Share

Belum Siap Pulang

“El, ikut mimi pulang, ya.” Joya terus membujuk putranya agar mau pulang ke Indonesia bersamanya.

“Tidak, Mi. Aku lebih suka tinggal di sini,” tolak Langit ke sekian kalinya.

Langit sudah berpakaian rapi dan kini bersiap pergi ke kantor tempatnya bekerja. Langit bekerja di perusahaan inti Magnifique di Paris.

“Pokoknya mimi ga mau tahu. Mimi akan minta agar kamu dipecat agar mau pulang ke Indonesia!” ancam Joya yang sudah tidak tahu lagi cara membujuk Langit agar mau pulang ke Indonesia.

Langit sudah terlalu lama tinggal di negara itu, hanya karena patah hati, membuat pria itu meninggalkan negara kelahirannya untuk kabur dari masa lalu.

Langit menatap sang mimi yang terlihat frustasi dan putus asa, sebelum kemudian menangkup wajah Joya sambil tersenyum ke wanita yang sudah melahirkannya itu.

“Mi, aku benar-benar belum siap untuk pulang. Tolong jangan paksa aku,” pinta Langit, kemudian mengecup kening Joya.

Joya bergeming mendengar ucapan Langit. Dia tidak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi delapan tahun lalu, yang membuat Langit meminta untuk dipindah sekolah, padahal ujian akan segera tiba. Joya diancam jika tidak mau memindahkan Langit, maka pemuda itu tidak akan pernah melanjutkan study-nya. Tidak tanggung-tanggung, Langit langsung meminta pindah ke luar negeri.

Langit pamit ke kantor, meninggalkan Joya di apartemennya sendirian. Joya sendiri hanya bisa mencari ide untuk bisa membawa putranya pulang.

**

Langit bekerja seperti biasa, tapi sayangnya fokusnya pecah karena keinginan sang mimi yang terus merengek dan memintanya untuk pulang.

“Kenapa kamu terlihat tidak fokus bekerja?” tanya salah satu rekan kerja Langit bicara dengan bahasa Inggris.

“Tidak ada, hanya saja kurang istirahat,” jawab Langit dengan senyum tipis di bibir.

Rekan kerja Langit tampak menengok ke kanan dan kiri, hingga kemudian memandang Langit yang sedang kembali bekerja.

“El, apa nanti malam kamu ada waktu luang? Bagaimana kalau kita pergi minum?” tanya wanita dengan tubuh tinggi dan berparas cantik itu.

Siapa yang tidak tahu tentang kelakuan Langit yang suka tidur dengan banyak wanita, hingga beberapa di antaranya menawarkan diri atau memang mengajak Langit hanya untuk tahu sehebat apa pria itu saat di atas ranjang.

Langit terdiam mendengar ajakan wanita itu, hingga kemudian menjawab, “Baiklah, sepulang bekerja.”

Wanita itu tersenyum, lantas berdeham dan mengangguk, sebelum kemudian pergi meninggalkan meja Langit.

Langit sebenarnya tidak ingin pergi, tapi karena malas mendengar rengekan Joya yang memintanya pulang, membuat Langit memilih menerima tawaran minum rekan kerjanya itu.

**

Di Indonesia. Hari sudah sudah menjelang malam dan Bintang tampak baru saja pulang dari kantor. Gadis itu turun dari mobil, lantas berjalan masuk dan langsung disambut suara sang mami yang selalu membuat hatinya lega.

“Kamu sudah pulang? Mau mami buatkan coklat panas atau yang lainnya?” tanya Annetha ketika melihat Bintang datang.

Bintang meletakkan blazer yang ditentengnya di sandaran sofa, lantas berjalan ke ruang makan di mana Annetha sedang menyiapkan makan malam.

“Mami masak apa?” tanya Bintang sambil menatap satu persatu menu di meja.

“Semur daging, khusus kamu seperti biasanya,” jawab Annetha sambil melirik Bintang.

Bintang melebarkan senyum, kemudian mencium pipi Annetha.

“Aku mau mandi dulu, Mi. Coklat panasnya boleh,” kata Bintang kemudian berjalan meninggalkan ruang makan.

Annetha tersenyum saat Bintang terlihat begitu bahagia seperti tanpa beban, sempat takut jika putrinya tertekan dan membahayakan kondisi kesehatan gadis itu. Dia dan suaminya melakukan segala upaya untuk membuat Bintang sehat dan dalam kondisi mental yang baik.

Bintang masuk kamar, ruangan berukuran lumayan besar itu sudah sangat banyak berubah. Dulu ada meja belajar yang berlawanan dengan ranjang, kini sudah tergantikan dengan meja rias yang penuh alat make up, cat dinding yang dulu berwarna merah muda, kini berubah menjadi warna nude dan kalem untuk Bintang. Begitu juga dengan pemilik kamar itu, Bintang yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Bintang saat masih duduk di bangku SMA.

Origami berbentuk bintang yang pernah terpajang di jendela kamar gadis itu, kini juga sudah raib entah ke mana.

Gadis itu melepas pakaian dan bersiap membersihkan diri, hingga terdengar suara petir yang cukup keras, langit yang sudah gelap kini semakin gelap dengan kumpulan awan hitam yang bergulung karena terpaan angin begitu cepat.

Bintang berjalan ke arah jendela, melihat langit yang kini sudah tertutup awan. Malam kelam itu, mengingatkannya akan malam di mana dia sudah mematahkan hati seorang pemuda bersamaan dengan hatinya yang ikut patah.

“Langit, bagaimana kabarmu? Apa kamu bisa memaafkanku, jika kita bertemu kembali?”

Entah kenapa bibir itu berucap tanpa komando. Meski dia takut untuk bertemu, tapi tidak memungkiri kalau ingin membebaskan diri dari belenggu rasa bersalah yang sudah mengikatnya selama delapan tahun ini.

Semua orang mengira Bintang baik-baik saja, tapi selama ini dia sudah memendam rasa sakit dan bersalah yang teramat dalam. Terkadang ada sebuah penyesalan di hati atas tindakan yang dilakukan, kenapa saat itu dia begitu kejam menghancurkan cinta pemuda yang sangat dicintainya.

**

Paris, Prancis.

Langit pergi ke klub bersama teman wanitanya, mereka duduk di bar dan memesan minuman. Mereka bersulang dan sudah menenggak beberapa gelas minuman.

“Kamu menolak berpacaran denganku, aku terkejut kamu menerima tawaranku untuk minum, El. Aku pikir kamu menjaga jarak denganku,” ucap wanita itu saat baru saja menenggak minuman yang ada di gelas.

“Hm … aku hanya tidak ingin terikat dengan hubungan apa pun. Jika ingin berkencan atau pergi denganku, maka itu adalah kencan tanpa status. Bahkan bercinta pun dengan sukarela tanpa ada komitmen yang mengikat,” balas Langit santai. Dia menenggak cairan berwarna coklat dari gelas kristal yang dipegangnya.

Wanita yang kini sedang minum bersama Langit tampak menggoyangkan gelas yang dipegang, tapi tatapan terus tertuju ke Langit.

Langit menyadari tatapan yang berbeda dari rekan kerjanya itu, hingga meletakkan gelas di meja bar, kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah wanita itu.

Wanita itu menatap wajah Langit dari dekat. Benar kata teman-temannya jika Langit sangat tampan dan memiliki daya pikat yang membuat wanita bertekuk lutut kepada pria itu.

“Mau melakukan hal lebih?” tanya Langit dengan tatapan begitu dalam.

“Jika kamu mau, aku tidak keberatan,” jawab wanita itu dengan senyum menggoda.

Di sisi lain. Joya kebingungan karena Langit belum pulang, padahal jam kerja sudah berakhir satu jam yang lalu. Dia mencoba menghubungi Langit, tapi putranya itu tidak menjawab panggilannya.

“Ke mana dia?” Joya benar-benar cemas, apalagi jika sampai Langit bermain wanita lagi.

“Tidak, aku tidak bisa begini. Aku harus memikirkan cara untuk membawanya pulang ke Indonesia.”

Joya berpikir begitu keras, dia tidak bisa membiarkan masa depan putranya hancur karena pergaulan bebas di kota itu.

**

Langit pergi ke apartemen milik wanita yang bersamanya. Mereka sudah banyak minum, hingga memutuskan pulang ke apartemen wanita itu dan melakukan apa yang mereka sepakati saat di klub.

“Kamu tinggal sendiri, ‘kan?” tanya Langit saat masuk di apartemen rekan kerjanya itu.

“Ya, jika tidak sendiri, aku akan memilih mengajakmu pergi ke hotel,” jawab wanita itu sambil meletakkan tasnya di sofa.

Wanita itu membalikkan tubuh menghadap Langit, hingga dengan gerakan sensual membuka blazer yang dikenakannya.

“Kamu mau mandi dulu, atau ….” Wanita itu mulai memancing, sengaja menjeda ucapannya agar Langit memilih mana yang hendak dilakukannya terlebih dahulu.

“Aku bisa melakukannya dalam berbagai kondisi,” ucap Langit. Pria itu merengkuh pinggang rekan kerjanya, merapatkan tubuh mereka hingga tidak ada jarak yang memisah.

“Bahkan, jika kamu ingin melakukannya sambil mandi pun aku bisa,” imbuh Langit kemudian.

Wanita itu tersenyum, hingga kemudian merangkulkan kedua lengan dan menyambar bibir Langit. Bibir mereka bertautan, saling memagut dan melumat satu sama lain. Kedua kaki mereka bergerak perlahan dengan bibir saling menyatu, hingga keduanya kini berada di kamar, menjatuhkan diri di ranjang dan melakukan hal yang lebih dari berciuman, karena gairah yang membakar keduanya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Wah makin parah si langit nih .......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status