Tiga minggu berlalu, hari-hari yang Leticia lalui terasa begitu berat. Semakin hari, hubungan dia dan sang Ayah semakin parah. Tak ada sosok David yang penuh kasih sayang, Leticia tak lagi mengenali sisi lain dari sang Ayah semenjak dia kembali.
Lelaki tua itu menjadi asing bagi Leticia. Tamparan, hardikan, dan makian tak jarang David lakukan ketika Leticia melakukan kesalahan meski hal kecil sekalipun.
Resah. Itulah yang Leticia rasakan. Leticia tengah dilanda kegelisahan saat ini. Meskipun hari yang dilewati begitu berat, tetapi dia merasa waktu berlalu sangat cepat, dan dia telah melewati jadwal datang bulannya. Bukan hanya satu atau dua hari, tetapi sudah satu pekan.
Leticia tak pernah terlambat datang bulan. Pikirannya benar-benar kacau saat ini, tak hanya itu. Kantung mata Letici
Ketika Leticia akan mulai membuat desain, tiba-tiba pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya berpenampilan modis menghampiri Mereka. Mila bangkit dari duduknya. Baru saja dia akan melangkah, pelanggan itu menarik bangku kosong di samping Leticia, hingga membuat Leticia meletakkan buku dan pensil di atas pangkuan. "Selamat sore, Bibi Mila. Aku ingin mengubah brosku, teman kantorku bilang ini terlalu mewah jika hanya terbuat dari perak." Wanita yang baru saja mendudukkan bokong di atas kursi di samping Leticia itu melepas bros dari blazer krem. Kemudian memberikan bros pada Mila yang duduk di hadapannya. Leticia yang duduk tepat di samping kiri wanita itu tak bisa untuk tak melihat apa yang diberikan dia pada Mila. Mata Leticia seolah memerhatikan bros
Sementara jauh dari tempat Leticia berada di keesokan harinya. Sinar mentari pagi menembus jendela ruang makan, seolah menambah kehangatan suasana di kediaman Alex di Ragusa.Kehadiran Raymond semalam di rumah besar bercat putih, membuat keluarga Smith terasa lengkap.Ketika Marco pulih total, Arthur, sang Ayah memboyong putranya ke Ragusa sejak satu pekan lalu. Setelah meminta persetujuan Ray, Arthur dan Smith sepakat untuk menjadikan Alex dan Marco sebagai Direktur VR Group.Namun, Alex dan Marco menolak jika Ray belum benar-benar mengambil alih perusahaan. Sehingga kedua orangtua mereka tak berupaya lagi untuk membujuk.Hanya Maxwell yang mematuhi perintah Benito, Ayahnya. Beberapa hari la
"Aku akan menemuinya," kata Ray saat meraih sebungkus rokok dari hoodie hitam. Tak lama kemudian, sebatang rokok yang menyala Ray nikmati begitu santai.Suara Ray tidak tegas atau menekan. Justru sebaliknya, Ray berkata dengan jiwa yang penuh persahabatan.Hanya saja, entah hal apa yang membuat jantung David tiba-tiba berdetak hebat. Tuhan tahu apa yang tersembunyi di balik kegugupan lelaki tua yang penuh sandiwara."Tuan Vanders, sebenarnya Leticia baru saja pergi. Kemarin dia memutuskan melanjutkan pendidikan di Kanada."Untuk kedua kalinya David berbohong pada Ray.Ray tertegun hingga sebatang rokok yang diapit jemarinya terjatuh
"Ayo turun." Mila mencabut kunci mobil dan bergegas turun. Tak lama kemudian, Leticia menyusul.Kedua wanita itu tampak serius ketika bekerja, setelah Leticia menyusun aksesoris dalam etalase lebar. Mila memanggil wanita itu ke ruang rancangan."Bros milik nyonya Alin kapan akan dikerjakan, Cia?" tanya Mila ketika Leticia duduk di atas kursi di depan meja kerja."Akan ku coba sekarang, Bu," jawab Leticia saat meraih bros di depan Mila. Mila mengangguk.Ketika Mila serius memerhatikan Leticia, terdengar suara seorang pelanggan memanggil Mila. Akhirnya, dia pergi meninggalkan Leticia.Di bawah sinar lampu meja dalam ruangan yang
Langkah Ray terasa melayang, begitu sunyi hingga Mila tak menyadari kehadiran pemuda itu. Dengan segenap jiwa raga, Ray bersimpuh di kaki Mila dan membenamkan kepala di pangkuan sang Ibu. Mila membeku mendapati Ray tiba-tiba berada di sisinya. "Aku lelah mencarimu, Bu." Ray terisak pilu dalam dekapan sang Ibu. "Maafkan Ibu,Nak," kata Mila saat mencium pucuk kepala Ray. "Ibu melakukan ini demi melindungimu, Sayang." Suara Mila bergetar dengan air mata yang bersimbah di pipi. Direngkuhnya kepala sang putra hingga Ray mendongak meraih tangan sang Ibu, dicium begitu dalam laksana benda pusaka yang sangat berharga. "Aku masih hidup hingga saat ini. Jangan pergi lagi. Kumohon …," pinta Ray penuh penekanan saat membenamkan kepala di pelukan Mila. Satu dari sekian banyak ikatan yang selama ini menyesakkan dada kini mulai terlepas. Suara isakan Mila membuat Leticia membuka mata menatap langit-langit putih. Dengan napas tak beraturan dia menoleh k
"Pergilah, ini bukan anakmu!" Leticia mengusir Ray dengan tegas. Ray tak menggubris ucapan Leticia, dia menahan bahu wanita itu dan memeluknya dengan erat. "Lepaskan aku, Bajingan!" Leticia meronta-ronta melepas pelukan Ray, tetapi pria itu kian erat mendekapnya. Perut Leticia menjadi tegang hingga terasa keram dan ~"Aah! Perutku." Leticia memekik hingga air matanya mengalir menahan sakit yang tak tertahankan."Leticia." Ray panik saat Leticia terus memegang perut hingga wajah wanita itu menjadi pucat dan berkeringat.Jessy dan Max yang masih berdiri di sana dengan tangkas menangani Leticia. "Ray, tunggu di luar!" Max berdecak kesal kenapa Ray tak mau mengalah. Max tahu Ray serba salah, tetapi kondisi Leticia sedang tidak baik-baik saja saat ini. Akhirnya Ray keluar dengan tak berdaya. Setelah beberapa saat Ray menunggu di luar bersama Mila, Max menyar
Ray terkekeh melihat wajah Leticia yang memerah. Dia mengelus-elus pucuk kepala wanita yang tengah salah tingkah itu dengan sayang."Jadi, mau mengelak lagi?" tanya Ray, tersenyum simpul.Leticia memalingkan wajah, menahan malu serasa tertangkap basah."Cepat pergi, aku lapar." Leticia mencicit pelan.Ray menjawab dengan gumaman sebelum membalikan tubuh dan keluar dari ruangan. Dia tak tahu apa yang Leticia inginkan, tetapi yang Ray ingat saat di Catania, wanita itu sangat menyukai coklat panas.Tentu saja itu menjadi salah satu pilihan, dan sudah dapat dipastikan dia pun memilih susu almond dingin favorit
Keesokan harinya. Leticia bersikeras meminta keluar dari rumah sakit karena memikirkan Mila yang bekerja seorang diri. Ray menolak permintaan Leticia karena khawatir dengan kondisinya. Saat itu ketika Jessy datang untuk memeriksa keadaan Leticia, Ray memilih keluar bersama Max. "Baiklah, kondisimu cukup pulih. Aku mengizinkan kamu pulang, tapi jangan terlalu lelah," kata Jessy setelah memeriksa tekanan darah dan detak jantung Leticia. Leticia mengangguk mengiyakan. "Jess, ada yang ingin aku katakan padamu," ucap Leticia saat Jessy melepas jarum infus di tangan wanita itu. "Hem?" Jessy menjawab dengan gumaman. "Aku akan menikah dengan Ray." Suara Leticia begitu rendah. "Kamu sudah lama berpacaran dengan dia?" tanya Jessy, penasaran. Leticia terdiam lalu menggeleng. Dia menghela napas panjang mendengar pertanyaan Jessy. Mereka tidak berpacaran, bahkan baru bertemu beberapa kali. Jika saja dia tak mengandung~"Tidak, tapi dia ayah dari anak y