baru. Syakilla sudah mulai masuk sekolah paud, semakin bertambah aktivitasnya mengantar jemput Syakhilla."Na! Kamu jangan tinggalkan anakmu di sekolah. Biarpun ada guru yang menjaganya, tapi mereka tidak serius mengawasi murid-muridnya. Mereka punya kesibukan sendiri yang tidak kita ketahui," tutur Heni dengan menyiapkan sarapan untuk keluarganya."Iya, Ma. Aku akan menunggunya di sekolah sampai pulang. Aku sendiri juga tidak tega meninggalkannya di sekolah. Dia kan masih terlalu kecil. Mana tega aku membiarkannya bersosialisasi di sekolah barunya tanpa pengawasan dari orang tuanya," jawab Naina.Brillian sebenarnya tidak suka Naina memasukkan sekolah Syakilla di sekolah yang biasa. Ia punya cita-cita ingin menyekolahkan Syakilla di tempat yang lebih aman. Tapi apalah daya, dia tidak punya hak apapun untuk menegaturnya."Yaudah ma. Kalau gitu aku berangkat dulu ya? Ini kan hari pertama Syakhilla m
"Brillian ...! Kita pulang bareng yuk?" Tarisa tiba-tiba nongol di ruang kerja Brillian dan membuatnya sangat terkejut.Brillian yang berpikir untuk pulang terlambat, ia putuskan untuk pulang lebih awal. Ia tersenyum smirk mendapatkan tawaran pulang bersama dengan Tarisa. 'Boleh juga pulang bareng dia. Dengan aku pura-pura dekat dengan Tarisa, siapa tahu aja ada macan betina yang bakalan kebakaran jenggot.'Mendapati Brillian yang diam tidak kunjung menjawabnya, membuatnya berdecak kesal. Tidak pernah sekalipun Brillian mengajaknya jalan-jalan di luar atau sekedar mengajaknya bersantai bersama. Brillian yang pekerja keras, membuatnya masih sabar dan memakluminya."Lian! Kok malah bengong sih. Kamu mau kan? Pulang bareng aku. Kebetulan aku mau datang ke rumahmu. Aku ingin bertemu dengan Mama mertua. Mobilku ada di bengkel, dan aku berencana ingin nebeng dirimu."Brillian memutar bola matanya. Ia sangat yakin kalau itu hanyalah alasan Tarisa saja menaruh mobilnya di bengkel, karena ingi
Menjelang makan malam, Hartanto dan keluarganya telah berkumpul bersama di ruang makan. Di sana juga masih ada Tarisa yang membantu Heni menyiapkan makan malam.Naina sendiri sibuk dengan anaknya yang masih menangis, ingin mencari keberadaan Ayahnya. Naina sendiri tidak punya keberanian untuk memberikan penjelasan pada orang tuanya yang tengah menegurnya."Na! Sebenarnya ada apa sih? Dari tadi Killa nangis terus. Dia itu minta apa?" tanya Heni, langsung memberikan pertolongan pada cucunya yang menangis sesenggukan."Nggak bada hal yang serius kok, Ma. Killa tadi nggak mau mandi," jawab Naina beralibi.Heni berdecak, sudah kebiasaan cucunya sangat sulit untuk diajak mandi. "Ck! Oma sampai heran sama kamu, Killa. Takut banget kalau dimandiin. Apa kamu ini anti air?"Heni langsung duduk memangkunya. Mencoba untuk menenangkan Syakhilla dengan memberinya ayam goreng.Sedangkan Naina sibuk melayani mengambilkan makanan buat Hartanto."Killa makan ayam goreng aja ya, biar kayak Upin Ipin," u
Brillian mengajak Syakhilla memasuki restoran yang tidak jauh dari rumahnya.Restoran cukup terkenal di tempat tinggalnya. Di sana ada beberapa menu yang disajikan, dan ia yakin, Syakhilla akan menyukainya."Maaf Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Dengan ramah penjaga resto mendekati Brilian dengan membawa buku menu."Oh! Iya mbak. Ini saya mau lihat daftar menunya dulu," jawab Brillian."Ini Pak, coba dilihat-lihat dulu. Barang kali ada yang disukai." Pelayan itu langsung menyodorkan buku menu pada Brillian. Brillian langsung membukanya.Chicken Cordon blue, sangat dikagumi oleh masyarakat setempat. Makanan berasal dari Jerman yang sudah mendunia sangat disukai oleh anak kecil, karena tekstur dagingnya lebih lembut."Killa makan sama ini aja, ya?" Brillian menunjukkan buku menu dan memilih chicken Cordon blue sebagai makanan yang tepat buat dikonsumsi oleh Syakhilla.Syakilla pun langsung mengangguk. Walaupun cuma gambar, Killa bisa mengerti, makanan yang ditunjukkan oleh Brillian itu
Tarisa mondar-mandir di teras depan rumah Brillian. Ia sudah cukup lama menunggu kedatangan Brilian yang tengah menenangkan Syakhilla. Ditambah lagi Naina yang sudah membuatnya kesal, ingin sekali ia memaki-makinya."Ini semua gara-gara perempuan itu. Dia sudah menghancurkan acara malamku bersama dengan Brilian dan orang tuanya. Kenapa perempuan itu mencurigakan sekali. Kalau memang dia adiknya Brilian dia akan bersikap baik padaku. Dia bahkan tidak bisa menghormati keberadaanku di sini."Heni merasa tidak enak hati pada calon menantunya, karena Brilian sudah meninggalkannya, dan membuat mood makannya hancur.Ia mendekati Tarisa dan mencoba untuk meminta maaf padanya."Tarisa, ayo masuk ke dalam. Kita tunggu Brillian di dalam," tutur Heni lembut.Tarisa menoleh dan langsung menggelengkan kepalanya, "Tidak Tante. Aku akan menunggunya di sini. Tapi kalau boleh tahu ... Ke mana Brillian membawa keponakannya tadi?" tanya Tarisa mencoba untuk menjaga sikapnya di depan orang tua Brillian."
Tarisa menatap kecewa kebersamaan Brillian dengan Naina. Walaupun mereka nampak dingin dan tak saling bertegur sapa, tapi Tarisa bisa merasakan kecemburuan melihat keduanya."Brillian! Aku sudah lama menunggumu. Kau ke mana saja sih. Kau harus mengantarku pulang," omel Tarisa."Kenapa harus menungguku kalau ingin pulang kan masih ada Pak sopir yang bisa mengantarkanmu," jawab Brilian."Gila kau!" Tarisa memberikan umpatan kesel pada Brillian. Laki-laki itu benar-benar tidak pernah peduli padanya. Padahal Ia sudah terlanjur jatuh hati dan sangat berharap Brillian segera menikahnya."Tega kau ya! Aku selalu bersikap baik padamu dan berharap kau akan membalas perasaanku ini. Aku begitu mencintaimu dan aku ingin mendekatkan diri pada keluargamu tapi kau kau bahkan tidak pernah peduli dengan perasaanku kau jahat Brilian! Kau lebih mementingkan dia," tunjuknya pada Naina.Naina langsung melotot, "Hei! Jaga bicaramu!" Naina tidak terima dengan tuduhan Tarisa. Ia bahkan tidak memiliki niatan
Hampir tiga bulan Brillian meninggalkan rumah. Ia sangat jarang pulang, karena setiap pulang, dia langsung berdebat dengan Papanya.Dia hanya pulang saat merindukan Syakhilla saja."Ma! Kenapa Mama tidak mau minta kak Lian buat pulang ke sini. Kasihan juga Papa sekarang harus bekerja sendirian. Kak Lian tidak peduli pada kalian. Bahkan pekerjaan Papa terbengkalai karena ia tidak mau membantunya. Entah sekarang apa yang dilakukannya selama dia tinggal di luar."Selama pergi dari rumah Brilian juga sangat jarang pergi ke kantor. Bahkan Hartanto sampai sakit pun dia tidak peduli. Naina sering membantu Hartanto mengurus pekerjaannya di kantor sembari menemani anaknya yang tidak bisa ditinggalkan."Entahlah Naina. Mama sudah habis pikir dengan sikap berlian yang dingin. Dia selalu menganggap apa yang dipikirkannya itu selalu benar. Papa dibuat malu karena ia tega mengatakan hal yang buruk pada Tarisa. Orang tua Tarisa sangat marah pada Papa, dan meminta Brilian untuk datang ke rumahnya, t
Brillian menghabiskan waktunya hanya untuk menyibukkan dirinya bekerja. Ia sedikit meluangkan waktunya untuk menyenangkan diri dengan minum minuman keras bersama dengan teman-temannya.Sulit untuk bisa lepas dari bayangan Naina. Hatinya sudah mati untuk perempuan manapun. Hanya Naina lah yang ia inginkan. Kalaupun Naina bukan jodohnya, ia rela melajang seumur hidupnya."Lian! Tuh ada cewek bahenol. Kayaknya penghuni baru di tempat ini." Bryan, teman Brillian menunjukkan seorang gadis remaja seumuran dengan Naina Memasuki sebuah bar, di mana ia menghabiskan waktunya untuk minum.Brillian menoleh sedikit dengan menghisap rokok dan melepaskan asapnya ke udara."Kalau kau berminat, ya ambil saja," jawabnya santai.Brilian tidak bernafsu untuk bermain-main dengan wanita lain. Kalaupun ia ingin menuntaskan hasratnya, dia harus mendapatkan seseorang yang tepat, yang tak lain adalah adik angkatnya sendiri."Hei! Apa kau sudah tidak jantan lagi. Harus menahan sampai kapan kau menolak banyak